Pages

Friday, July 7, 2017

Buku Pertemanan Bernama La Storia, Kisah-Kisah Menarik AC Milan Era Berlusconi

Penampakan Buku (foto: Ahmad Syakib)

Ide yang direalisasikan jelas lebih baik ketimbang hanya mengendap di kepala atau sekadar dibicarakan sambil lalu. Ketika suatu masa menjadi begitu berkesan, tentunya sayang sekali jika runtutan kejadian itu tidak dicatat dengan rapi. Memori demi memori indah ini akan rata tergulung oleh banjir konten-konten digital yang semakin sulit dibendung. Kepala kita akan cepat penuh dengan informasi-informasi, baik penting atau tidak penting, fakta atau hoax, dan karenanya kita akan hidup sebagai manusia dengan memori jangka pendek.

Jika membicarakan AC Milan sekarang ini, boleh jadi kita sudah lupa dengan kehebatan seorang Marco Van Basten. Tidak usahlah Van Basten yang eranya sudah lewat nyaris tiga dekade, dengan George Weah atau Jon Dahl Tomasson atau Maurizio Ganz saja mungkin sudah lupa. Semuanya akan dengan mudah disapu bersih oleh meme, video pendek atau media-media lain yang begitu masif memberitakan sepak bola pada era kekinian.

Maka ketika keinginan menuliskan kisah-kisah mengesankan ini bersambut dengan ajakan dari dua orang kawan bernama Ahmad Syakib dan Haryadi “Koebil” Mulyana yang berkecimpung di penerbitan buku Tukang Kawos, dengan penuh syukur saya perkenalkan buku La Storia, Kisah-Kisah Menarik AC Milan Era Berlusconi. Padahal tadinya saya ragu mereka mau menerima ide ini. “Emangnya di zaman Madrid-Barcelona dan hegemoni klub-klub Inggris kaya sekarang masih banyak yang ngikutin Milan? Apalagi beli buku yang bahas Milan,” tanya saya waktu itu pada Syakib, yang dijawabnya dengan enteng. “Udah, buat aja dulu. Gak usah mikirin ada yang baca apa enggak.”

Ya, penyusunan buku ini jadi lebih mudah karena faktor pertemanan tadi dengan dua abang-abang yang tidak hanya doyan begadang, tapi juga tipe pekerja keras yang tidak pernah ragu melangkah dan selalu berani mencoba hal-hal baru, termasuk di dalamnya menerbitkan buku ini (udah kaya testimoni kisah sukses aja nih).

Pada saat menyusunnya, saya betul-betul diberi kebebasan dalam mengeksplorasi tema buku. Paling-paling, saya diberikan referensi bacaan dan arahan-arahan soal topik yang memang dirasa perlu saja. Saya yang mulai mendukung Milan sejak musim 1994-95 juga sedikit mengambil konten dari tulisan-tulisan di blog ini, lalu melakukan penyuntingan dan pemutakhiran data. Yang ada saya malah merasa tidak enak karena penerbit tidak membebankan target ini-itu, seperti yang Syakib bilang tadi. Faktor bantuan luar biasa dari teman juga saya rasakan betul ketika memikirkan sampul (cover) buku. Alhamdulillah, idola kita semua, Galih Satrio di tengah kesibukannya bersedia mendesain sampul buku buat saya dan mengijinkan beberapa gambar yang telah dibuatnya untuk saya jadikan teaser.


Penampakan cover depan dan belakang. Designed by: Galih Satrio

Tidak lupa, berkat teman-teman yang lain, buku ini jadi ramai dan terkesan wah (padahal banyak kekurangannya) karena beberapa nama yang tidak asing lagi di telinga kita bersedia menuliskan kata pengantar, sebut saja Marini Saragih yang walaupun belum pernah bertemu muka, tapi sudah lama saya kenal sebagai sesama rekan pencinta sepak bola yang tulisan-tulisannya selalu dinantikan. Lalu ada Bagus Priambodo, seorang jurnalis media nasional penuh ide kreatif tentang sepak bola nasional, yang beberapa kali pernah nongkrong dan ngopi bareng. 

Dan alangkah beruntungnya saya ketika Andibachtiar Yusuf—yang karya-karyanya saya kagumi dan kebetulan ia juga salah satu pemilik penerbitan Tukang Kawos—bersedia membantu mengumpulkan kata pengantar dari beberapa tokoh terkenal yang sebelumnya saya tidak pernah bayangkan bisa berinteraksi. Mereka adalah Toel Maldini (presiden kelompok suporter Milanisti Indonesia), Gading Marten (presenter, aktor, public figure) dan Ricardo Salampessy (pemain timnas Indonesia dan Persipura Jayapura). Hal-hal semacam ini belum tentu bisa terulang lagi buat saya.

Sedikit membahas isi buku, mengapa bahasan dipersempit ke suatu era yang sudah lewat? Tentu alasannya karena saya tumbuh besar berbarengan dengan era itu. Masa kanak-kanak dan remaja di mana saat itu saya masih punya banyak waktu untuk menonton siaran langsung pada malam atau dini hari, berbeda dengan hari-hari penuh pertimbangan ini-itu sekarang ini. Era Berlusconi pula yang menurut pandangan saya memiliki peran yang besar mengubah wajah industri sepak bola Eropa pada umumnya. Baik buruknya industri sepak bola yang kita saksikan sekarang ini, dapat dikatakan ada andil seorang Silvio Berlusconi. 

Tidak hanya soal industri, era Berlusconi ini juga menghasilkan tim-tim berpengaruh yang juga dilatih juru taktik legendaris seperti Arrigo Sacchi, Fabio Capello dan Carlo Ancelotti. Di buku ini, saya mencoba membahas era demi era ini, termasuk cerita menarik dari para pemain yang tidak hanya pemain terkenal, tetapi juga para pemain flop atau para cameo yang pernah mencatatkan namanya sebagai bagian dari skuat Milan. Sisi lain yang dimiliki Milan pada era ini juga menghadirkan cerita-cerita unik dan mengejutkan, yang membedakan klub ini dengan klub lain.

Kebetulan memang era Silvio Berlusconi baru saja berakhir pada April 2017, untuk kemudian Milan menyongsong era baru bersama manajemen baru. Menurut saya, ini adalah momen yang tepat untuk menerbitkan kumpulan tulisan yang menjabarkan era ini. Tetapi walaupun mayoritas isi buku membahas era Berlusconi, tapi saya juga sedikit membahas tentang era sebelum Berlusconi dan juga kiprah manajemen baru beserta harapan-harapan, yang saya sertakan juga sedikit tanda tanya di sana.

Saya hanyalah penggemar layar kaca yang mengikuti perjalanan Milan melalui televisi, internet atau tabloid atau majalah yang pernah saya baca. Saya belum pernah ke Milan, belum tahu seperti apa suasana di San Siro atau Milanello, belum paham betul hal-hal yang terjadi langsung di episentrum Milan. Saya yakin lebih banyak teman-teman lain yang tentunya lebih paham Milan luar-dalam dan karena itulah buku ini masih jauh dari sempurna. Pemikiran-pemikiran dan opini-opini yang saya tulis di buku ini, belum tentu juga semuanya setuju.

Terima kasih kepada teman-teman atas sambutannya pada buku ini, atas pertanyaan-pertanyaan, atas kesediaannya memesan dan menantikan. Sangat berarti buat saya.

Oh iya, buku ini statusnya masih Pre-Order (PO) hingga tanggal 15 Juli 2017. Saat tulisan ini dibuat, buku masih dalam proses cetak. Bagi yang memesan sebelum PO ditutup, penerbit rencananya akan memberikan merchandise menarik, dan buku juga akan ditandatangani langsung oleh penulis (ehem!)

Pemesanan dapat dilakukan langsung melalui penerbit Tukang Kawos (Instagram ID: tukangkawos, dapat menghubungi nomor yang ada di bio). 

Selain langsung ke penerbit, saya juga berterima kasih kepada pihak-pihak yang bersedia menjadi reseller. Untuk saat ini, pihak reseller dapat dihubungi melalui akun Twitter berikut: 
@pilihbuku 
@infosupporter 
@superdepokcyber
@seriea_lawas90. 

Pihak penerbit juga masih membuka kesempatan kepada siapa saja yang berminat menjadi reseller. 

Khusus untuk member Milanisti Indonesia, silakan menghubungi akun @Merchandise_MI dan dapatkan harga spesial.

Akhir kata, semoga teman-teman semua selalu sehat dan sukses.


-Aditya Nugroho, Juli 2017-

Monday, June 26, 2017

Milan Mercato: Mulai Ruwet

Pasca mendapatkan tanda tangan Andre Silva, penyerang Portugal berusia 21 tahun, aktivitas Milan pada bursa transfer pemain melambat. Selain saga perpanjangan kontrak Gianluigi Donnarumma yang setidaknya masih harus menunggu hingga sang pemain mengakhiri kiprahnya di Piala Eropa U-21, ada beberapa pertimbangan ekonomis lain yang membuat Milanisti harus mesti bersabar menunggu.

Pertimbangan ekonomis dimaksud adalah harga para pemain incaran yang berada di atas anggaran Milan. Harga dari tiga target yang telah diumumkan, yaitu Andrea Conti, Lucas Biglia dan Nikola Kalinic masih terlalu tinggi. Khusus Conti, Milan disebut sedikit lagi mencapai kata sepakat dengan Atalanta.

Mengapa persoalan ini membuat Milan begitu sulit bergerak tidak semudah ketika mendapatkan Andre Silva, Franck Kessie, Ricardo Rodriguez dan Mateo Musacchio? Tidak lain karena Milan ini sudah harus cermat bermain-main dengan anggaran yang telah mereka tetapkan.

Milan disebut memiliki anggaran 130 juta euro untuk dibelanjakan di bursa transfer. Total harga empat pemain yang telah berhasil didatangkan tadi adalah 82 juta euro (Rodriguez dan Musacchio masing-masing 18 juta, Kessie 8 juta loan fee, Andre Silva (38 juta). Ini berarti Milan memiliki sisa anggaran sebesar 48 juta euro saja.

Sisa sebesar ini pun akan terpotong sebesar 25 juta euro andai Milan dan Atalanta menyepakati harga Andrea Conti, yang kemudian menyisakan Milan dengan anggaran sebesar 23 juta euro saja. Uang sebesar ini tidak cukup untuk melunasi dua target Milan lainnya, yaitu Biglia yang harganya ditetapkan sebesar 20 juta euro dan Kalinic yang tidak akan dilepas kurang dari 30 juta euro.

Sebetulnya, pergerakan Milan pada mercato ini tidak akan berhenti sekalipun telah berhasil mendatangkan Biglia dan Kalinic (atau pemain lain dengan posisi mirip). Milan masih berhasrat mendatangkan setidaknya masing-masing seorang penyerang sayap, gelandang tengah dan bek tengah.

Jika berandai-andai dengan angka, ini berarti Milan setidaknya membutuhkan 100 juta euro lagi untuk mendatangkan lima orang pemain. Jumlah ini pun masih bisa membengkak tergantung hasil negosiasi Fassone dan Mirabelli dengan para lawan transaksi. Dengan sisa uang sebesar 23 juta euro saja, berarti tidak ada pilihan lain selain menjual pemain-pemain yang ada.

Kebetulan, Milan memang memiliki agenda ‘cuci gudang’ untuk beberapa nama. Gabriel Paletta, Rodrigo Ely, Cristian Zapata, Mattia De Sciglio, Leonel Vangioni, Riccardo Montolivo, Andrea Poli, Andrea Bertolacci, Juraj Kucka, Jose Sosa, M’baye Niang, Carlos Bacca hingga Gianluca Lapadula siap untuk dinegosiasikan. Berdasarkan situs Trasnfermarkt, total harga seluruh pemain ini adalah 91 juta euro.

Wah, berarti jika seluruhnya bisa dijual sesuai harga Transfermarkt, ditambah anggaran sisa sebesar 23 juta euro tadi, permasalahan selesai dong.

Siapa bilang. Lagipula, memangnya menjual pemain itu gampang? Belum lagi gaji mereka di Milan terlalu besar sementara kualitasnya sudah menurun. Mereka perlu berdoa agar datang tawaran gila dari klub-klub asal Tiongkok. 25 juta euro untuk paket Montolivo-Poli? Rasanya mereka pun masih perlu berpikir keras untuk itu.

Jumlah total pemain yang dapat dilepas itu adalah 13 orang. Ini hampir setengahnya total skuat Milan. Kehilangan 13 pemain ini tentu harus dicarikan penggantinya juga, karena beberapa nama tadi merupakan langganan starter musim lalu. Dengan kata lain, merapatnya Conti, Biglia, Kalinic dan tiga pemain baru lainnya akan memunculkan persoalan baru yaitu kedalaman skuat. Anggota starter Milan musim depan boleh jadi amat mentereng, akan tetapi apalah artinya starter mentereng tanpa pemain pelapis yang bisa diandalkan.

Ini membawa Milan pada persoalan pelik lainnya, yaitu mencari pemain-pemain murah atau gratis, atau pilihan lainnya adalah berani mengorbitkan talenta muda. Poin terakhir ini sebetulnya cukup layak dicoba. Stefan Simic, bek muda asal Republik Ceko tampil gemilang pada Piala Eropa U-21, oleh karenanya amat layak dikedepankan untuk menjadi pelapis Musacchio-Romagnoli.

Di posisi gelandang, persoalan kedalaman skuat ini amat terasa. Jika benar Montolivo, Bertolacci, Sosa, Poli dan Kucka dilepas, Milan tinggal memiliki Manuel Locatelli, Jack Bonaventura, Kessie dan kemungkinan Biglia (atau Grzegorz Krychowiak). Setidaknya mereka butuh dua pemain lagi untuk mengakomodasi pola tiga gelandang ala Vincenzo Montella. Nama Matias Fernandez layak dikedepankan. Selain murah, musim lalu performanya cukup lumayan. Sayangnya, ia rentan cedera. Kemungkinan besar, Milan akan berburu pemain gratisan lagi atau mencari pemain pinjaman seperti ketika musim lalu mereka mendapatkan Mario Pasalic.

Lalu di lini depan, jika Bacca, Niang dan Lapadula dilepas dan kontrak Keisuke Honda habis, maka nama tersisa tinggal Suso, Andre Silva dan Kalinic (jika jadi datang). Gerard Deulofeu dan Lucas Ocampos juga telah kembali ke klub pemilik. Milan membutuhkan setidaknya tiga penyerang lagi untuk menjadi pelapis.Sebetulnya saya menyukai ide pembelian Deulofeu, namun keinginan Barcelona untuk menarik kembali sang penyerang sayap menjadikan situasi lebih sulit.

Bagaimana? Mulai kelihatan ruwet, bukan?

Thursday, June 15, 2017

Too Good To Be True

Bursa transfer musim panas 2017-18 belum dibuka, namun Milan sudah mencuri start. Hingga saat ini, I Rossoneri sudah berhasil mengamankan tanda tangan empat pemain, dengan nama Andre Silva yang terakhir didatangkan. Namun Milan masih akan meramaikan lantai mercato ini. Hingga kini, duo Fassone-Mirabelli sedang mengupayakan dua nama yang proses negosiasinya sudah berada di tahap akhir, yaitu fullback kanan Atalanta, Andrea Conti dan gelandang bertahan Lazio, Lucas Biglia. Andai Biglia gagal didatangkan, manajemen sudah bersiap mengetuk pintu Paris Saint-Germain untuk meminjam gelandang mereka asal Polandia, Grzegorz Krychowiak.

Tidak cukup sampai di situ, Rossoneri masih berhasrat memperkuat lini tengah dan depan mereka. Untuk posisi gelandang tengah (mezz’ala), memang belum ada nama baru setelah Corentin Tolisso, gelandang Prancis yang sebelumnya menjadi incaran malah merapat ke Bayern Muenchen. Namun untuk posisi penyerang tengah, Milan memulai kembali negosiasi dengan Torino untuk Andrea Belotti. Nikola Kalinic, bomber Fiorentina asal Kroasia dijadikan sebagai alternatif. Belum lagi pos penyerang sayap. Setelah gagal memboyong Keita Balde yang lebih memilih Juventus, Milan kembali mengejar penggawa Atalanta Alejandro ‘Papu’ Gomez, selain itu ada nama-nama seperti Emil Forsberg (RB Leipzig) dan bahkan Lucas Moura (PSG) disebut-sebut turut dijadikan target.

Dengan begini, setidaknya kita akan melihat Milan yang diperkuat delapan pemain baru. Jumlah ini masih dapat bertambah jika mereka berhasil menjual penggawa-penggawa yang kini masuk daftar jual seperti Riccardo Montolivo, Andrea Bertolacci, Carlos Bacca, Andrea Poli, Cristian Zapata, Jose Sosa, M’baye Niang, Mattia De Sciglio, atau yang dapat dipertimbangkan untuk dijual seperti Gabriel Paletta, Gustavo Gomez, Jose Mauri, Gabriel, Luca Antonelli, Juraj Kucka atau Leonel Vangioni. Fassone dan Mirabelli tentu akan mencari tambahan pemain untuk menggantikan para fringe players itu. Pada musim 2017-18 nanti, hampir dipastikan bahwa kita akan melihat komposisi skuat Milan yang akan dihuni setidaknya 75% pemain-pemain baru.

Hal ini tentu saja terlihat menjanjikan. Pembenahan skuat memang menjadi agenda mendesak yang harus dilakukan mengingat kualitas yang kurang mumpuni. Bagi Milanisti, tentu mercato kali ini terlihat lebih menyenangkan untuk dilalui. Apa yang tidak lebih menyenangkan daripada mendapatkan berita hadirnya seorang pemain baru untuk melakukan tes medis di La Madonnina Clinica dan menandatangani kontrak di Casa Milan?

Situasi ini tentu terlihat too good to be true. Dan sebagai manusia yang selalu mengedepankan sikap waspada, mawas diri dan tidak ingin terlalu berharap banyak agar tidak kecewa, Anda tentu paham bahwa di balik segala sesuatu yang sifatnya too good to be true tadi, ada potensi kejutan-kejutan tidak menyenangkan yang harus siap Anda terima.

Saya pun dengan melakukan riset seadanya berusaha mencari tahu, kira-kira apakah potensi distopia yang bisa terjadi di balik situasi ini. Salah satu kawan yang saya kenal di dunia maya menuliskan ada hal yang ia sebut sebagai bom waktu yang diendap Milan di balik segala keriaan yang terjadi. Yang namanya bom waktu, sudah pasti terpasang secara tersembunyi dan tidak diketahui oleh si sasaran. Dan menurutnya, bom waktu itu adalah saga perpanjangan kontrak Gianluigi Donnarumma.

Betul, saga Donnarumma ini memang sensasional. Pasalnya, Donnarumma yang masih berusia 18 tahun inilah yang berkali-kali menyelamatkan gawang Milan dari kebobolan. Tepisan, tangkapan, sergapan dan terjangan berbuah penyelamatan dengan jumlah total 135 kali menurut situs Squawka telah mengamankan poin demi poin yang diraih Milan hingga akhirnya berhasil memenuhi target minimal yaitu lolos ke babak kualifikasi Liga Europa. Berkat peran krusial, pengharapan yang besar dan beban berat yang disandangnya ini, nama Donnarumma pun diangkat tinggi-tinggi oleh Mino Raiola, sang agen yang “sangat baik dalam melakukan pekerjaannya”, meminjam kalimat sinis yang dilontarkan Fassone.

Hingga detik ini, pukul 14.44 tanggal 15 Juni 2017 saat tulisan ini dalam proses pembuatan, Donnarumma memang sudah menunjukkan sinyal positif untuk bertahan. Namun tentu saja Raiola akan meminta bermacam klausul, yang salah satu yang terdengar wartawan adalah minimum release yang berada ‘hanya’ di angka 50 juta euro andai Milan gagal lolos ke Liga Champions. Masih belum jelas, Liga Champions musim kapan yang dimaksud, tetapi ada sumber yang mengatakan hanya Liga Champions musim 2018-19, ada pula yang mengatakan setiap musim. Ya, kita mengambil yang kedua, berarti Milan harus lolos ke Liga Champions setiap musimnya jika tidak ingin kehilangan Donnarumma. Uang senilai 50 juta euro memang cukup mahal, dan Donnarumma akan menjadi kiper termahal dunia menggeser Gianluigi Buffon karena itu. Namun uang sebanyak itu bukanlah masalah besar bagi klub seperti Real Madrid, Barcelona, Manchester United, Chelsea, Manchester City, PSG atau Juventus. Karena itulah andai Milan harus menuruti klausul pelepasan, maka jumlah itu adalah 100 juta euro.

Namun menurut saya ada satu lagi potensi berbahaya yang dapat menghadang Milan di masa depan, tidak lain adalah faktor finansial. Baru-baru ini, Football Italia melaporkan bahwa proposal Milan terhadap rencana Financial Fair Play ditolak oleh UEFA. Hal ini terkait dengan bukti-bukti dokumentasi kepemilikan baru yang dirasa belum cukup, dan proyeksi perhitungan rencana ekspansi komersial yang belum dapat dijustifikasi.

Sementara itu, Calcio Finanza melaporkan bahwa manajemen baru amat percaya diri bahwa pendapatan Milan akan mengalami kenaikan secara gradual, hingga pada tahun 2022 nanti, angkanya akan menyentuh 500 juta euro, atau lebih dari dua kali lipat dari yang diperoleh sekarang. Kenaikan pendapatan itu juga diikuti kenaikan biaya gaji yang besarnya juga mencapai dua kali lipat, yang berarti mengindikasikan akan lebih banyak lagi pemain-pemain bintang yang datang. Namun sekali lagi, angka-angka tersebut belum dapat divalidasi, karena (mudah-mudahan saya salah) baru sebatas proyeksi di atas kertas.

Artinya, walaupun manajemen baru mengklaim bahwa mereka akan memperoleh kenaikan pendapatan secara signifikan pada pos komersial berupa sponsorship dan penjualan merchandising, namun hingga kini masih belum ada tanda-tanda proyeksi ini akan diwujudkan, minimal dalam bentuk kontrak kerjasama dengan pihak sponsor potensial atau apa pun yang dapat meyakinkan UEFA. Dari informasi yang saya ingat pada saat proses pengambilalihan, manajemen baru ini baru mengisyaratkan rencana mereka untuk mendirikan perusahaan di negeri Tiongkok yang bertujuan memperluas pasar di wilayah Asia, khususnya negara Tiongkok. Karena alasan inilah manajemen baru meminta waktu kepada UEFA untuk melakukan presentasi kembali pada bulan Oktober mendatang.

Kembali ke fenomena shopping spree yang kini melanda Milan, rasanya inilah hal yang perlu diwaspadai. Di balik kedatangan pemain bintang yang datang pada mercato kali ini, ada obligasi dari manajemen untuk menghimpun pendapatan yang amat besar nilainya. Lalu dari sisi teknis, ada beban yang teramat besar untuk memberikan prestasi instan, dalam hal ini setidaknya lolos ke ajang Liga Champions setiap musimnya. Padahal, kita sama-sama tahu bahwa kehadiran pemain-pemain berkualitas tidaklah menjamin prestasi, apalagi yang sifatnya instan. Adakah jaminan bahwa pemain-pemain baru ini langsung nyetel dengan klub baru, pelatih baru, taktik baru, suasana baru Milan?

Shopping spree ini telah menceburkan Milan pada keharusan-keharusan ini, dan memang inilah pilihan (populer) yang diambil. Positifnya, aura kompetitif akan terasa di skuat Milan, tidak lagi ada cerita pemain yang bertarung setengah-setengah seperti sebelumnya. Target yang dicanangkan tinggi oleh pucuk pimpinan jelas akan menularkan mentalitas pemenang kepada para pemain. Mentalitas pemenang Inilah yang diharapkan menjadi penggerak dari pencapaian target ambisius ini.


Wednesday, June 7, 2017

AC Milan Summer Mercato 2017: A Good Start!

Meskipun musim kompetisi Seri A 2017-18 baru dimulai dua setengah bulan lagi, manajemen Milan sudah bersiap menyambutnya dengan bergerak cepat mendatangkan pemain-pemain baru. Ini memang bagian dari realisasi janji manajemen baru untuk mengembalikan Milan ke khitahnya sebagai klub elit Eropa. Sampai saat tulisan ini dibuat, Milan sudah merampungkan transfer bek tengah Mateo Musacchio (18 juta euro) dari Villareal, gelandang Franck Kessie (pinjam dua tahun dengan obligasi pembelian 30 juta euro) dari Atalanta, dan bek kiri Ricardo Rodriguez (17 juta euro) dari Wolfsburg.

Bahkan detik ini, duet Marco Fassone (CEO) dan Massimiliano Mirabelli (direktur olahraga) masih sibuk merampungkan kepindahan beberapa nama seperti gelandang bertahan Lucas Biglia dari Lazio yang tinggal menunggu tes kesehatan dan bek kanan Andrea Conti dari Atalanta yang negosiasinya dalam tahap finalisasi. Setelah dua pemain ini, giliran posisi penyerang tengah yang akan diperkuat. Nama-nama top yang coba didatangkan Fassone dan Mirabelli antara lain Alvaro Morata (Real Madrid), Pierre-Emerick Aubameyang (Borussia Dortmund), Andrea Belotti (Torino), hingga Andre Silva (Porto).

Pelatih Vincenzo Montella memang secara eksplisit menginginkan pemain-pemain tersebut untuk hadir secepatnya. Selain bersiap mengehadapi musim baru, Milan juga harus memulai musim ini lebih awal karena harus mengikuti kualifikasi ketiga liga Europa yang dijadwalkan berlangsung tanggal 27 Juli dan 3 Augstus, serta babak play-off tanggal 17 dan 24 Agustus jika lolos dari babak kualifikasi ketiga.

Namun sejauh ini manajemen bekerja dengan cukup cepat. Akhir Juni nanti, semestinya nama-nama incaran tadi sudah akan berbaju Milan. Tiga nama pertama yang didaratkan sudah sesuai dengan urutan prioritas lini yang harus diperbaiki Milan, yaitu pertahanan. Kedatangan Musacchio dan Rodriguez menjadi upgrade bagi Gabriel Paletta ceroboh dan Luca Antonelli yang rentan cedera, bahkan kedatangan Rodriguez dapat dikatakan sebagai langkah antisipasi yang cepat terhadap kemungkinan hengkangnya Mattia De Sciglio.

Peningkatan kualitas lini belakang ini juga akan berguna untuk kepentingan lain, yaitu negosiasi perpanjangan kontrak Gianluigi Donnarumma. Seperti diketahui, Mino Raiola yang bertindak sebagai agen dari sang wonderkid tidak hanya berhasrat meningkatkan gaji sang penerus Gianluigi Buffon di timnas Italia hingga 30 kali lipat (Raiola meminta 5 juta euro per tahun, 30 kali dibandingkan gaji Donnarumma sekarang sebesar 160 ribu euro), tetapi juga meminta klausul berupa aktifnya release clause yang nilainya di bawah 100 juta euro andai musim depan Milan gagal lolos ke Liga Champions dan meminta jaminan akan adanya pemain-pemain top yang datang. Sebuah permintaan yang lebih mirip pemerasan, tetapi setidaknya kedatangan Musacchio dan Rodriguez semestinya memberi Milan posisi yang lebih baik karena dua pemain inilah yang akan bahu membahu langsung dengan Donnarumma di lini belakang Milan.

Sementara kedatangan Kessie di lini tengah jelas meningkatkan kualitas lini vital ini yang semula amat semenjana. Dengan karakter yang agresif dan bertenaga, Kessie (juga Biglia nantinya) akan memudahkan kerja Jack Bonaventura yang dapat berkonsentrasi untuk mengeluarkan kreativitasnya. Milan bahkan masih akan mendatangkan setidaknya dua nama lagi di luar nama-nama yang disebutkan, terutama di posisi gelandang tengah atau penyerang sayap dan penyerang tengah pelapis. Tetapi dengan catatan, mereka harus melepas para pemain yang ada lebih dulu.

Derasnya keran pembelian pemain yang dilakukan Milan, toh jangan disikapi berlebihan dengan berharap sukses instan, terlebih berharap Milan langsung dapat bersaing memperebutkan scudetto. Lihatlah bagaimana Inter Milan yang musim lalu mengeluarkan 150 juta euro untuk membeli pemain-pemain berkualitas. Dari situasi yang dialami I Nerazzurri tentu dapat diambil pelajaran bahwa kehadiran pemain-pemain bintang tidak otomatis mengangkat prestasi tim.

Performa AS Roma dan Napoli pun baru stabil akhir-akhir ini setelah mereka melakukan pembenahan kualitas pemain sejak dua-tiga musim lalu. Itu pun dengan didukung manajemen kedua kesebelasan yang memiliki visi jelas dan organisasi yang stabil serta jelas pembagian wewenangnya. Milan, bagaimanapun baru memulai lembaran baru dalam sejarah mereka. Memang dalam setiap pergantian kepemimpinan, ada proses transisi yang perlu dijalani dengan terukur dan tidak terburu-buru. Akan tetapi, manajemen baru Milan sudah memulai langkah awal yang positif di lantai mercato, dan setidaknya impresi positif ini dapat meningkatkan antusiasme pendukung yang berdampak pada peningkatan jumlah pemegang tiket terusan. 




Sunday, February 19, 2017

Vincenzo Montella dan Pola 4-3-3

Vincenzo Montella telah memberikan kegembiraan bagi pendukung Milan. Sejak ditunjuk sebagai pelatih I Rossoneri pada Juli tahun 2016, pria berusia 42 tahun ini memberikan identitas bagi permainan kesebelasan yang berdiri tahun 1899 ini, yaitu pola dasar 4-3-3 menyerang dengan mengedepankan penguasaan bola serta eksploitasi sisi sayap.

Montella juga terlihat tidak ragu melanjutkan kerja keras pendahulunya, Sinisa Mihajlovic, dalam mengorbitkan pemain-pemain muda. Ia percaya pada Donnarumma, si remaja ajaib yang belum berusia 18 tahun, terus memberi tempat pada Locatelli yang masih berusia 18 tahun untuk memainkan peran Montolivo yang cedera panjang, juga memaksimalkan potensi Suso Fernandez yang menemukan kepercayaan diri setelah dipinjamkan setengah musim ke Genoa.

Selain itu, Montella juga berhasil memaksimalkan skuat yang tidak terlalu mewah ini menjadi satu kesatuan solid. Paletta yang meski ceroboh, dijadikannya tandem yang pas untuk Romagnoli. De Sciglio yang musim lalu kerap dikritik akibat inkonsistensi permainan, kini makin stabil permainannya. Ditambah lagi Jack Bonaventura yang makin menunjukkan kehebatannya sebagai pemain kunci, dan Carlos Bacca yang tetap tajam meski kerap meminta perlakuan dan perhatian lebih.

Hasilnya bisa dilihat bahwa Milan sempat nyaman menduduki posisi tiga besar, menjelma sebagai tim yang permainannya atraktif, dan utamanya memberi gelar Piala Super Italia dengan mengalahkan Juventus lewat drama adu penalti. Gelar ini merupakan gelar resmi pertama Milan sejak tahun 2011. Montella yang ketika masih bermain terkenal dengan selebrasi meniru pesawat terbang, kini sebagai pelatih, ia berhasil menerbangkan Milan berkat ide-ide cemerlang dan kharismanya.

Namun setelah tahun berganti, situasi ikut berganti. Milan yang tadinya calon kuat penghuni tiga besar, kini malah terancam gagal lolos ke ajang antarklub Eropa sama sekali. Selain tersingkir di ajang Coppa Italia, Milan juga tampil buruk di Seri A Italia. Berturut-turut, Ignazio Abate dan kawan-kawan kalah dari Napoli, Udinese dan Sampdoria. Napoli dan Sampdoria bahkan berhasil memperoleh tiga poin dari Milan saat pertandingan berlangsung di San Siro.

Rangkaian kemunduran ini seperti membawa Milan terjun bebas. Pesawat terbang Montella oleng seiring rontoknya awak-awak kunci Rossoneri karena cedera dan hukuman. Bonaventura cedera hingga akhir musim, begitu pula masalah kebugaran De Sciglio dan Romagnoli yang kerap memaksa mereka absen dua-tiga pekan. Intensitas tinggi permainan Milan di bawah Montella juga menjadi faktor buruknya level kedisiplinan para penggawa Rossoneri. Hingga kini, total sembilan kartu merah telah dikeluarkan wasit untuk Milan, padahal sepanjang musim lalu, Milan hanya tiga kali dihukum kartu merah.

Dalam momen tidak mengenakkan ini, kita semua pun jadi terpaksa teringat, bahwa Milan memang begitu jarang memenangi pertandingan dengan nyaman musim ini. Banyak sekali kemenangan Milan yang didapat dari gol-gol yang terjadi pada menit akhir. Bacca, Lapadula, Pasalic, bahkan Paletta bergantian mengakhiri pertandingan sebagai pahlawan. Ini tidak hanya indikasi tim yang memiliki mentalitas baja, tetapi sekaligus tim yang belum benar-benar mendominasi lawannya.

Dalam kondisi ini, Montella pun tidak mengganti pola dasar 4-3-3. Ia tetap menggelar formasi ini bahkan misalnya ketika Milan dilanda krisis fullback. Romagnoli dipasang sebagai bek kiri ketika berhadapan dengan Sampdoria, di mana Milan menyerah 0-1 di hadapan publik sendiri. Well, kalau bicara taktik, saya tidak akan berlagak lebih tahu daripada Montella, karena dialah yang setiap hari memantau latihan Milan, bukan saya. Bukan pula para pundit berdasi.

Namun Silvio Berlusconi yang hingga kini masih menjabat sebagai presiden Milan, tentu merasa memiliki otoritas. Seperti biasa, ia selalu melawan kebijakan pelatihnya yang tidak memainkan dua penyerang di depan seorang trequartista. Sebagai trequartista masokis yang terbiasa dimanjakan kepiawaian Boban, Rui Costa atau Kaka, Berlusconi berkeyakinan bahwa seorang Suso merupakan penerus ideal sosok-sosok inspirasional itu, bukannya sebagai inverted winger. Montella pun masih teguh pada pendiriannya bahwa formasi 4-3-3 merupakan yang terbaik untuk Milan dengan kondisi skuat saat ini. Sebagai pelatih, Montella tentu saja tidak kaku soal taktik. Ia pernah terbiasa menggunakan pola tiga bek saat menukangi Fiorentina atau Catania. Tapi menggunakan tiga bek di skuat Milan saat ini? Rasanya Montella tidak gila-gila amat untuk mencobanya. Hal yang sama pula ia terapkan pada ide menaruh Suso di posisi trequartista.

Akan tetapi, Anda tentu saja tahu konsekuensi jika melawan ide sang bos. Ketika Anda berhasil, sang bos tentu tidak akan berkata apa pun, tetapi ketika Anda gagal, ia akan berteriak betapa keras kepalanya Anda yang tidak mau mengikuti sarannya.

Saya tidak bermaksud bilang kalau Montella hanya terpaku pada satu sistem. Jelas banyak sekali elemen micro-tactic yang begitu luwes dimainkan ketika Milan berada di bawah arahan pelatih yang satu ini. Namun kini Milan kembali pada penyakit lama, yaitu kesulitan menembus lawan yang menerapkan pola bertahan total dan serangan balik kilat. Sampdoria dan Udinese sudah berhasil mengangkangi Milan lewat cara ini, dan bukan tidak mungkin akan diikuti tim-tim lain. 

Kalau sudah begini, absennya Bonaventura memang sangat terasa. Tapi setidaknya, musim ini Montella masih lebih 'beruntung' karena masih mempunyai pemain-pemain muda berbahaya selevel Deulofeu atau Ocampos di lini serang, ketimbang musim lalu yang disisakan Kevin-Prince Boateng dan Mario Balotelli yang sudah demotivasi ketika M'baye Niang yang sedang on fire tiba-tiba mengalami kecelakaan mobil yang membuatnya cedera panjang.

Sekali lagi, saya tidak ingin berbicara banyak soal taktik, tapi kok saya jadi teringat terus ucapan Fabio Capello: “Anda tidak akan berhasil jika hanya mengandalkan satu sistem.”