Pages

Tuesday, June 19, 2012

Juventus dan The Operation of Number 9

Andrea Pirlo, The Architect

Tahun ini bisa dibilang adalah tahunnya Juventus di kompetisi kasta tertinggi liga Italia. Bagaimana tidak, dengan pelatih baru, skuad mayoritas Italiano dan stadion milik sendiri Juventus mampu menjuarai seri a tanpa terkalahkan. Juventus adalah pilot project sukses yang akan segera diikuti oleh klub-klub Italia.

Claudio Marchisio mengatakan bahwa Antonio Conte mengembalikan mental pemenang milik Juventus, dengan sebutan terkenal lo spirito Juve. Conte menggunakan formasi 4-2-4 dengan menekankan pada serangan sayap yang intens serta dukungan dua gelandang tengah yang dinamis.




Formasi Juventus diawal musim. Sumber: Zonal Marking (www.zonalmarking.net)

Juventus sebenarnya tidak menggebrak secara meyakinkan di bursa transfer musim panas lalu. Nama-nama macam Kun Aguero dan Giuseppe Rossi sempat didengungkan bakal merapat ke Juventus Stadium namun nyatanya Aguero malah ke Manchester City dan Rossi menetap di Villareal. Namun Juventus sebagai gantinya mendatangkan sederet pemain dengan reputasi lumayan, yang akhirnya menjadi katalis dalam penampilan gemilang si nyonya tua sepanjang musim 2011/2012.

Gelandang bertenaga kuda Arturo Vidal bermain cemerlang sepanjang musim. Mirko Vucinic mencetak beberapa gol penting yang menyumbangkan poin penentu scudetto, Stephan Liechsteiner juga mampu mengisi lubang di lini pertahanan sebelah kanan. Namun transfer tersukses Juventus mengerucut pada Andrea Pirlo. Pemain ini dianggap sudah habis oleh mantan klubnya, Milan, namun siapa sangka di Juventus dia menjelma menjadi pemain kunci yang membawa si nyonya tua dari Turin ini menggapai scudetto ke 28 mereka (30 jika dua scudetto pada era calciopoli diakui). Pirlo musim 2011/2012 adalah salah satu pemain dengan jumlah passing dan key passes terbanyak di Eropa.

Maraknya skema tiga bek yang diterapkan oleh sebagian klub Seri a membuat Conte berpikir untuk menerapkannya pada tim. Conte memiliki tiga center-back tangguh dalam diri Barzagli, Leonardo Bonucci dan Giorgio Chiellini. Kemampuan Emanuelle Giaccherini dan Stephan Liechsteiner juga dimanfaatkannya dalam mengamankan kedua sisi lapangan. Belakangan, formasi ini diterapkan Cesare Prandelli di timnas Italia. Dengan formasi ini, Juventus sangat kuat di lini belakang sekaligus menguasai lini tengah karena unggul jumlah pemain. Prinsip spare man ini pula yang diterapkan oleh Marcelo Bielsa di tim nasional Chile sebelum melatih Athletic Bilbao musim ini.

Formasi 3 bek Juventus di putaran kedua kompetisi

Keberhasilan menjuarai seri a dan mengikuti ajang Liga Champions membuat Juventus memiliki rencana pembenahan skuad. Lini depan sering dianggap titik lemah Juventus. Ketiadaan penyerang kelas dunia disinyalir akan membuat Juve sulit bersaing di level Eropa, serta mempertahankan gelar Seri a. Nama-nama besar macam Gonzalo Higuain, Robin Van Persie hingga Edinson Cavani disebut-sebut menjadi incaran utama Juve dengan budget 30 juta euro.

Keberadaan sesosok prima punta handal akan menjadikan Juve tim yang sempurna. Sebutan tim sempurna Juve pernah disematkan kala mereka diperkuat oleh Zinedine Zidane di tengah bersama Didier Deschamps, Edgar Davids dan Angelo Di Livio mendukung dua penyerang tajam Alex Del Piero dan Pippo Inzaghi.


