David Villa, akankah Spanyol mampu berjaya tanpa gol-golnya? |
Spanyol telah bertransformasi dari sekadar
tim kaya talenta miskin prestasi menjadi tim impian yang bertalenta sekaligus
berprestasi. Siapa yang meragukan kehebatan tim yang mampu menjuarai dua
kejuaraan besar terakhir yaitu Piala Eropa 2008 dan Piala Dunia 2010?
Sebelum meraih gelar Euro 2008, Spanyol
sebenarnya selalu dipandang sebagai tim bagus yang diperhitungkan untuk
menjuarai turnamen. Kekayaan skuad mereka
sejak era Pep Guardiola, Fernando Hierro hingga awal 2000an dimana Raul
Gonzalez menjadi kapten tim seharusnya menjadi jaminan prestasi tertinggi.
Spanyol adalah tim yang memainkan sepakbola atraktif yang selalu
ditunggu-tunggu penonton, namun mereka bukanlah tim bertradisi juara.
Era dahaga gelar tersebut berakhir di tahun
2008. Skuad Luis Aragones mampu menjungkalkan Jerman di partai final Euro 2008
lewat gol tunggal cerdik Fernando Torres. Mungkin banyak yang sudah tahu bahwa partai
melawan Italia yang mereka menangakan lewat drama adu penalti setelah tendangan
Daniele De Rossi gagal membuahkan gol adalah titik balik mereka karena setelah
itu mereka secara perkasa mengatasi kuda hitam Rusia tiga gol tanpa balas lalu
mengalahkan Jerman di final. Sebuah siklus penuh prestasi dimulai. “Sebelumnya
kami hanya ingin lolos dari perempat final. Setelah berhasil melaluinya, semua
seakan menjadi lebih mudah bagi kami.” Kenang Xavi Hernandez.
Siapapun menyadari bahwa era penuh prestasi
Spanyol ditopang penuh oleh skuad Barcelona. Barcelona yang Anda kenal telah
memukau dunia ini telah memulai rentetan prestasinya saat ditukangi Frank Rijkaard
yang kemudian disempurnakan Pep Guardiola. Rijkaard telah membangkitkan sebuah
filosofi sepakbola terkenal Belanda yaitu Totaal Voetbaal warisan Johan Cruyff,
yang ironisnya tidak pernah mengecap prestasi kala dia bermain di tim nasional
Belanda.
Namun selain para punggawa Barcelona, Spanyol
juga berutang pada seorang pemain kelahiran Langreo, sebuah kota kecil di
region Asturias, bagian utara Spanyol 30 tahun lalu bernama David Villa
Sanchez. David Villa nyaris tidak menjadi pesepakbola jika bukan ayahnya yang
selalu mendorongnya. Sang ayah terus mendorong anaknya untuk mendaftar ke
akademi Sporting Gijon. Terbukti David Villa terhitung telat dalam memulai
petualangannya di sepakbola, karena dia memulainya di usia 14 tahun. Memang
dasarnya berbakat, pemain yang dijuluki El Guaje ini mampu menembus tim inti
hanya dua tahun setelah menghuni skuad B. Dengan modal 38 gol dari tiga tahun
pengabdiannya untuk Gijon senior, David Villa pindah ke Real Zaragoza.
Singkat cerita, David Villa angkat nama
setelah pindah ke Valencia. Dia mencetak total 108 gol bagi los ches dari 166
penampilannya. Rekor impresif golnya turut dibawa ke tim nasional. Striker
bertinggi 175 cm ini menjadi pencetak gol terbanyak di tiga turnamen besar yang
diikuti Spanyol. 3 gol di Piala Dunia 2006, 4 gol di Piala Eropa 2008 dan Piala
Dunia 2010. Jangan lupakan juga bahwa dia adalah topskor abadi tim nasional
Spanyol saat ini dengan torehan 51 gol dari 82 penampilan.
David Villa adalah salah satu striker
pencetak gol alami terbaik di dunia. Finishing touch yang brilian, tendangan
akurat yang tidak pernah menyiratkan keraguan adalah alasan mengapa klub
sesukses Barcelona rela mengeluarkan 40 juta euro demi mendapatkan tanda
tangannya. Musim pertama dijalaninya dengan kesuksesan menjuarai La Liga dan
Liga Champions, salah satu golnya menjungkalkan perlawanan Manchester United
dalam final di Stadion Wembley tahun lalu.
