Photo by bola.net |
Saya termasuk jarang menyaksikan pertandingan Liga
Indonesia, baik itu ISL maupun IPL. Nonton di televisi tidak sering, apalagi
nonton langsung di stadion di mana pertandingan banyak berlangsung di hari kerja.
Mungkin karena alasan inilah saya tidak banyak berkomentar tentang sepak bola
lokal, terutama menyangkut klub-klubnya karena saya merasa banyak yang lebih
tahu dan lebih pantas untuk beropini soal ini.
Di lokasi tempat tinggal, sebenarnya ada klub bernama
Persikad Depok. Dengan kebiasaan saya menulis, saya sebenarnya akan dengan
senang hati menulis tentang mereka secara reguler, juga menonton pertandingan
mereka. Namun karena satu dan lain hal yang membuat tim ini terkena virus
dualisme (atau mungkin tigalisme), saya jadi kehilangan selera untuk
menuliskannya karena tidak ingin berpihak ke salah satu kubu. Mudah-mudahan
saja masalah kepemilikan dan kloning tim ini segera tuntas.
Namun saya tidak bisa melewatkan tayangan El Classico-nya
Indonesia antara Persib melawan Persija. Tidak peduli soal rivalitas yang besar
antar keduanya, saya menyukai kedua tim ini karena dalam garis keturunan ke atas, ada kakek-nenek yang berasal dari kedua kota tempat kedua tim bermarkas.
Pertandingan berlangsung imbang, karena Persija yang di atas
kertas materi permainannya jauh di bawah kualitas yang dipunyai tuan rumah
Persib ternyata mampu mengimbangi. Gol pembuka Kenji Adachihara hasil umpan
sundulan Sergio Van Dijk yang tidak mampu dihalau Ismed Sofyan mampu dibalas
oleh penalti yang diambil Pedro Javier Velasquez.
Namun setelah kapten Persija Fabiano Beltrame dikartu merah,
perlawanan Persija praktis usai. Ruang yang ditinggalkan bek tangguh ini
terlalu menganga sehingga pemain-pemain Persib merajalela. Persib kemudian
menambah dua gol lewat Van Dijk. Gol pertama didapat dari eksekusi penalti
mulus setelah Firman Utina dilanggar. Sebuah tendangan penalti yang keras dan
terarah dari pemain naturalisasi ini.
Van Dijk kemudian menjustifikasi kehebatannya dengan
mencetak gol tendangan jarak jauh yang elok dan tidak mampu dihalau kiper muda
Persija, Adixi, yang sebenarnya bermain cukup baik ini.
Laga yang seru, relatif bersih dan jauh dari keributan. Wasit
yang memimpin pertandingan juga tegas dan banyak mengeluarkan kartu untuk
pelanggaran-pelanggaran yang memang pantas diberi kartu (tidak seperti biasa). Sikap
pemain juga sportif kepada wasit. Saat diberi hukuman, protes hanya dilakukan
sewajarnya. Bahkan ketika Fabiano dikartu merah, ia menyalami wasit dan tidak
banyak protes.
Sepanjang laga, saya cukup dibuat terpesona oleh permainan
Van Dijk. Pergerakannya begitu efisien dan ia seperti tahu kemana arah bola akan
datang, ke mana arah permainan tim. Sentuhan-sentuhannya ringan, berkelas dan
effortless namun efektif. Hanya 3 sentuhan maksimal yang ia lakukan, tidak
repot dan tidak show off.
Umpan-umpannya juga bagus untuk ukuran seorang penyerang. Ia
mampu mengarahkan bola bukan sekadar kepada teman, namun juga ke ruang kosong
yang ditinggalkan pemain lawan. Kelihatan sekali memang level permainannya jauh
di atas pemain-pemain lainnya yang ada di lapangan. Bukan hanya itu, ia juga
kerap membantu pertahanan, menghalau bola dengan kepalanya, mencuri bola dengan
kemampuannya membaca permainan. Ia seperti ada di mana-mana, visinya sangat
eksepsional.
Singkatnya, Van Dijk mungkin adalah sosok pemain depan ideal
yang memang ditunggu-tunggu publik sepak bola kita untuk membela timnas
Indonesia. Dengan bekal didikan sepak bola yang bagus dari Groningen, Van Dijk
bisa menularkan kemampuannya kepada pemain lain.
Perjuangann Van Dijk yang sudah sejak 4 tahun lalu
mengemukakan keinginannya untuk membela timnasi Indonesia memang patut
diapresiasi. Soal kemampuan, tidak perlu diragukan lagi karena ia pernah
menjadi topskor A-League musim 2010/2011 saat bermain untuk Adelaide United dengan
mencetak 16 gol. Total, 25 gol ia telah sumbangkan bagi klub asal Australia
Selatan itu.
Semoga saja keinginan Serginho Van Dijk (Diambil dari nama
Serginho, pemain Brazil di Piala Dunia 1982 – tahun kelahirannya) untuk membela
timnas segera terwujud. Meski konflik dualisme masih belum selesai, namun
kembalinya 4 anggota Exco kepada PSSI semoga saja menjadi langkah awal
rekonsiliasi federasi, yang akan diawali oleh langkah pertama yaitu penyatuan
timnas.
Melihat sumbangsih 4 gol selama ini yang telah dibuatnya
untuk Persib, tidak salah jika harapan besar bobotoh dan tentunya publik
pendukung timnas tersemat kepadanya. Entah bermain di Indonesia akan berdampak
seperti apa pada karirnya, melihat bahwa Irfan Bachdim akhirnya hijrah ke
Thailand akibat permasalahan gaji dengan manajemen Persema. Semoga saja itu
tidak terjadi pada Van Dijk, juga pemain-pemain lainnya secara umum.
Terima kasih untuk tontonan yang seru dan sehat, Van Dijk.
No comments:
Post a Comment