Juventus 2006 sampai sekarang





Musim
Pos
Kompetisi
Pelatih
Direktur Olahraga
Presiden
Transfer in (Dalam juta Pound)
Transfer out (Dalam juta pound)
2006/2007
1
Seri b
Didier Deschamps
Alessio Secco
Giovanni Cobolli Gigli
3,5
74
2007/2008
3
Seri a
Claudio Ranieri
Alessio Secco
Giovanni Cobolli Gigli
64
27
2008/2009
3
Seri a
Claudio Ranieri & Ciro Ferrara
Alessio Secco
Giovanni Cobolli Gigli
35.5
27.4
2009/2010
7
Seri a
Ciro Ferrara & Alberto Zaccheroni
Alessio Secco
Jean-Claude Blanc
52
12
2010/2011
7
Seri a
Luigi Del Neri
Giuseppe Marotta
Andrea Agnelli
53
32
2011/2012
1
Seri a
Antonio Conte
Giuseppe Marotta
Andrea Agnelli
83
15

Terdegradasinya Juventus ke Seri b musim 2006/2007 akibat skandal calciopoli membuat mereka kehilangan sebagian besar pendapatannya, terutama dari media. Terdapat penurunan sebanyak 19% revenue yang berasal dari media. Sederhana, karena mereka bermain di Seri b dan tidak berkompetisi di kejuaraan Eropa. Mereka bergerak cepat dengan menjual beberapa pemain bintangnya. Total mereka meraih hampir 74 juta poundsterling, yang meliputi penjualan Zlatan Ibrahimovic, Patrick Vieira (keduanya ke Inter) Gianluca Zambrotta, Lilian Thuram (keduanya ke Barcelona) dan Fabio Cannavaro, Emerson (keduanya ke Real Madrid), Adrian Mutu (ke Fiorentina). Mereka juga menghemat biaya gaji hingga 33 juta. Pelatih Didier Deschamps yang juga mantan punggawa la vecchia signora di tahun 90an didatangkan menggantikan Fabio Capello.

Mereka kembali ke Seri a bermodalkan para loyalis sebagai poros permainan. Menetapnya Gianluigi Buffon, Mauro Camoranesi, Pavel Nedved dan Alessandro Del Piero membuat mereka seolah haram jika terlalu lama berkubang di Seri b. Meskipun Deschamps mengundurkan diri hanya beberapa pekan sebelum kompetisi Seri b usai, namun tidak mengganggu kampanye Juve kembali ke Seri a. Claudio Ranieri ditunjuk untuk menahkodai si nyonya tua karena dikenal mampu mereparasi tim yang tengah mencoba bangkit, seperti julukannya the tinkerman.

Sekembalinya ke Seri a, Alessio Secco langsung melakukan sejumlah pembelian mahal diantaranya Mohamed Sissoko. Sergio Almiron, Jorge Andrade, Tiago Mendes dan Vicenzo Iaquinta didatangkan dengan total 65 juta poundsterling. Hasilnya mereka menduduki posisi ketiga dan langsung bermain di Liga Champions. Hanya semusim di Seri b dan langsung bermain di kompetisi tertinggi Eropa adalah pembuktian semangat bangkit sang raksasa Italia.

Namun sayang selanjutnya Alessio Secco menunjukkan ketidakcakapannya sebagai direktur olahraga. Di dua musim selanjutnya Secco malah menghamburkan dana sangat besar untuk menggaet pemain-pemain yang nantinya malah tidak banyak membantu mengerek prestasi tim. Pemain-pemain semisal Christian Poulsen, Amauri, Felipe Melo dan Diego Ribas sungguh tidak sepadan kontribusinya dibanding banderol dan gaji besar mereka. Musim 2008/2009 kembali mereka akhiri dengan duduk di posisi tiga. Hasil yang tidak memuaskan bagi para Juventini, semakin menegaskan bahwa Ranieri bukanlah pelatih yang mampu membawa sebuah tim menjadi juara. Posisi ketiga tersebut bahkan andil dari Ciro Ferrara, yang menggantikan Ranieri menjelang berakhirnya musim akhibat rangkaian hasil buruk. Ferrara membawa Juve finis di posisi tiga.

Diego Ribas dan Felipe Melo adalah duo paling flop di musim 2009/2010. Dibeli dengan total lebih dari 50 juta euro, duet pemain ini tampil mengecewakan. Padahal, kehadiran Diego sudah diantisipasi dengan mengubah pola 4-4-2 flat menjadi 4-3-1-2 untuk memberikan posisi classic number ten kepada bintang yang bersinar saat bermain di Werder Bremen ini. Sederet gelandang pekerja juga disiapkan untuk menciptakan kenyamanan bagi Diego menggunakan otak kirinya untuk mengkreasi permainan. Namun kompleksitas permainan sepakbola Italia, terutama ketiadaan ruang yang luas untuk berkreasinya seorang nomor 10 klasik membuat pemain yang kini bersinar lagi bersama Atletico Madrid itu tidak mampu membuktikan kapabilitasnya. Kehadiran Ferrara di awal musim yang sebenarnya menjanjikan, berubah menjadi mimpi buruk yang berakibat mantan bek tangguh ini harus kehilangan jabatannya. Saat Ferrara lengser tiga bulan sebelum kompetisi usai, posisi Juve berada di urutan ke enam. Alberto Zaccheroni yang ditunjuk menggantikannya menjalani sisa musim, tidak lebih baik darinya karena Juve anjlok ke posisi 7.