David Villa bukanlah alumni La Masia dimana
filosofi tiki taka tidak mengalir dalam permainannya. Jika mengamati permainannya di skuad Barca, David Villa seperti terasing dalam tim karena gaya permainannya tidak sama. Posisinya sebagai
penyerang memang tidak banyak melibatkannya terlalu banyak dalam permainan, namun
jika diberi ruang, dia akan langsung menjadikannya gol. Rasio golnya memang
menurun ketimbang yang dia torehkan di Valencia, tapi hal itu banyak
dikarenakan pergeseran posisinya ke sayap kiri untuk memberi tempat penyerang
tengah kepada si fenomenal Lionel Messi. Diversitas permainan el guaje terlihat dari gayanya menyisir sayap kiri dan mengirim cross ke kotak penalti, padahal Messi jarang menyantap bola-bola seperti itu. Gaya seperti itu bukanlah Barca banget. Jatah penalti yang sudah hak milik la
pulga juga turut menurunkan rasio golnya. Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa kehadirannya membuat serangan Barca semakin berbahaya. Tidak ada yang mampu melepas tembakan sebaik, seakurat, dan melepasnya di saat tidak terduga untuk mengejutkan kiper lawan, kecuali Messi mungkin.
Cedera retak tulang kering saat menghadapi Al
Saad di Piala Dunia Antarklub adalah bencana bukan hanya untuk sang striker,
tapi juga untuk Barcelona. Tanpa pemain yang telah mencetak 23 gol dalam satu
setengah musim ini, Barcelona harus rela hanya kebagian Copa Del Rey. Ketiadaan
pencetak gol alami yang mengandalkan insting dalam permainan sistematis
Barcelona sangat terlihat dari laga El Classico jilid dua La Liga. Kala itu,
Barcelona memang seperti biasa mengendalikan permainan, namun mereka baru
membuat tembakan ke gawang di babak kedua. Ketiadaan seorang striker oportunis
seperti dirinya belum mampu ditutup oleh barisan penggedor muda berbakat
Barcelona macam Cristian Tello atau Isaac Cuenca, bahkan Alexis Sanchez
sekalipun.
Imbas ke tim nasional Spanyol memang belum
terbukti. Bangkitnya Fernando Torres setelah dua musim hanya menjual kaus di
Chelsea sudah cukup mengurangi kekhawatiran Vicente Del Bosque akan ketajaman
skuadnya. Permainan tiki taka memang terus berjalan, namun di tim nasional, sistem
ini terbukti tidak menjadikan Spanyol tim yang produktif membobol gawang lawan.
Sajian teraktual di Piala Dunia 2010, Spanyol
hanya mencetak masing-masing satu gol sejak babak knock-out hingga menjadi
juara. Dalam tujuh gol yang total disarangkan Spanyol, empat diantaranya
disumbangkan oleh siapa? Siapa lagi kalau bukan David Villa. Spanyol boleh saja memiliki stok pemain berbakat yang melimpah, tapi andalan mereka untuk membuat gol tetap dipegang David Villa. Tanpa gol, sebuah tim tidak akan mampu menang. Dan selama ini ketergantungan Spanyol terhadap pemain berusia 30 tahun itu dalam mencetak gol terlampau besar. Di Euro 2008, dia memang absen di final. Namun gol-golnya berandil besar membawa skuad yang menduduki peringkat teratas FIFA ini melaju ke partai puncak.
Ketidakhadiran Carles Puyol, tidak stabilnya
performa Gerard Pique musim ini dan merenggangnya hubungan antar pemain
Barcelona dan Real Madrid akibat El Classico yang kerap dipanas-panasi oleh
Jose Mourinho adalah kendala lain yang harus diatasi oleh Spanyol. Keberhasilan
meraih dua gelar besar dalam dua turnamen terakhir memang membuat publik tetap menempatkan La
Furia Roja sebagai unggulan, namun Xavi Hernandez sendiri seperti menyiratkan
bahwa rasa penasaran gelar mereka telah usai. "Jika kami gagal menjuarai Euro 2012 maka hal ini bukanlah kegagalan karena kami telah memenangi Euro dan Piala Dunia di dua keikutsertaan terakhir kami."
Lalu, apakah Spanyol akan mampu melangkah jauh?
Tergantung Fernando Torres.
Ternyata Spanyol mampu memutar balikkan prediksi di tulisan ini bung...
ReplyDeleteYah namanya juga prediksi.. hehehe.. makanya untung ada Torres.
ReplyDelete