Pages

Tuesday, June 5, 2012

David Villa, alasan Euro 2012 bukan milik Spanyol

David Villa, akankah Spanyol mampu berjaya tanpa gol-golnya?

Spanyol telah bertransformasi dari sekadar tim kaya talenta miskin prestasi menjadi tim impian yang bertalenta sekaligus berprestasi. Siapa yang meragukan kehebatan tim yang mampu menjuarai dua kejuaraan besar terakhir yaitu Piala Eropa 2008 dan Piala Dunia 2010?

Sebelum meraih gelar Euro 2008, Spanyol sebenarnya selalu dipandang sebagai tim bagus yang diperhitungkan untuk menjuarai turnamen. Kekayaan skuad mereka  sejak era Pep Guardiola, Fernando Hierro hingga awal 2000an dimana Raul Gonzalez menjadi kapten tim seharusnya menjadi jaminan prestasi tertinggi. Spanyol adalah tim yang memainkan sepakbola atraktif yang selalu ditunggu-tunggu penonton, namun mereka bukanlah tim bertradisi juara.

Era dahaga gelar tersebut berakhir di tahun 2008. Skuad Luis Aragones mampu menjungkalkan Jerman di partai final Euro 2008 lewat gol tunggal cerdik Fernando Torres. Mungkin banyak yang sudah tahu bahwa partai melawan Italia yang mereka menangakan lewat drama adu penalti setelah tendangan Daniele De Rossi gagal membuahkan gol adalah titik balik mereka karena setelah itu mereka secara perkasa mengatasi kuda hitam Rusia tiga gol tanpa balas lalu mengalahkan Jerman di final. Sebuah siklus penuh prestasi dimulai. “Sebelumnya kami hanya ingin lolos dari perempat final. Setelah berhasil melaluinya, semua seakan menjadi lebih mudah bagi kami.” Kenang Xavi Hernandez.

Siapapun menyadari bahwa era penuh prestasi Spanyol ditopang penuh oleh skuad Barcelona. Barcelona yang Anda kenal telah memukau dunia ini telah memulai rentetan prestasinya saat ditukangi Frank Rijkaard yang kemudian disempurnakan Pep Guardiola. Rijkaard telah membangkitkan sebuah filosofi sepakbola terkenal Belanda yaitu Totaal Voetbaal warisan Johan Cruyff, yang ironisnya tidak pernah mengecap prestasi kala dia bermain di tim nasional Belanda.

Namun selain para punggawa Barcelona, Spanyol juga berutang pada seorang pemain kelahiran Langreo, sebuah kota kecil di region Asturias, bagian utara Spanyol 30 tahun lalu bernama David Villa Sanchez. David Villa nyaris tidak menjadi pesepakbola jika bukan ayahnya yang selalu mendorongnya. Sang ayah terus mendorong anaknya untuk mendaftar ke akademi Sporting Gijon. Terbukti David Villa terhitung telat dalam memulai petualangannya di sepakbola, karena dia memulainya di usia 14 tahun. Memang dasarnya berbakat, pemain yang dijuluki El Guaje ini mampu menembus tim inti hanya dua tahun setelah menghuni skuad B. Dengan modal 38 gol dari tiga tahun pengabdiannya untuk Gijon senior, David Villa pindah ke Real Zaragoza.

Singkat cerita, David Villa angkat nama setelah pindah ke Valencia. Dia mencetak total 108 gol bagi los ches dari 166 penampilannya. Rekor impresif golnya turut dibawa ke tim nasional. Striker bertinggi 175 cm ini menjadi pencetak gol terbanyak di tiga turnamen besar yang diikuti Spanyol. 3 gol di Piala Dunia 2006, 4 gol di Piala Eropa 2008 dan Piala Dunia 2010. Jangan lupakan juga bahwa dia adalah topskor abadi tim nasional Spanyol saat ini dengan torehan 51 gol dari 82 penampilan.

David Villa adalah salah satu striker pencetak gol alami terbaik di dunia. Finishing touch yang brilian, tendangan akurat yang tidak pernah menyiratkan keraguan adalah alasan mengapa klub sesukses Barcelona rela mengeluarkan 40 juta euro demi mendapatkan tanda tangannya. Musim pertama dijalaninya dengan kesuksesan menjuarai La Liga dan Liga Champions, salah satu golnya menjungkalkan perlawanan Manchester United dalam final di Stadion Wembley tahun lalu.

David Villa bukanlah alumni La Masia dimana filosofi tiki taka tidak mengalir dalam permainannya. Jika mengamati permainannya di skuad Barca, David Villa seperti terasing dalam tim karena gaya permainannya tidak sama. Posisinya sebagai penyerang memang tidak banyak melibatkannya terlalu banyak dalam permainan, namun jika diberi ruang, dia akan langsung menjadikannya gol. Rasio golnya memang menurun ketimbang yang dia torehkan di Valencia, tapi hal itu banyak dikarenakan pergeseran posisinya ke sayap kiri untuk memberi tempat penyerang tengah kepada si fenomenal Lionel Messi. Diversitas permainan el guaje terlihat dari gayanya menyisir sayap kiri dan mengirim cross ke kotak penalti, padahal Messi jarang menyantap bola-bola seperti itu. Gaya seperti itu bukanlah Barca banget. Jatah penalti yang sudah hak milik la pulga juga turut menurunkan rasio golnya. Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa kehadirannya membuat serangan Barca semakin berbahaya. Tidak ada yang mampu melepas tembakan sebaik, seakurat, dan melepasnya di saat tidak terduga untuk mengejutkan kiper lawan, kecuali Messi mungkin.

Cedera retak tulang kering saat menghadapi Al Saad di Piala Dunia Antarklub adalah bencana bukan hanya untuk sang striker, tapi juga untuk Barcelona. Tanpa pemain yang telah mencetak 23 gol dalam satu setengah musim ini, Barcelona harus rela hanya kebagian Copa Del Rey. Ketiadaan pencetak gol alami yang mengandalkan insting dalam permainan sistematis Barcelona sangat terlihat dari laga El Classico jilid dua La Liga. Kala itu, Barcelona memang seperti biasa mengendalikan permainan, namun mereka baru membuat tembakan ke gawang di babak kedua. Ketiadaan seorang striker oportunis seperti dirinya belum mampu ditutup oleh barisan penggedor muda berbakat Barcelona macam Cristian Tello atau Isaac Cuenca, bahkan Alexis Sanchez sekalipun.

Imbas ke tim nasional Spanyol memang belum terbukti. Bangkitnya Fernando Torres setelah dua musim hanya menjual kaus di Chelsea sudah cukup mengurangi kekhawatiran Vicente Del Bosque akan ketajaman skuadnya. Permainan tiki taka memang terus berjalan, namun di tim nasional, sistem ini terbukti tidak menjadikan Spanyol tim yang produktif membobol gawang lawan.

Sajian teraktual di Piala Dunia 2010, Spanyol hanya mencetak masing-masing satu gol sejak babak knock-out hingga menjadi juara. Dalam tujuh gol yang total disarangkan Spanyol, empat diantaranya disumbangkan oleh siapa? Siapa lagi kalau bukan David Villa. Spanyol boleh saja memiliki stok pemain berbakat yang melimpah, tapi andalan mereka untuk membuat gol tetap dipegang David Villa. Tanpa gol, sebuah tim tidak akan mampu menang. Dan selama ini ketergantungan Spanyol terhadap pemain berusia 30 tahun itu dalam mencetak gol terlampau besar. Di Euro 2008, dia memang absen di final. Namun gol-golnya berandil besar membawa skuad yang menduduki peringkat teratas FIFA ini melaju ke partai puncak.

Ketidakhadiran Carles Puyol, tidak stabilnya performa Gerard Pique musim ini dan merenggangnya hubungan antar pemain Barcelona dan Real Madrid akibat El Classico yang kerap dipanas-panasi oleh Jose Mourinho adalah kendala lain yang harus diatasi oleh Spanyol. Keberhasilan meraih dua gelar besar dalam dua turnamen terakhir memang membuat publik tetap menempatkan La Furia Roja sebagai unggulan, namun Xavi Hernandez sendiri seperti menyiratkan bahwa rasa penasaran gelar mereka telah usai. "Jika kami gagal menjuarai Euro 2012 maka hal ini bukanlah kegagalan karena kami telah memenangi Euro dan Piala Dunia di dua keikutsertaan terakhir kami."

Lalu, apakah Spanyol akan mampu melangkah jauh?

Tergantung Fernando Torres.

2 comments:

  1. Ternyata Spanyol mampu memutar balikkan prediksi di tulisan ini bung...

    ReplyDelete
  2. Yah namanya juga prediksi.. hehehe.. makanya untung ada Torres.

    ReplyDelete