Kedatangan Andrea Agnelli di musim 2010/2011 menggusur Jean-Claude Blanc membawa angin perubahan. Agnelli mengganti Zaccheroni dan Alessio Secco dengan duet sukses Sampdoria, Luigi Del Neri dan Giuseppe Marotta. Marotta memang bagus di Sampdoria, dan mampu menarik atensi pemain-pemain dari klub papan tengah. Tapi dengan belum berpengalamannya Beppe di klub besar, negosiasi dengan para pemain incaran menjadi mandek. Marotta hanya berhasil mendatangkan pemain sekelas Luca Toni, Leonardo Bonucci, Andrea Barzagli dan Milos Krasic. Bahkan transfer flop juga sempat ia ukir dengan kedatangan Jorge Martinez dari Catania yang menyedot kas klub hingga 10 juta pound.

Meski demikian, Marotta mampu menekan biaya gaji pemain-pemain bereputasi lumayan tersebut. Bonucci mau digaji 1,8 juta euro per tahun. Bandingkan dengan era Secco, yang terus-terusan menggaji pemain macam Amauri, Poulsen dan Zebina dengan kisaran 4 juta euro setahun. Kesuksesan transfer Marotta baru membuahkan hasil ketika Conte menjadi pelatih. Seperti disebutkan diawal, transfer Marotta mampu menyediakan figur-figur kunci dalam perjalanan tak terkalahkan Juve. Pemain-pemain yang dibeli musim sebelumnya juga mampu bermain baik di musim keduanya, macam Bonucci dan Barzagli.

Jika Marotta dinilai dari hasil rekrutan dan kemampuannya menyeimbangkan keuangan, tidak dengan Del Neri. Pelatih yang pernah menangani FC Porto tersebut memang meyakinkan di awal kompetisi, namun ujung-ujungnya hanya membawa Juve ke posisi sama seperti tahun lalu yaitu posisi ke 7. Lebih buruk lagi, Juve tidak mengikuti kejuaraan Eropa sama sekali musim depannya.


Juventus Football Club SpA




Income Statement




For Period June 2008 - June 2011




(In Million Euros)




Period
Jun-30
Jun-30
Jun-30
Jun-30

2008
2009
2010
2011
Description
Restated
Restated
Reclassified
TOTAL REVENUES
     203.70
     240.40
     219.70
     172.10
Cost of Goods Sold
     127.20
     143.90
     145.30
     159.70
GROSS PROFIT
       76.60
       96.50
       74.40
       12.30
OPERATING INCOME
         2.90
       13.90
         9.00
      (72.80)
EBT, INCLUDING UNUSUAL ITEMS
        (9.40)
       13.40
         2.10
      (93.80)
Income Tax Expense
       11.40
         6.80
       13.00
         1.60
Earnings from Continuing Operations
      (20.80)
         6.60
      (11.00)
      (95.40)
NET INCOME
      (20.80)
         6.60
      (11.00)
      (95.40)
NET INCOME TO COMMON INCLUDING EXTRA ITEMS
      (20.80)
         6.60
      (11.00)
      (95.40)
NET INCOME TO COMMON EXCLUDING EXTRA ITEMS
      (20.80)
         6.60
      (11.00)
      (95.40)

Sumber: Bloomberg

Dari data diatas dapat dilihat bahwa Juventus mengalami penurunan pendapatan hingga 40 juta euro dalam 2010 dan 2011. Ini adalah buntut dari buruknya prestasi di musim 2009/2010 dan kemudian 2010/2011. Ketidakturutsertaan mereka dari kompetisi Eropa membuat mereka kehilangan potensi 30 juta euro, belum termasuk gate receipt. Penurunan revenue mereka mempengaruhi peringkat mereka dalam Deloitte Football Money League. Jika sebelumnya mereka masih mampu menduduki posisi 10 besar, kini mereka terlempar dari grup elit tersebut. Hal ini menunjukkan kurang sehatnya performa keuangan mereka. Hikmahnya, Juve menjadi fokus di kompetisi lokal. Conte yang baru ditunjuk di awal musim mampu membawa eks klubnya kala bermain tersebut juara Seri a dan mencapai babak final Coppa Italia.
Meskipun mampu mendapatkan pemain-pemain bagus dengan gaji yang ditekan, namun jika dijumlahkan secara kolektif, gaji pemain-pemain si nyonya tua termasuk yang terbesar di Italia. Mereka menduduki peringkat ketiga dibawah Inter dan AC Milan.
Prestasi jelek mereka memang harus dibayar mahal dengan penurunan performa finansial. Tuntutan Financial Fair Play menjadi lampu kuning bagi mereka seperti halnya seluruh klub yang mengikuti kompetisi dibawah naungan UEFA. Ketidakmampuan melewati fase monitoring akan membuat klub ini tidak diperbolehkan mengikuti kompetisi UEFA. Penjualan pemain-pemain seperti Milos Krasic, Eljero Elia maupun Amauri adalah wajib hukumnya jika mereka ingin selamat dari fase monitoring, sekaligus membeli pemain depan berkualitas dunia.
 
Tidak seperti AC Milan, Juventus memang bukan tipikal klub yang menjual pemain bintangnya dengan harga mahal untuk menyehatkan neraca klub. Tidak heran karena kondisi keuangan mereka relatif lebih sehat ketimbang Milan dari sisi laba. Dari sisi penerimaan, Milan memang lebih unggul dari Juve, namun tindakan efisiensi Juve terutama saat mereka terdegradasi sangat krusial dalam menstabilkan keuangan klub.

Namun kondisi Juve juga tidak seperti Milan yang memiliki pemain bintang berharga mahal jika sewaktu-waktu diperlukan untuk dijual. Milan dapat dengan mudah merombak skuad atau membeli pemain-pemain baru yang mereka inginkan dengan cara menjual satu atau dua bintang mereka. Dalam kasus Juventus, mereka perlu pemikiran yang lebih mendalam jika ingin membeli seorang pemain mahal.
Juventus Football Club SpA
Income Statement
Projection of 2012/2013
(In Million Euros)
Period
Jun-30

2013
Description
PROJECTION
TOTAL REVENUES
             240.31
Cost of Goods Sold
             167.69
GROSS PROFIT
               72.63
OTHER OPERATING EXPENSES, TOTAL
               89.36
OPERATING INCOME
              (16.73)
EBT, INCLUDING UNUSUAL ITEMS
              (18.41)
Income Tax Expense
1.76
Earnings from Continuing Operations
              (20.17)
NET INCOME
              (20.17)
NET INCOME TO COMMON INCLUDING EXTRA ITEMS
              (20.17)
NET INCOME TO COMMON EXCLUDING EXTRA ITEMS
              (20.17)

Operation of The number 9

Kebutuhan klub yang bermarkas di stadion berkapasitas 41 ribu penonton akan striker haus gol berkelas dunia memang tinggi, namun mereka harus menghitung proyeksi keuangan mereka. Pendapatan dan biaya asli klub seperti media, merchandising, penjualan pemain, gate receipt maupun sponsorship akan menjadi acuan tim UEFA menilai kelayakan klub di fase monitoring yang di dua tahun pertama mulai tahun depan menyaratkan rugi sebesar 45 juta euro ini.

Swiss Ramble mengutip pernyataan dari ketua FICG (Federasi Sepakbola Italia) Giancarlo Abete bahwa model bisnis klub Italia saat ini memiliki kesulitan dalam bertahan dan tidak kompetitif. Untuk itu, kebijakan pemerataan hak siar, dimana klub besar hanya mendapat jatah 40% dan sisanya dibagi rata dengan proporsi tertentu menuntut klub untuk mengembangkan potensi pendapatan asli klub lainnya seperti merchandising, gate receipt, maupun sponsorship. Klub-klub dituntut menjalankan kegiatannya secara profesional dan berorientasi laba. 

Dengan kelolosan ke Liga Champions, pendapatan sebesar 30 juta euro hasil match fee dan TV rights dapat mereka pergunakan, belum lagi pengoperasian Juventus Stadium, yang sudah dihitung akan mampu mendatangkan keuntungan 21 juta euro. Dengan kondisi ini ditambah penjualan pemain-pemain mahal yang tak terpakai, sang nomor 9 berharga 30 juta euro siap didatangkan.

2 comments: