Pages

Tuesday, December 31, 2019

Dekade Anak Bola Twitter

Di penghujung tahun yang kata orang-orang merupakan penghujung dekade 2010an ini, gue ingin merangkum sedikit saja perjalanan dalam kegiatan penulisan sepak bola. Dari kegiatan sederhana ini, sudah lumayan banyak yang bisa diceritakan. Gue sengaja menuliskannya di blog ini, karena memang segalanya berawal di sini. Kemudian belajar, berproses, berlari, mengerem, berhenti, menemui jalan buntu, memutar balik, mencari jalan lain, belok lagi, hingga akhirnya gue memiliki sedikit waktu untuk sekadar memarkir. Tidak boleh terlalu lama, seperti halnya ketika kita memarkir kendaraan di wilayah rest area.

Gue bukan penulis yang "penulis banget". Maksudnya, gue baru suka menulis itu setelah gue dewasa. Udah jadi pegawai kantoran. Bukan seperti penulis yang seperti sudah "dilahirkan untuk menulis", yang sudah sedari kecil suka menulis, mencorat-coret tembok, hingga memenangkan berbagai lomba cerita pendek atau karya tulis. 

Gue juga bukan pembaca buku yang lahap. Waktu masih sekolah, yang kebanyakan gue baca adalah tabloid Bola dan komik Doraemon. Kalau sedang tidak membaca keduanya, kadang gue suka sok-sokan membaca novel, tapi ya terbatas. Paling-paling, gue hanya menamatkan beberapa novel Dan Brown atau novel Lupus. Jadinya, gue gak pernah merasa punya kapasitas untuk menjadi penulis, karena perjalanan seorang penulis umumnya berangkat dari kebiasaan membaca yang begitu eksesif.

Tapi memang jalan hidup serba tidak terduga. Berawal dari keisengan belaka dalam menulis di buku harian digital yang dikenal dengan blog, gue mulai rajin menuangkan pikiran-pikiran sederhana ke dalam laman Blogpost ataupun Wordpress. Multiply dan fitur notes dalam Facebook juga sempat gue coba. 

Dan ketika gue tengok lagi tulisan-tulisan lama yang masih tersisa satu-dua itu, gue pun dibuat geli. Bahkan ketika diri gue yang sekarang membaca tulisan yang gue tulis tiga tahun silam, gue pun merasa geli sendiri. Mungkin ini pertanda makin berkurangnya keinginan untuk mengekspresikan diri, alias udah merasa tua.

Ini sebetulnya sudah pernah gue ceritakan. Awalnya, gue hanya menulis untuk diri sendiri. Tulisan asal yang sama sekali tidak memerhatikan ejaan yang benar, pengaturan kalimat-kalimat yang enak dibaca, ataupun data-data yang dipakai untuk mendukung argumen. 

Namun seorang kawan yang ternyata suka membaca tulisan gue, menyarankan untuk menyebarkan naskah-naskah yang udah gue bikin ini ke media yang lebih luas. Lalu gue juga disarankannya untuk mengikuti akun-akun dari para penulis yang sudah lebih dahulu mengangkasa. Mulailah dari situlah gue belajar menulis dengan benar, yang tidak lupa pula diikuti dengan melahap bacaan yang mereka baca.

Singkat cerita, gue pun berkesempatan untuk berinteraksi, berkomunikasi, bahkan berkolaborasi dengan orang-orang yang tadinya hanya bisa gue kagumi dari linimasa media sosial itu. Semuanya berawal dari blog ini, ketika gue dengan penuh harapnya membagikan tautan tulisan-tulisan yang sekarang gue sendiri geli membacanya. Bayangkan, tulisan-tulisan itu pernah juga dibaca oleh para idola. Jadi malu sendiri.

Namun demikian, pada dasarnya memang gue orangnya yang gampangan dan mau-an. Ketika ditawari menulis dan menerbitkan buku hasil tulisan sendiri, gue pun mau aja. Sampai dua kali pula. Saat itu sih gue merasa bangga, tapi kalau sekarang ini gue baca kembali buku-buku yang gue tulis itu, gue pun merasa geli sendiri. Ngapain sih nulis-nulis seperti ini, dijadikan buku pula.

Dari nulis buku, gue pun beralih. Baca tulisan sendiri ini aja udah geli, eh gue malah merambah ke medium podcast.

Percayalah, pada awalnya, mendengar suara sendiri lebih terasa menggelikan ketimbang membaca tulisan sendiri.

Dan semuanya berlalu dengan cepat. Dari semula diajak untuk mengisi channel podcast seorang teman, gue pun memberanikan diri untuk membuat channel sendiri. Siapa juga sih yang mau dengerin? Gue juga awalnya berpikir begitu.

Tapi lama kelamaan, seluruh medium yang pernah gue jajaki untuk menampung ekspresi ini telah berubah menjadi semacam kotak memori. Memang, setiap kotak-kotak itu gue buka, akan timbul segala macam perasaan jijik atau geli, khas perasaan mengonsumsi karya sendiri. Walaupun kemudian, dapat gue maknai bahwa segala coretan, karya, portofolio yang diiringi masukan-masukan berharga, kritikan, cacian, atau pujian inilah yang ternyata membentuk diri hingga seperti sekarang. Ada fisik dan jejak yang gue tinggalkan, dan segala jejak dan langkah itu berisi pelajaran-pelajaran berharga, yang kadang bikin senyum-senyum sendiri ketika ada yang memberitahu bahwa karya-karya yang gue sendiri geli menengoknya ternyata sempat memberikan kesan yang baik untuk mereka.

Dan tidak lupa, bahwa orang-orang yang sudah dikenal dari hasil pencarian dan pergumulan gue di dunia penulisan sepak bola ini akan selalu gue kenang dengan baik sebagai orang-orang yang berada di satu frekuensi yang sama dalam menikmati sepak bola, walau kadang ekspresi atau pendapatnya berbeda. Walau mungkin saja mereka tidak balik mengenang gue dengan baik. Sudah biasa. Kan kita memang bisa aja jadi orang gak baik di episode hidup orang lain.

Akhir kata, terima kasih kepada kawan-kawan anak bola Twitter yang telah mengisi penuh dekade menikmati sepak bola ini!


Friday, July 7, 2017

Buku Pertemanan Bernama La Storia, Kisah-Kisah Menarik AC Milan Era Berlusconi

Penampakan Buku (foto: Ahmad Syakib)

Ide yang direalisasikan jelas lebih baik ketimbang hanya mengendap di kepala atau sekadar dibicarakan sambil lalu. Ketika suatu masa menjadi begitu berkesan, tentunya sayang sekali jika runtutan kejadian itu tidak dicatat dengan rapi. Memori demi memori indah ini akan rata tergulung oleh banjir konten-konten digital yang semakin sulit dibendung. Kepala kita akan cepat penuh dengan informasi-informasi, baik penting atau tidak penting, fakta atau hoax, dan karenanya kita akan hidup sebagai manusia dengan memori jangka pendek.

Jika membicarakan AC Milan sekarang ini, boleh jadi kita sudah lupa dengan kehebatan seorang Marco Van Basten. Tidak usahlah Van Basten yang eranya sudah lewat nyaris tiga dekade, dengan George Weah atau Jon Dahl Tomasson atau Maurizio Ganz saja mungkin sudah lupa. Semuanya akan dengan mudah disapu bersih oleh meme, video pendek atau media-media lain yang begitu masif memberitakan sepak bola pada era kekinian.

Maka ketika keinginan menuliskan kisah-kisah mengesankan ini bersambut dengan ajakan dari dua orang kawan bernama Ahmad Syakib dan Haryadi “Koebil” Mulyana yang berkecimpung di penerbitan buku Tukang Kawos, dengan penuh syukur saya perkenalkan buku La Storia, Kisah-Kisah Menarik AC Milan Era Berlusconi. Padahal tadinya saya ragu mereka mau menerima ide ini. “Emangnya di zaman Madrid-Barcelona dan hegemoni klub-klub Inggris kaya sekarang masih banyak yang ngikutin Milan? Apalagi beli buku yang bahas Milan,” tanya saya waktu itu pada Syakib, yang dijawabnya dengan enteng. “Udah, buat aja dulu. Gak usah mikirin ada yang baca apa enggak.”

Ya, penyusunan buku ini jadi lebih mudah karena faktor pertemanan tadi dengan dua abang-abang yang tidak hanya doyan begadang, tapi juga tipe pekerja keras yang tidak pernah ragu melangkah dan selalu berani mencoba hal-hal baru, termasuk di dalamnya menerbitkan buku ini (udah kaya testimoni kisah sukses aja nih).

Pada saat menyusunnya, saya betul-betul diberi kebebasan dalam mengeksplorasi tema buku. Paling-paling, saya diberikan referensi bacaan dan arahan-arahan soal topik yang memang dirasa perlu saja. Saya yang mulai mendukung Milan sejak musim 1994-95 juga sedikit mengambil konten dari tulisan-tulisan di blog ini, lalu melakukan penyuntingan dan pemutakhiran data. Yang ada saya malah merasa tidak enak karena penerbit tidak membebankan target ini-itu, seperti yang Syakib bilang tadi. Faktor bantuan luar biasa dari teman juga saya rasakan betul ketika memikirkan sampul (cover) buku. Alhamdulillah, idola kita semua, Galih Satrio di tengah kesibukannya bersedia mendesain sampul buku buat saya dan mengijinkan beberapa gambar yang telah dibuatnya untuk saya jadikan teaser.


Penampakan cover depan dan belakang. Designed by: Galih Satrio

Tidak lupa, berkat teman-teman yang lain, buku ini jadi ramai dan terkesan wah (padahal banyak kekurangannya) karena beberapa nama yang tidak asing lagi di telinga kita bersedia menuliskan kata pengantar, sebut saja Marini Saragih yang walaupun belum pernah bertemu muka, tapi sudah lama saya kenal sebagai sesama rekan pencinta sepak bola yang tulisan-tulisannya selalu dinantikan. Lalu ada Bagus Priambodo, seorang jurnalis media nasional penuh ide kreatif tentang sepak bola nasional, yang beberapa kali pernah nongkrong dan ngopi bareng. 

Dan alangkah beruntungnya saya ketika Andibachtiar Yusuf—yang karya-karyanya saya kagumi dan kebetulan ia juga salah satu pemilik penerbitan Tukang Kawos—bersedia membantu mengumpulkan kata pengantar dari beberapa tokoh terkenal yang sebelumnya saya tidak pernah bayangkan bisa berinteraksi. Mereka adalah Toel Maldini (presiden kelompok suporter Milanisti Indonesia), Gading Marten (presenter, aktor, public figure) dan Ricardo Salampessy (pemain timnas Indonesia dan Persipura Jayapura). Hal-hal semacam ini belum tentu bisa terulang lagi buat saya.

Sedikit membahas isi buku, mengapa bahasan dipersempit ke suatu era yang sudah lewat? Tentu alasannya karena saya tumbuh besar berbarengan dengan era itu. Masa kanak-kanak dan remaja di mana saat itu saya masih punya banyak waktu untuk menonton siaran langsung pada malam atau dini hari, berbeda dengan hari-hari penuh pertimbangan ini-itu sekarang ini. Era Berlusconi pula yang menurut pandangan saya memiliki peran yang besar mengubah wajah industri sepak bola Eropa pada umumnya. Baik buruknya industri sepak bola yang kita saksikan sekarang ini, dapat dikatakan ada andil seorang Silvio Berlusconi. 

Tidak hanya soal industri, era Berlusconi ini juga menghasilkan tim-tim berpengaruh yang juga dilatih juru taktik legendaris seperti Arrigo Sacchi, Fabio Capello dan Carlo Ancelotti. Di buku ini, saya mencoba membahas era demi era ini, termasuk cerita menarik dari para pemain yang tidak hanya pemain terkenal, tetapi juga para pemain flop atau para cameo yang pernah mencatatkan namanya sebagai bagian dari skuat Milan. Sisi lain yang dimiliki Milan pada era ini juga menghadirkan cerita-cerita unik dan mengejutkan, yang membedakan klub ini dengan klub lain.

Kebetulan memang era Silvio Berlusconi baru saja berakhir pada April 2017, untuk kemudian Milan menyongsong era baru bersama manajemen baru. Menurut saya, ini adalah momen yang tepat untuk menerbitkan kumpulan tulisan yang menjabarkan era ini. Tetapi walaupun mayoritas isi buku membahas era Berlusconi, tapi saya juga sedikit membahas tentang era sebelum Berlusconi dan juga kiprah manajemen baru beserta harapan-harapan, yang saya sertakan juga sedikit tanda tanya di sana.

Saya hanyalah penggemar layar kaca yang mengikuti perjalanan Milan melalui televisi, internet atau tabloid atau majalah yang pernah saya baca. Saya belum pernah ke Milan, belum tahu seperti apa suasana di San Siro atau Milanello, belum paham betul hal-hal yang terjadi langsung di episentrum Milan. Saya yakin lebih banyak teman-teman lain yang tentunya lebih paham Milan luar-dalam dan karena itulah buku ini masih jauh dari sempurna. Pemikiran-pemikiran dan opini-opini yang saya tulis di buku ini, belum tentu juga semuanya setuju.

Terima kasih kepada teman-teman atas sambutannya pada buku ini, atas pertanyaan-pertanyaan, atas kesediaannya memesan dan menantikan. Sangat berarti buat saya.

Oh iya, buku ini statusnya masih Pre-Order (PO) hingga tanggal 15 Juli 2017. Saat tulisan ini dibuat, buku masih dalam proses cetak. Bagi yang memesan sebelum PO ditutup, penerbit rencananya akan memberikan merchandise menarik, dan buku juga akan ditandatangani langsung oleh penulis (ehem!)

Pemesanan dapat dilakukan langsung melalui penerbit Tukang Kawos (Instagram ID: tukangkawos, dapat menghubungi nomor yang ada di bio). 

Selain langsung ke penerbit, saya juga berterima kasih kepada pihak-pihak yang bersedia menjadi reseller. Untuk saat ini, pihak reseller dapat dihubungi melalui akun Twitter berikut: 
@pilihbuku 
@infosupporter 
@superdepokcyber
@seriea_lawas90. 

Pihak penerbit juga masih membuka kesempatan kepada siapa saja yang berminat menjadi reseller. 

Khusus untuk member Milanisti Indonesia, silakan menghubungi akun @Merchandise_MI dan dapatkan harga spesial.

Akhir kata, semoga teman-teman semua selalu sehat dan sukses.


-Aditya Nugroho, Juli 2017-

Monday, June 26, 2017

Milan Mercato: Mulai Ruwet

Pasca mendapatkan tanda tangan Andre Silva, penyerang Portugal berusia 21 tahun, aktivitas Milan pada bursa transfer pemain melambat. Selain saga perpanjangan kontrak Gianluigi Donnarumma yang setidaknya masih harus menunggu hingga sang pemain mengakhiri kiprahnya di Piala Eropa U-21, ada beberapa pertimbangan ekonomis lain yang membuat Milanisti harus mesti bersabar menunggu.

Pertimbangan ekonomis dimaksud adalah harga para pemain incaran yang berada di atas anggaran Milan. Harga dari tiga target yang telah diumumkan, yaitu Andrea Conti, Lucas Biglia dan Nikola Kalinic masih terlalu tinggi. Khusus Conti, Milan disebut sedikit lagi mencapai kata sepakat dengan Atalanta.

Mengapa persoalan ini membuat Milan begitu sulit bergerak tidak semudah ketika mendapatkan Andre Silva, Franck Kessie, Ricardo Rodriguez dan Mateo Musacchio? Tidak lain karena Milan ini sudah harus cermat bermain-main dengan anggaran yang telah mereka tetapkan.

Milan disebut memiliki anggaran 130 juta euro untuk dibelanjakan di bursa transfer. Total harga empat pemain yang telah berhasil didatangkan tadi adalah 82 juta euro (Rodriguez dan Musacchio masing-masing 18 juta, Kessie 8 juta loan fee, Andre Silva (38 juta). Ini berarti Milan memiliki sisa anggaran sebesar 48 juta euro saja.

Sisa sebesar ini pun akan terpotong sebesar 25 juta euro andai Milan dan Atalanta menyepakati harga Andrea Conti, yang kemudian menyisakan Milan dengan anggaran sebesar 23 juta euro saja. Uang sebesar ini tidak cukup untuk melunasi dua target Milan lainnya, yaitu Biglia yang harganya ditetapkan sebesar 20 juta euro dan Kalinic yang tidak akan dilepas kurang dari 30 juta euro.

Sebetulnya, pergerakan Milan pada mercato ini tidak akan berhenti sekalipun telah berhasil mendatangkan Biglia dan Kalinic (atau pemain lain dengan posisi mirip). Milan masih berhasrat mendatangkan setidaknya masing-masing seorang penyerang sayap, gelandang tengah dan bek tengah.

Jika berandai-andai dengan angka, ini berarti Milan setidaknya membutuhkan 100 juta euro lagi untuk mendatangkan lima orang pemain. Jumlah ini pun masih bisa membengkak tergantung hasil negosiasi Fassone dan Mirabelli dengan para lawan transaksi. Dengan sisa uang sebesar 23 juta euro saja, berarti tidak ada pilihan lain selain menjual pemain-pemain yang ada.

Kebetulan, Milan memang memiliki agenda ‘cuci gudang’ untuk beberapa nama. Gabriel Paletta, Rodrigo Ely, Cristian Zapata, Mattia De Sciglio, Leonel Vangioni, Riccardo Montolivo, Andrea Poli, Andrea Bertolacci, Juraj Kucka, Jose Sosa, M’baye Niang, Carlos Bacca hingga Gianluca Lapadula siap untuk dinegosiasikan. Berdasarkan situs Trasnfermarkt, total harga seluruh pemain ini adalah 91 juta euro.

Wah, berarti jika seluruhnya bisa dijual sesuai harga Transfermarkt, ditambah anggaran sisa sebesar 23 juta euro tadi, permasalahan selesai dong.

Siapa bilang. Lagipula, memangnya menjual pemain itu gampang? Belum lagi gaji mereka di Milan terlalu besar sementara kualitasnya sudah menurun. Mereka perlu berdoa agar datang tawaran gila dari klub-klub asal Tiongkok. 25 juta euro untuk paket Montolivo-Poli? Rasanya mereka pun masih perlu berpikir keras untuk itu.

Jumlah total pemain yang dapat dilepas itu adalah 13 orang. Ini hampir setengahnya total skuat Milan. Kehilangan 13 pemain ini tentu harus dicarikan penggantinya juga, karena beberapa nama tadi merupakan langganan starter musim lalu. Dengan kata lain, merapatnya Conti, Biglia, Kalinic dan tiga pemain baru lainnya akan memunculkan persoalan baru yaitu kedalaman skuat. Anggota starter Milan musim depan boleh jadi amat mentereng, akan tetapi apalah artinya starter mentereng tanpa pemain pelapis yang bisa diandalkan.

Ini membawa Milan pada persoalan pelik lainnya, yaitu mencari pemain-pemain murah atau gratis, atau pilihan lainnya adalah berani mengorbitkan talenta muda. Poin terakhir ini sebetulnya cukup layak dicoba. Stefan Simic, bek muda asal Republik Ceko tampil gemilang pada Piala Eropa U-21, oleh karenanya amat layak dikedepankan untuk menjadi pelapis Musacchio-Romagnoli.

Di posisi gelandang, persoalan kedalaman skuat ini amat terasa. Jika benar Montolivo, Bertolacci, Sosa, Poli dan Kucka dilepas, Milan tinggal memiliki Manuel Locatelli, Jack Bonaventura, Kessie dan kemungkinan Biglia (atau Grzegorz Krychowiak). Setidaknya mereka butuh dua pemain lagi untuk mengakomodasi pola tiga gelandang ala Vincenzo Montella. Nama Matias Fernandez layak dikedepankan. Selain murah, musim lalu performanya cukup lumayan. Sayangnya, ia rentan cedera. Kemungkinan besar, Milan akan berburu pemain gratisan lagi atau mencari pemain pinjaman seperti ketika musim lalu mereka mendapatkan Mario Pasalic.

Lalu di lini depan, jika Bacca, Niang dan Lapadula dilepas dan kontrak Keisuke Honda habis, maka nama tersisa tinggal Suso, Andre Silva dan Kalinic (jika jadi datang). Gerard Deulofeu dan Lucas Ocampos juga telah kembali ke klub pemilik. Milan membutuhkan setidaknya tiga penyerang lagi untuk menjadi pelapis.Sebetulnya saya menyukai ide pembelian Deulofeu, namun keinginan Barcelona untuk menarik kembali sang penyerang sayap menjadikan situasi lebih sulit.

Bagaimana? Mulai kelihatan ruwet, bukan?

Thursday, June 15, 2017

Too Good To Be True

Bursa transfer musim panas 2017-18 belum dibuka, namun Milan sudah mencuri start. Hingga saat ini, I Rossoneri sudah berhasil mengamankan tanda tangan empat pemain, dengan nama Andre Silva yang terakhir didatangkan. Namun Milan masih akan meramaikan lantai mercato ini. Hingga kini, duo Fassone-Mirabelli sedang mengupayakan dua nama yang proses negosiasinya sudah berada di tahap akhir, yaitu fullback kanan Atalanta, Andrea Conti dan gelandang bertahan Lazio, Lucas Biglia. Andai Biglia gagal didatangkan, manajemen sudah bersiap mengetuk pintu Paris Saint-Germain untuk meminjam gelandang mereka asal Polandia, Grzegorz Krychowiak.

Tidak cukup sampai di situ, Rossoneri masih berhasrat memperkuat lini tengah dan depan mereka. Untuk posisi gelandang tengah (mezz’ala), memang belum ada nama baru setelah Corentin Tolisso, gelandang Prancis yang sebelumnya menjadi incaran malah merapat ke Bayern Muenchen. Namun untuk posisi penyerang tengah, Milan memulai kembali negosiasi dengan Torino untuk Andrea Belotti. Nikola Kalinic, bomber Fiorentina asal Kroasia dijadikan sebagai alternatif. Belum lagi pos penyerang sayap. Setelah gagal memboyong Keita Balde yang lebih memilih Juventus, Milan kembali mengejar penggawa Atalanta Alejandro ‘Papu’ Gomez, selain itu ada nama-nama seperti Emil Forsberg (RB Leipzig) dan bahkan Lucas Moura (PSG) disebut-sebut turut dijadikan target.

Dengan begini, setidaknya kita akan melihat Milan yang diperkuat delapan pemain baru. Jumlah ini masih dapat bertambah jika mereka berhasil menjual penggawa-penggawa yang kini masuk daftar jual seperti Riccardo Montolivo, Andrea Bertolacci, Carlos Bacca, Andrea Poli, Cristian Zapata, Jose Sosa, M’baye Niang, Mattia De Sciglio, atau yang dapat dipertimbangkan untuk dijual seperti Gabriel Paletta, Gustavo Gomez, Jose Mauri, Gabriel, Luca Antonelli, Juraj Kucka atau Leonel Vangioni. Fassone dan Mirabelli tentu akan mencari tambahan pemain untuk menggantikan para fringe players itu. Pada musim 2017-18 nanti, hampir dipastikan bahwa kita akan melihat komposisi skuat Milan yang akan dihuni setidaknya 75% pemain-pemain baru.

Hal ini tentu saja terlihat menjanjikan. Pembenahan skuat memang menjadi agenda mendesak yang harus dilakukan mengingat kualitas yang kurang mumpuni. Bagi Milanisti, tentu mercato kali ini terlihat lebih menyenangkan untuk dilalui. Apa yang tidak lebih menyenangkan daripada mendapatkan berita hadirnya seorang pemain baru untuk melakukan tes medis di La Madonnina Clinica dan menandatangani kontrak di Casa Milan?

Situasi ini tentu terlihat too good to be true. Dan sebagai manusia yang selalu mengedepankan sikap waspada, mawas diri dan tidak ingin terlalu berharap banyak agar tidak kecewa, Anda tentu paham bahwa di balik segala sesuatu yang sifatnya too good to be true tadi, ada potensi kejutan-kejutan tidak menyenangkan yang harus siap Anda terima.

Saya pun dengan melakukan riset seadanya berusaha mencari tahu, kira-kira apakah potensi distopia yang bisa terjadi di balik situasi ini. Salah satu kawan yang saya kenal di dunia maya menuliskan ada hal yang ia sebut sebagai bom waktu yang diendap Milan di balik segala keriaan yang terjadi. Yang namanya bom waktu, sudah pasti terpasang secara tersembunyi dan tidak diketahui oleh si sasaran. Dan menurutnya, bom waktu itu adalah saga perpanjangan kontrak Gianluigi Donnarumma.

Betul, saga Donnarumma ini memang sensasional. Pasalnya, Donnarumma yang masih berusia 18 tahun inilah yang berkali-kali menyelamatkan gawang Milan dari kebobolan. Tepisan, tangkapan, sergapan dan terjangan berbuah penyelamatan dengan jumlah total 135 kali menurut situs Squawka telah mengamankan poin demi poin yang diraih Milan hingga akhirnya berhasil memenuhi target minimal yaitu lolos ke babak kualifikasi Liga Europa. Berkat peran krusial, pengharapan yang besar dan beban berat yang disandangnya ini, nama Donnarumma pun diangkat tinggi-tinggi oleh Mino Raiola, sang agen yang “sangat baik dalam melakukan pekerjaannya”, meminjam kalimat sinis yang dilontarkan Fassone.

Hingga detik ini, pukul 14.44 tanggal 15 Juni 2017 saat tulisan ini dalam proses pembuatan, Donnarumma memang sudah menunjukkan sinyal positif untuk bertahan. Namun tentu saja Raiola akan meminta bermacam klausul, yang salah satu yang terdengar wartawan adalah minimum release yang berada ‘hanya’ di angka 50 juta euro andai Milan gagal lolos ke Liga Champions. Masih belum jelas, Liga Champions musim kapan yang dimaksud, tetapi ada sumber yang mengatakan hanya Liga Champions musim 2018-19, ada pula yang mengatakan setiap musim. Ya, kita mengambil yang kedua, berarti Milan harus lolos ke Liga Champions setiap musimnya jika tidak ingin kehilangan Donnarumma. Uang senilai 50 juta euro memang cukup mahal, dan Donnarumma akan menjadi kiper termahal dunia menggeser Gianluigi Buffon karena itu. Namun uang sebanyak itu bukanlah masalah besar bagi klub seperti Real Madrid, Barcelona, Manchester United, Chelsea, Manchester City, PSG atau Juventus. Karena itulah andai Milan harus menuruti klausul pelepasan, maka jumlah itu adalah 100 juta euro.

Namun menurut saya ada satu lagi potensi berbahaya yang dapat menghadang Milan di masa depan, tidak lain adalah faktor finansial. Baru-baru ini, Football Italia melaporkan bahwa proposal Milan terhadap rencana Financial Fair Play ditolak oleh UEFA. Hal ini terkait dengan bukti-bukti dokumentasi kepemilikan baru yang dirasa belum cukup, dan proyeksi perhitungan rencana ekspansi komersial yang belum dapat dijustifikasi.

Sementara itu, Calcio Finanza melaporkan bahwa manajemen baru amat percaya diri bahwa pendapatan Milan akan mengalami kenaikan secara gradual, hingga pada tahun 2022 nanti, angkanya akan menyentuh 500 juta euro, atau lebih dari dua kali lipat dari yang diperoleh sekarang. Kenaikan pendapatan itu juga diikuti kenaikan biaya gaji yang besarnya juga mencapai dua kali lipat, yang berarti mengindikasikan akan lebih banyak lagi pemain-pemain bintang yang datang. Namun sekali lagi, angka-angka tersebut belum dapat divalidasi, karena (mudah-mudahan saya salah) baru sebatas proyeksi di atas kertas.

Artinya, walaupun manajemen baru mengklaim bahwa mereka akan memperoleh kenaikan pendapatan secara signifikan pada pos komersial berupa sponsorship dan penjualan merchandising, namun hingga kini masih belum ada tanda-tanda proyeksi ini akan diwujudkan, minimal dalam bentuk kontrak kerjasama dengan pihak sponsor potensial atau apa pun yang dapat meyakinkan UEFA. Dari informasi yang saya ingat pada saat proses pengambilalihan, manajemen baru ini baru mengisyaratkan rencana mereka untuk mendirikan perusahaan di negeri Tiongkok yang bertujuan memperluas pasar di wilayah Asia, khususnya negara Tiongkok. Karena alasan inilah manajemen baru meminta waktu kepada UEFA untuk melakukan presentasi kembali pada bulan Oktober mendatang.

Kembali ke fenomena shopping spree yang kini melanda Milan, rasanya inilah hal yang perlu diwaspadai. Di balik kedatangan pemain bintang yang datang pada mercato kali ini, ada obligasi dari manajemen untuk menghimpun pendapatan yang amat besar nilainya. Lalu dari sisi teknis, ada beban yang teramat besar untuk memberikan prestasi instan, dalam hal ini setidaknya lolos ke ajang Liga Champions setiap musimnya. Padahal, kita sama-sama tahu bahwa kehadiran pemain-pemain berkualitas tidaklah menjamin prestasi, apalagi yang sifatnya instan. Adakah jaminan bahwa pemain-pemain baru ini langsung nyetel dengan klub baru, pelatih baru, taktik baru, suasana baru Milan?

Shopping spree ini telah menceburkan Milan pada keharusan-keharusan ini, dan memang inilah pilihan (populer) yang diambil. Positifnya, aura kompetitif akan terasa di skuat Milan, tidak lagi ada cerita pemain yang bertarung setengah-setengah seperti sebelumnya. Target yang dicanangkan tinggi oleh pucuk pimpinan jelas akan menularkan mentalitas pemenang kepada para pemain. Mentalitas pemenang Inilah yang diharapkan menjadi penggerak dari pencapaian target ambisius ini.


Wednesday, June 7, 2017

AC Milan Summer Mercato 2017: A Good Start!

Meskipun musim kompetisi Seri A 2017-18 baru dimulai dua setengah bulan lagi, manajemen Milan sudah bersiap menyambutnya dengan bergerak cepat mendatangkan pemain-pemain baru. Ini memang bagian dari realisasi janji manajemen baru untuk mengembalikan Milan ke khitahnya sebagai klub elit Eropa. Sampai saat tulisan ini dibuat, Milan sudah merampungkan transfer bek tengah Mateo Musacchio (18 juta euro) dari Villareal, gelandang Franck Kessie (pinjam dua tahun dengan obligasi pembelian 30 juta euro) dari Atalanta, dan bek kiri Ricardo Rodriguez (17 juta euro) dari Wolfsburg.

Bahkan detik ini, duet Marco Fassone (CEO) dan Massimiliano Mirabelli (direktur olahraga) masih sibuk merampungkan kepindahan beberapa nama seperti gelandang bertahan Lucas Biglia dari Lazio yang tinggal menunggu tes kesehatan dan bek kanan Andrea Conti dari Atalanta yang negosiasinya dalam tahap finalisasi. Setelah dua pemain ini, giliran posisi penyerang tengah yang akan diperkuat. Nama-nama top yang coba didatangkan Fassone dan Mirabelli antara lain Alvaro Morata (Real Madrid), Pierre-Emerick Aubameyang (Borussia Dortmund), Andrea Belotti (Torino), hingga Andre Silva (Porto).

Pelatih Vincenzo Montella memang secara eksplisit menginginkan pemain-pemain tersebut untuk hadir secepatnya. Selain bersiap mengehadapi musim baru, Milan juga harus memulai musim ini lebih awal karena harus mengikuti kualifikasi ketiga liga Europa yang dijadwalkan berlangsung tanggal 27 Juli dan 3 Augstus, serta babak play-off tanggal 17 dan 24 Agustus jika lolos dari babak kualifikasi ketiga.

Namun sejauh ini manajemen bekerja dengan cukup cepat. Akhir Juni nanti, semestinya nama-nama incaran tadi sudah akan berbaju Milan. Tiga nama pertama yang didaratkan sudah sesuai dengan urutan prioritas lini yang harus diperbaiki Milan, yaitu pertahanan. Kedatangan Musacchio dan Rodriguez menjadi upgrade bagi Gabriel Paletta ceroboh dan Luca Antonelli yang rentan cedera, bahkan kedatangan Rodriguez dapat dikatakan sebagai langkah antisipasi yang cepat terhadap kemungkinan hengkangnya Mattia De Sciglio.

Peningkatan kualitas lini belakang ini juga akan berguna untuk kepentingan lain, yaitu negosiasi perpanjangan kontrak Gianluigi Donnarumma. Seperti diketahui, Mino Raiola yang bertindak sebagai agen dari sang wonderkid tidak hanya berhasrat meningkatkan gaji sang penerus Gianluigi Buffon di timnas Italia hingga 30 kali lipat (Raiola meminta 5 juta euro per tahun, 30 kali dibandingkan gaji Donnarumma sekarang sebesar 160 ribu euro), tetapi juga meminta klausul berupa aktifnya release clause yang nilainya di bawah 100 juta euro andai musim depan Milan gagal lolos ke Liga Champions dan meminta jaminan akan adanya pemain-pemain top yang datang. Sebuah permintaan yang lebih mirip pemerasan, tetapi setidaknya kedatangan Musacchio dan Rodriguez semestinya memberi Milan posisi yang lebih baik karena dua pemain inilah yang akan bahu membahu langsung dengan Donnarumma di lini belakang Milan.

Sementara kedatangan Kessie di lini tengah jelas meningkatkan kualitas lini vital ini yang semula amat semenjana. Dengan karakter yang agresif dan bertenaga, Kessie (juga Biglia nantinya) akan memudahkan kerja Jack Bonaventura yang dapat berkonsentrasi untuk mengeluarkan kreativitasnya. Milan bahkan masih akan mendatangkan setidaknya dua nama lagi di luar nama-nama yang disebutkan, terutama di posisi gelandang tengah atau penyerang sayap dan penyerang tengah pelapis. Tetapi dengan catatan, mereka harus melepas para pemain yang ada lebih dulu.

Derasnya keran pembelian pemain yang dilakukan Milan, toh jangan disikapi berlebihan dengan berharap sukses instan, terlebih berharap Milan langsung dapat bersaing memperebutkan scudetto. Lihatlah bagaimana Inter Milan yang musim lalu mengeluarkan 150 juta euro untuk membeli pemain-pemain berkualitas. Dari situasi yang dialami I Nerazzurri tentu dapat diambil pelajaran bahwa kehadiran pemain-pemain bintang tidak otomatis mengangkat prestasi tim.

Performa AS Roma dan Napoli pun baru stabil akhir-akhir ini setelah mereka melakukan pembenahan kualitas pemain sejak dua-tiga musim lalu. Itu pun dengan didukung manajemen kedua kesebelasan yang memiliki visi jelas dan organisasi yang stabil serta jelas pembagian wewenangnya. Milan, bagaimanapun baru memulai lembaran baru dalam sejarah mereka. Memang dalam setiap pergantian kepemimpinan, ada proses transisi yang perlu dijalani dengan terukur dan tidak terburu-buru. Akan tetapi, manajemen baru Milan sudah memulai langkah awal yang positif di lantai mercato, dan setidaknya impresi positif ini dapat meningkatkan antusiasme pendukung yang berdampak pada peningkatan jumlah pemegang tiket terusan. 




Sunday, February 19, 2017

Vincenzo Montella dan Pola 4-3-3

Vincenzo Montella telah memberikan kegembiraan bagi pendukung Milan. Sejak ditunjuk sebagai pelatih I Rossoneri pada Juli tahun 2016, pria berusia 42 tahun ini memberikan identitas bagi permainan kesebelasan yang berdiri tahun 1899 ini, yaitu pola dasar 4-3-3 menyerang dengan mengedepankan penguasaan bola serta eksploitasi sisi sayap.

Montella juga terlihat tidak ragu melanjutkan kerja keras pendahulunya, Sinisa Mihajlovic, dalam mengorbitkan pemain-pemain muda. Ia percaya pada Donnarumma, si remaja ajaib yang belum berusia 18 tahun, terus memberi tempat pada Locatelli yang masih berusia 18 tahun untuk memainkan peran Montolivo yang cedera panjang, juga memaksimalkan potensi Suso Fernandez yang menemukan kepercayaan diri setelah dipinjamkan setengah musim ke Genoa.

Selain itu, Montella juga berhasil memaksimalkan skuat yang tidak terlalu mewah ini menjadi satu kesatuan solid. Paletta yang meski ceroboh, dijadikannya tandem yang pas untuk Romagnoli. De Sciglio yang musim lalu kerap dikritik akibat inkonsistensi permainan, kini makin stabil permainannya. Ditambah lagi Jack Bonaventura yang makin menunjukkan kehebatannya sebagai pemain kunci, dan Carlos Bacca yang tetap tajam meski kerap meminta perlakuan dan perhatian lebih.

Hasilnya bisa dilihat bahwa Milan sempat nyaman menduduki posisi tiga besar, menjelma sebagai tim yang permainannya atraktif, dan utamanya memberi gelar Piala Super Italia dengan mengalahkan Juventus lewat drama adu penalti. Gelar ini merupakan gelar resmi pertama Milan sejak tahun 2011. Montella yang ketika masih bermain terkenal dengan selebrasi meniru pesawat terbang, kini sebagai pelatih, ia berhasil menerbangkan Milan berkat ide-ide cemerlang dan kharismanya.

Namun setelah tahun berganti, situasi ikut berganti. Milan yang tadinya calon kuat penghuni tiga besar, kini malah terancam gagal lolos ke ajang antarklub Eropa sama sekali. Selain tersingkir di ajang Coppa Italia, Milan juga tampil buruk di Seri A Italia. Berturut-turut, Ignazio Abate dan kawan-kawan kalah dari Napoli, Udinese dan Sampdoria. Napoli dan Sampdoria bahkan berhasil memperoleh tiga poin dari Milan saat pertandingan berlangsung di San Siro.

Rangkaian kemunduran ini seperti membawa Milan terjun bebas. Pesawat terbang Montella oleng seiring rontoknya awak-awak kunci Rossoneri karena cedera dan hukuman. Bonaventura cedera hingga akhir musim, begitu pula masalah kebugaran De Sciglio dan Romagnoli yang kerap memaksa mereka absen dua-tiga pekan. Intensitas tinggi permainan Milan di bawah Montella juga menjadi faktor buruknya level kedisiplinan para penggawa Rossoneri. Hingga kini, total sembilan kartu merah telah dikeluarkan wasit untuk Milan, padahal sepanjang musim lalu, Milan hanya tiga kali dihukum kartu merah.

Dalam momen tidak mengenakkan ini, kita semua pun jadi terpaksa teringat, bahwa Milan memang begitu jarang memenangi pertandingan dengan nyaman musim ini. Banyak sekali kemenangan Milan yang didapat dari gol-gol yang terjadi pada menit akhir. Bacca, Lapadula, Pasalic, bahkan Paletta bergantian mengakhiri pertandingan sebagai pahlawan. Ini tidak hanya indikasi tim yang memiliki mentalitas baja, tetapi sekaligus tim yang belum benar-benar mendominasi lawannya.

Dalam kondisi ini, Montella pun tidak mengganti pola dasar 4-3-3. Ia tetap menggelar formasi ini bahkan misalnya ketika Milan dilanda krisis fullback. Romagnoli dipasang sebagai bek kiri ketika berhadapan dengan Sampdoria, di mana Milan menyerah 0-1 di hadapan publik sendiri. Well, kalau bicara taktik, saya tidak akan berlagak lebih tahu daripada Montella, karena dialah yang setiap hari memantau latihan Milan, bukan saya. Bukan pula para pundit berdasi.

Namun Silvio Berlusconi yang hingga kini masih menjabat sebagai presiden Milan, tentu merasa memiliki otoritas. Seperti biasa, ia selalu melawan kebijakan pelatihnya yang tidak memainkan dua penyerang di depan seorang trequartista. Sebagai trequartista masokis yang terbiasa dimanjakan kepiawaian Boban, Rui Costa atau Kaka, Berlusconi berkeyakinan bahwa seorang Suso merupakan penerus ideal sosok-sosok inspirasional itu, bukannya sebagai inverted winger. Montella pun masih teguh pada pendiriannya bahwa formasi 4-3-3 merupakan yang terbaik untuk Milan dengan kondisi skuat saat ini. Sebagai pelatih, Montella tentu saja tidak kaku soal taktik. Ia pernah terbiasa menggunakan pola tiga bek saat menukangi Fiorentina atau Catania. Tapi menggunakan tiga bek di skuat Milan saat ini? Rasanya Montella tidak gila-gila amat untuk mencobanya. Hal yang sama pula ia terapkan pada ide menaruh Suso di posisi trequartista.

Akan tetapi, Anda tentu saja tahu konsekuensi jika melawan ide sang bos. Ketika Anda berhasil, sang bos tentu tidak akan berkata apa pun, tetapi ketika Anda gagal, ia akan berteriak betapa keras kepalanya Anda yang tidak mau mengikuti sarannya.

Saya tidak bermaksud bilang kalau Montella hanya terpaku pada satu sistem. Jelas banyak sekali elemen micro-tactic yang begitu luwes dimainkan ketika Milan berada di bawah arahan pelatih yang satu ini. Namun kini Milan kembali pada penyakit lama, yaitu kesulitan menembus lawan yang menerapkan pola bertahan total dan serangan balik kilat. Sampdoria dan Udinese sudah berhasil mengangkangi Milan lewat cara ini, dan bukan tidak mungkin akan diikuti tim-tim lain. 

Kalau sudah begini, absennya Bonaventura memang sangat terasa. Tapi setidaknya, musim ini Montella masih lebih 'beruntung' karena masih mempunyai pemain-pemain muda berbahaya selevel Deulofeu atau Ocampos di lini serang, ketimbang musim lalu yang disisakan Kevin-Prince Boateng dan Mario Balotelli yang sudah demotivasi ketika M'baye Niang yang sedang on fire tiba-tiba mengalami kecelakaan mobil yang membuatnya cedera panjang.

Sekali lagi, saya tidak ingin berbicara banyak soal taktik, tapi kok saya jadi teringat terus ucapan Fabio Capello: “Anda tidak akan berhasil jika hanya mengandalkan satu sistem.”

Friday, December 30, 2016

Catatan Sangat Ringan Tentang 2016

Sudah cukup lama rasanya saya tidak mengisi blog sepak bola ini, blog yang biar jelek-jelek begini, merupakan pintu gerbang saya untuk bertemu dengan teman-teman baru yang sama-sama memandang sepak bola lebih dari sekadar permainan sebelas melawan sebelas.

Dari catatan terakhir yang saya buat pada tanggal 5 September lalu, saya bercerita tentang menggeliatnya dunia football writing di kota Depok, sebuah kota berkembang di selatan Jakarta, tempat saya tinggal. Sejak saat itulah kegiatan dan teman-teman sepak bola saya bertambah. Kelompok pertemanan yang tidak asing mendengar istilah seperti Danubian School atau tokoh-tokoh seperti Nandor Hidegkuti dan Gianni Rivera.

Teman-teman sepak bola yang saya maksud sekarang ini tidak berada jauh dari rumah saya. Kemudahan proksimitas inilah yang membuat setiap pertemuan terjadi dengan mudahnya, ketimbang jika saya harus menyambangi beberapa kolega yang tinggalnya di wilayah Jakarta yang kian hari kian macet ini.

Proyek demi proyek yang berhubungan dengan literasi sepak bola pun dijalani, baik online maupun offline. Beberapa berlangsung ramai, beberapa lagi sepi. Namun ramai atau sepi, antusiasme mereka masih tinggi, setidaknya hingga saat ini. Kebetulan, teman-teman saya ini merupakan pribadi-pribadi yang aktif dan tidak sulit diajak ketemuan. Di tahun ini pula, proyek-proyek jangka panjang ini dimulai, dan diharapkan rampung pada tahun depan. Apakah saja proyeknya? Nantikan saja.

Ini menjadikan tahun 2016 saya lebih berwarna, dalam perspektif sepak bola tentunya. Jika 2015 saya lebih banyak berdiam, baik dalam dunia nyata maupun maya, 2016 ini keadannya berbeda, dan semua itu karena kehadiran teman-teman baru. Sekali lagi, kedatangan teman-teman baru di tengah-tengah terputusnya banyak pertemanan gara-gara saling baper postingan bias soal politik di Facebook adalah hal yang patut di-sujud syukuri.

Monday, September 5, 2016

Football Writing Di Depok

Apakah Anda senang bertemu orang-orang baru?
Apakah Anda menyukai keramaian?
Di sebuah pesta, apakah Anda dapat berbaur?
Apakah Anda cepat dekat dengan orang lain?
Apakah Anda nyaman memulai percakapan dengan orang yang baru Anda kenal?

Jika seluruh pertanyaan standar tes kepribadian tersebut diajukan kepada saya, maka saya dengan mudah akan menjawabnya dengan kata “Tidak”. Lalu hasilnya, saya akan dibilang sebagai pribadi yang introvert.

Tapi coba saja jika seluruh pertanyaan tadi ditambahkan embel-embel sepak bola.

Apakah Anda senang bertemu dengan orang-orang baru yang juga menyukai sepak bola?
Apakah Anda menyukai keramaian di stadion sepak bola?
Di sebuah acara pertemuan orang-orang penyuka sepak bola, apakah Anda dapat berbaur?
Apakah Anda cepat dekat dengan orang yang menyukai sepak bola?
Apakah Anda nyaman memulai percakapan dengan orang yang baru Anda kenal, namun ia menyukai sepak bola?

Untuk semua pertanyaan yang ini, saya akan menjawab "YA", tentu asalkan orang-orang ini baik hati, tidak sombong, asik dan gak ribet. :)

Itulah yang saya alami dalam beberapa minggu terakhir. Ketika ketertarikan dengan dunia penulisan sepak bola sedang meluntur, dan saya semakin (di)tenggelam(kan) oleh urusan pekerjaan di kantor dan keluarga di rumah, saya malah menemukan komunitas penulis sepak bola yang baru.

Ya, sebetulnya tidak baru-baru amat, karena nama-nama mereka sudah tidak asing lagi. Kami sudah saling follow dan sering menyapa di Twitter. Saya juga sering membaca karya-karya mereka, baik di blog pribadi, blog komunitas, hingga situs-situs sepak bola yang lebih besar. Yang memudahkan kami berkolaborasi adalah kami sama-sama berdomisili di kota Depok, Jawa Barat. Jarak yang dekat memang membuat pertemuan jadi lebih mudah. Walaupun sudah era digital, tapi tetap saja tidak ada yang mampu mengalahkan makna pertemuan tatap muka. Kalau tidak percaya, tanya saja sama yang sedang LDR.

Walaupun kami baru sekitar sebulanan bertemu, sudah ada dua proyek sehubungan dengan penulisan sepak bola yang kami jalankan.

Proyek pertama yang sudah saya jalani bersama teman-teman baru ini adalah Indonesia FC (dengan alamat website www.indonesiafc.com), portal sepak bola yang baru diluncurkan sekitar Agustus 2016. Masih bayi, dan menurut saya, orang-orang yang berada di belakang proyek ini cukup nekat, karena sepengetahuan saya, sudah banyak sekali komunitas-komunitas sepak bola di Indonesia, dan dari sekian banyak komunitas itu, banyak pula yang tenggelam.

Tetapi ketika saya ketemuan dengan Imam dan Abi, dua Co-Founder dari Indonesia FC, mereka menjelaskan bahwa kegiatan Indonesia FC tidak berkisar di dunia maya saja. Komunitas dengan akun twitter @indofccom ini juga hendak menggalakkan kegiatan offline antarpenulis sepak bola di kota Depok, yang selama ini boleh dibilang belum ada. 

Saya setuju bahwa faktor-faktor yang dapat membuat sebuah komunitas eksis dalam waktu yang panjang adalah konsistensi, konten yang bermutu, dan kegiatan offline yang kontinyu. Kegiatan offline ini memegang peranan penting, karena tentu saja banyak ide-ide yang memang lebih efektif jika dikeluarkan pada saat bertatap muka secara langsung. Sebagai contohnya adalah kegiatan diskusi, kelas menulis, atau penerbitan buku. Dari sini, hubungan antarpenulis pun akan lebih cair.

Jika secara konsep yang digagas sudah kurang lebih sama, mungkin Indonesia FC dapat mengeluarkan ciri khas lewat gimmick-gimmick lain, yang tentu saja tergantung dari tingkat kreativitas dan inovasi dari para pengurusnya. 

Saya sendiri merasa senang ketika Indonesia FC mengajak untuk mengisi website mereka. Saya pun menyambut ajakan mereka untuk berkolaborasi offline di proyek kedua, yaitu sebagai pembicara dalam acara bertajuk “How To Be A Sport Writer” yang digagas oleh komunitas lain di depok, yaitu Depok Menulis. Saya juga bertemu dengan Talita, founder dari Depok Menulis, sebuah komunitas dengan akun twitter @depokmenulis yang menampung karya-karya literasi yang berhubungan dengan kegiatan menulis, membaca, dan bahasa.

Seumur-umur, saya lebih suka mendengar ketimbang menulis ketimbang berbicara. Berbicara, apalagi di depan orang banyak, adalah kegiatan yang normalnya saya hindari. Tapi ketika topiknya adalah sepak bola, saya buat pengecualian. Ternyata setelah dicoba, saya bukanlah seorang pembicara yang jelek-jelek amat, kalo menurut standar saya sih ya. :)

Acara talk show santai ini berlangsung kemarin (4/9) di panggung utama Depok Town Square. Ada beberapa wajah baru yang saya temui, di antaranya Handi (@Indosoccer) yang juga bertindak sebagai moderator, Ibnu (eks Bolatotal), juga Katon yang sekarang aktif menulis bersama Fandom Indonesia. Selain mereka, saya juga melihat wajah-wajah lain yang sepertinya amat tertarik dengan dunia penulisan sepak bola, dan saya juga senang karena turut hadir pula Bang Kubil (@superdepokcyber) yang juga seorang anggota supporter klub Persikad Depok. Oh iya, sebagai tambahan informasi, sejak 2015, laman Indosoccer (www.indosoccer.id) sudah diisi dengan tulisan-tulisan sepak bola Indonesia non berita.

Tambahan lagi, kemarin saya juga akhirnya bertemu dengan Ruli, admin dari akun twitter @CSKAMoskwaIDN. Dari perbincangan yang singkat saja, saya bisa langsung menyimpulkan bahwa dialah salah satu admin twitter fanbase klub yang paling berwawasan. Yah, selama ini saya sih belum banyak bertemu dengan orang yang begitu lancar menceritakan CSKA Moskow, Partizan Belgrade, Dinamo Tiblisi, Eduard Streltsov, sampai Vitaly Mutko.

Akhir kata, semoga kami dapat menjadikan kota Depok sebagai satu lagi kantung literasi sepak bola Indonesia. Grup whatsapp sudah kami buat, dan semoga memudahkan kami untuk rutin ketemuan. Dan semoga grup ini kelak tidak menjadi terlalu formil dan kaku layaknya grup kantor yang isinya banyak bos-bos, atau grup besar alumni sekolah yang terlalu serius tapi susah banget kalo diajak ketemuan. :)

Monday, August 8, 2016

Life After Berlusconi

Spekulasi tentang penjualan saham AC Milan oleh sang patron Silvio Berlusconi kepada grup investor dari negeri Cina akhirnya menjadi kenyataan. Tepat pada tanggal 5 Agustus waktu Italia, Berlusconi melalui perusahaannya yang juga menjadi induk dari Milan, Fininvest, resmi melepas kepemilikan Milan sebanyak 99,9% lebih dengan nilai 740 juta euro kepada grup yang dikabarkan bernama Haixia Capital dan Yonghong Li. Nilai ini termasuk pelunasan hutang-hutang Milan yang jika dijumlahkan bernilai sekitar 220 juta euro.

Bersama Berlusconi, Milan telah menjalani periode pasang surut prestasi. Namun yang patut diingat, Berlusconi adalah salah satu presiden tersukses dari sebuah klub. Bukan semata jumlah gelar yang didapat (total 28 gelar dalam 30 tahun, 5 di antaranya Liga Champions), namun cara Berlusconi mengelola klub pula yang menjadi inspirasi banyak kesebelasan di Italia, dan mungkin saja bahkan berpengaruh hingga ke seluruh benua Eropa. Termasuk obsesinya akan keindahan di lapangan, berwujud sepak bola menyerang dengan permainan atraktif.

Namun kemudian kekuatan finansial Berlusconi tak lagi mampu menopang kebutuhan Milan, termasuk berkompetisi dengan para pesaing di domestik maupun kontinental, yang sudah dikelola dengan lebih modern. Pengelolaan modern dimaksud yaitu menjadikan klub sepak bola sebagai institusi yang mandiri, atau istilah keuangannya sustainable.

Kepayahan Milan dalam menghadapi persaingan terlihat dari lemahnya pergerakan di bursa transfer, sehingga kualitas pemain-pemain yang memperkuat Rossoneri pun tidak mampu menyaingi para rival. Pun demikian dengan mentalitas pemenang yang sudah hilang sejak para senatori pensiun atau hengkang tahun 2012 silam. Dampaknya begitu jelas, yaitu merosotnya prestasi berujung nihilnya keikutsertaan di kompetisi antarklub Eropa selama tiga musim beruntun.

Namun hari-hari ini telah berlalu, dan kita masih akan memiliki banyak waktu untuk mengharu-biru mengenang era Berlusconi. Segera setelah Berlusconi mengumumkan penjualan, Milan kembali bergerak di bursa transfer dan dipastikan akan diguyur dana transfer sebesar 350 juta euro yang diberikan secara gradual. Dana 100 juta euro disiapkan untuk musim ini, di mana 15 juta di antaranya dapat segera cair, dan sisa 85 juta baru akan didapat tiga minggu dari sekarang, atau paling lambat Januari tahun depan.

Dengan hadirnya pemilik baru dan keluarnya dana untuk transfer pemain, berikut hal-hal yang perlu segera dilakukan:

Membeli Sedikit Saja Pemain-Pemain Yang Dibutuhkan
Sejak dibukanya bursa transfer 1 Juli kemarin, Milan baru mendatangkan tiga pemain, yaitu penyerang yang juga merupakan capocannonieri kompetisi Seri B Italia, Gianluca Lapadula, lalu bek kiri asal River Plate, Leonel Vangioni, dan yang terbaru adalah bek tengah Lanus asal Paraguay, Gustavo Gomez. Pembelian Gomez sendiri baru diresmikan sehari sebelum penjualan klub.

Pembelian pemain-pemain ini memang masih jauh dari kata cukup untuk meningkatkan daya saing. Namun karena waktu bergulir kompetisi resmi yang semakin dekat, ada baiknya untuk tidak terlalu banyak mendatangkan pemain baru. Pertimbangannya, akan sulit bagi pelatih Vincenzo Montella untuk mempersiapkan tim dengan pemain-pemain yang belum terbiasa dengan metodenya.

Namun sayangnya, Milan baru akan mendapatkan injeksi 100 juta euro saat bursa transfer musim panas akan ditutup. Kini menjadi tugas dari Adriano Galliani bersama Marco Fassone, CEO baru yang ditunjuk oleh grup investor Cina untuk meyakinkan para pemilik klub pemain incaran untuk setidaknya mau menerima penundaan pembayaran.

Jika memang sulit mendapat persetujuan penundaan pembayaran itu, ada baiknya Milan segera merampungkan penjualan pemain. Carlos Bacca yang memang ingin pergi sebaiknya segera dicarikan klub baru, begitu pula Alessandro Matri dan Luiz Adriano. Dana segar dari penjualan mereka, ditambah 15 juta euro yang sudah di tangan, dapat digunakan untuk membeli dua atau tiga pemain.

Mungkin Galliani dan Fassone dapat memfokuskan diri untuk bernegosiasi ulang dengan bek Villareal, Mateo Musacchio. Banderol 30 juta dapat dipenuhi segera setelah Bacca dijual. Untuk gelandang bertahan, Badelj mungkin saja dapat diikat dengan mahar 10-12 juta euro. Sementara target lain yaitu Juan Cuadrado dan Simone Zaza dapat diupayakan kedatangannya dengan skema pinjaman dengan kewajiban membeli.

Segera Umumkan Struktur Organisasi Baru
Sembari memperkuat tim dengan pemain-pemain baru, tidak kalah pentingnya adalah pengumuman struktur organisasi baru di kursi manajemen. Pembagian peran harus jelas dan tegas, plus jabatan harus diemban oleh mereka yang memiliki kompetensi. Jika Fassone menjadi CEO, ada kemungkinan bahwa ia perlu menunjuk direktur olahraga baru, dan semoga saja berasal dari mantan legenda.

Kehadiran para legenda di jajaran manajemen tidak hanya berfungsi sebagai duta klub. Lebih dari itu, pengisi peran ini dapat menggunakan pengaruh dan pengalamannya sebagai pemain untuk bisa berdiplomasi dengan klub penjual maupun si pemain langsung. Paolo Maldini sepertinya cocok untuk menduduki jabatan ini.

Hidupkan Kembali Scouting dan Perbaiki Kebijakan Transfer
Pembelian pemain yang dilakukan Milan dalam tiga tahun ke belakang, dalam pandangan pribadi penulis, tidak didasari oleh kegiatan scouting yang dilakukan oleh pemandu bakat. Pembelian dilakukan dengan melihat ketersediaan pemain di bursa, harga yang cocok atau mengandalkan hubungan baik dengan sesama direktur olahraga atau pemilik klub lain.

Model seperti ini memang tidak selamanya salah, namun tidak semestinya selalu dijalankan. Pembelian pemain, termasuk penggajiannya sebaiknya memperhatikan betul kualitas si pemain dan kecocokannya dengan kultur dan nilai-nilai klub. Sudah saatnya Milan kembali membeli pemain-pemain dengan bakat yang nyata, untuk kemudian ditempa menjadi bintang. Contohnya adalah pembelian pemain-pemain seperti Thiago Silva atau Ricardo Kaka.

Kerjasama Komersial
Performa keuangan Milan dalam hal pendapatan komersial sebetulnya sudah bagus. Milan konsisten menjadi klub dengan pendapatan komersial tertinggi di Italia, dengan nilai total kerjasama berkisar di atas 100 juta euro setahun. Kehadiran investor dari negeri Cina semestinya dapat meningkatkan pendapatan Milan dari sektor ini, dengan cara menggali potensi-potensi kerjasama komersial baru berbentuk sponsorship atau penjualan merchandise.

Rencanakan Pembangunan Stadion Baru
Stadion merupakan hal penting bagi klub sepak bola di masa ini demi menghimpun seluruh potensi pendapatan. Di Italia, sepanjang pengetahuan penulis, tidak ada stadion sepak bola baru yang dibangun pemerintah. Negara ini terakhir kali menyelenggarakan kejuaraan sepak bola ataupun olahraga berskala global tahun 1990 lalu, sehingga tidak ada urgensi untuk membangun stadion baru.

Milan tidak dapat meniru langkah West Ham United yang menyewa London Olympic Stadium, stadion yang dibangun pemerintah kota untuk menyambut Olimpiade London tahun 2012 sebagai kandang baru mereka menggantikan Boleyn Ground. Yang dapat Milan lakukan adalah membangun stadion baru, proyek yang sebetulnya pernah diinisiasi oleh Barbara Berlusconi tahun 2015, namun gagal karena harga tanah yang terlalu mahal di distrik Portello.

Monday, July 18, 2016

Wawancara Dengan Akun Penggemar CSKA Moskow di Indonesia

Ada rubrik baru yang ingin saya isi di blog ini agar lebih terasa personal dan bersahabat, yaitu wawancara dengan mereka yang juga menyukai sepak bola. Tidak harus dengan mereka yang bersinggungan (atau pernah bersinggungan) langsung dengan dunia sepak bola, tetapi bisa juga dengan mereka yang menikmati sepak bola dengan caranya masing-masing. Juga tidak ada kriteria khusus siapakah yang saya wawancarai, yang penting orangnya asik dan gak ribet :)

Dalam edisi perdana ini (sedaap), saya mewawancarai seorang pengelola akun twitter basis penggemar sebuah klub sepak bola. Bukan kesebelasan yang sering didengar, bukan pula dari liga sepak bola yang ditonton banyak orang di Indonesia. Yang saya maksud ini adalah kesebelasan yang merupakan juara Liga Primer Rusia musim 2015-16, CSKA Moskow.

Begitu cepatnya respon dari admin yang memiliki akun twitter @CSKAMoskwaIDN, sehingga pertanyaan demi pertanyaan yang semula mengusik benak, dijawab tuntas oleh si empunya akun. Terima kasih banyak saya ucapkan atas kesediaan pemuda yang juga kerap menulis di situs berita dan opini sepak bola Rusia, Russian Football News ini dalam meluangkan waktunya. Berikut kutipan wawancara yang saya lakukan, plus jawaban dari sang admin, tentunya setelah saya edit seperlunya.

Pertanyaan (Q) 1:
Sejak kapan menggemari CSKA Moskow, sekaligus mengikuti sepak bola Rusia? Apa yang menjadi latar belakangnya?

Jawaban (A) 1:
Pertama kali kenal dengan CSKA Moskow ketika CSKA secara mengejutkan mengalahkan Sporting CP 3-1 di final Piala UEFA 2005. Tapi saat itu masih belum mengikuti betul karena internet yang masih lambat, walaupun sudah lama terpasang. Saat itu masih dalam taraf membaca situs Wikipedia aja.

Dibilang sudah mulai serius mengikuti CSKA sejak musim 2009. Kagum dengan pencapaian di Euro 2008 (timnas Rusia berhasil melaju hingga babak semifinal - red). Seneng banget liat pertahanan Rusia yang kuat; Igor Akinfeev, Berezutskiy Bros (Vassili dan Alexei - red), plus Sergei Ignasevitch. Juga munculnya Alan Dzagoev yang dulu disebut-sebut sebagai wonderkid Rusia.

Alasan lain yang ikut mendorong suka dengan Liga Rusia adalah sekolah. Selepas SMA, saya mengincar masuk jurusan radiofisika di Lomonosov (Lomonosov Moscow State University - red). Saat itu berpikir dengan terbiasa sesekali mendengar komentator atau iklan dalam Bahasa Rusia bisa membantu memahami –walaupun lama banget efeknya hehe.

Mulai full nonton RFPL ketika format liga ngikuti kalender UEFA (2011/12) karena saat itu internet yang dipasang kampus kenceng banget.


Q 2:
Apakah memiliki afiliasi dengan akun fanbase CSKA Moskow dari kota Moskow? Jika belum, apakah ke depannya punya rencana membuat afiliasi?

A 2:
Sejauh yang saya tahu, akun fanbase CSKA dari Moskwa itu @wearecska11; keterkaitan kami sebatas saling follow dan berinteraksi di dunia maya, sama seperti interaksi dengan akun fanbase CSKA yang berasal dari Inggris.

Terpikir untuk membuat afiliasi, bahkan akun yang terverifikasi oleh Leningrad Prospekt (sebuah nama jalan protokol di kota Moskow - red), hehe. Tapi itu masih lama, mungkin akan direalisasikan kalo memang fans CSKA sudah cukup besar atau Liga Rusia cukup populer di Indonesia. setidaknya, ketika orang yang kita ajak ngobrol nggak mengeluh “Ya elah, Liga gak jelas”


Q 3:
Di Indonesia sendiri, ‘kan jarang sekali penggemar Liga Rusia, apakah memiliki komunitas, misalnya dengan kelompok suporter klub Rusia lain. Atau dalam keseharian, adakah interaksi dengan fanbase klub negara lain?

A 3:
Dulu, tahun 2013 atau 2014 sempat muncul akun fanbase Zenit SPb Indonesia di twitter. Saling follow dan berinteraksi; sayangnya akun tersebut kemudian hilang. Sempat jug aada akun Fanbase Liga Rusia, tapi bernasib sama. Selebihnya belum lagi menemukan akun fanbase, termasuk Fratriya (sebutan bagi penggemar klub Spartak Moskow).

IndoTorino (@indoTorino) adalah fanbase klub pertama di Indonesia yang berinteraksi dengan akun CSKA ini. Mungkin karena sesama tim minor Eropa di mata orang Indonesia, kami berhubungan baik. Selain itu, semenjak saga transfer Ahmed Musa ke Leicester City mencuat, kami menjalin hubungan juga dengan akun fanbase Leicester City (@LCFC_Indonesia) di Indonesia.


Q 4:
Sejauh ini, selain menggunakan akun twitter, apakah ada usaha untuk lebih memperkenalkan CSKA (dan Liga Rusia umumnya) kepada penggemar sepak bola di Indonesia? Misalnya dengan membuat blog dan sejenisnya.

A 4:
Sejauh ini, selain melalui twitter, usaha memperkenalkan CSKA, Liga Rusia, dan timnasnya hanya sebatas numpang menulis di Russian Football News kemudian menyebarkan ke peer group. Ke depan, sih, berharap juga bisa numpang di Futbolgrad atau webblog sejenis. Sekarang sedang merampungkan 2 calon tulisan hehe.

Untuk blog ‘official’ belum terpikirkan karena masalah waktu dan repotnya mengurus (desain yang ciamik, sih, lebih tepatnya)


Q 5:
Untuk penggemar yang belum banyak tahu tentang CSKA Moskwa dan sepak bola Rusia, adakah bacaan-bacaan berupa buku atau situs yang dapat direkomendasikan?

A 5:
Salah satu kelemahan fans CSKA dibanding Spartak atau Dinamo adalah pencatatan sejarah. Web web yang dikelola baik oleh Spartak maupun Fratriya cukup lengkap mengenai sejarah, legenda, dan profil pemain.

Sebenarnya, kalo memang mau tahu sejarah CSKA dari zaman OLLS (nama pertama klub saat pembentukan tahun 1911-red) sampe ganti ke CSKA, situs resmi klub sudah mencakup itu dengan cukup, kok. Kalo memang mau lebih lanjut, bisa ubek-ubek hasil pertandingan CSKA permusim di cska-games.ru. Sayangnya, bahasa yang dipakai Bahasa Rusia dengan huruf Cyrillic. Statistik permusim sejak Soviet Group A juga disajikan di footballfacts.ru yang sayangnya lagi-lagi dalam Bahasa Rusia. Namun karena disajikan round-per-round, dengan sedikit imajinasi kita bisa membayangkan jalannya liga. 


Q 6
Dari sepak bola Rusia, belakangan ini begitu banyak berita mengenai hal-hal negatif seperti kekerasan suporter, perilaku rasis, xenofobia, hingga kesulitan finansial klub dan kesalahan tata kelola. Bagaimana Anda memandang hal ini? Apakah ada hal positif yang bisa diangkat, yang tidak banyak orang tahu tentang sepak bola Rusia?

A 6:
Tidak ada tempat bagi tindakan diskriminasi atas suku, ras, agama, kewarganegaraan, gender, dan orientasi seksual; termasuk di dunia sepak bola. Kekerasan suporter –bukan hanya yang terjadi di Euro kemarin– dan tindakan rasis yang diberikan kepada pemain berkulit gelap sudah menjadi kebiasaan orang Eropa Timur yang cenderung chauvinis akan identitas Slav.

Walaupun saya tidak memegang data resmi, kasus rasisme terus terjadi di Liga Rusia; suporter bola seolah olah tidak kapok meskipun klubnya dihukum bermain dengan pintu tertutup dan dikenai denda yang cukup besar. Saya rasa klub memiliki kewajiban membina suporter, ke depan pihak CSKA harus berunding dengan dua kelompok ultras yang mereka miliki (salah satunya Red-Blue Warrior – red). Fanatisme buta akan apapun tentu tidak baik.

Dan selaiknya sepak bola Indonesia, kondisi sepakbola di Rusia juga tidak berbeda jauh. Korupsi, pembinaan usia dini yang sporadis, ketimpangan pembangunan barat-timur, dan masalah finansial. Transformasi kepemilikan klub dari serikat dan milik negara menjadi milik swasta juga tidak begitu baik di Rusia, ditambah dengan kondisi asosisasi pemain, pelatih, dan wasit yang terpecah dan cenderung korup menambah runyam.

Sejujurnya, belum ada hal membanggakan yang bisa diangkat pasca 2008 selain tetap munculnya talenta muda di tengah situasi yang tidak baik; Alexandr Golovin, Ramil Sheydayev, Rifat Zhemaletdinov, dan Anton Mitryushkin jadi juara di Euro U17 tahun 2013 lalu. Boleh jadi, jika Rusia dapat menampilkan kejutan di 2017 dan 2018 akan menjadi catatan manis di tengah keterpurukan mereka selaiknya Irak yang di Piala Asia 2007 (Irak menjadi juara Piala Asia tahun 2007 di tengah situasi sulit yang melanda negara mereka – red).


Q 7:
Bagaimana Anda melihat peta persaingan Liga Primer Rusia musim 2016-17? Akankah ada tim kejutan seperti FC Rostov yang musim lalu menempati peringkat kedua?

A 7:
Hingga hari ini, bisa dibilang sangat susah memetakan kekuatan musim depan. Tim tradisional semacam Spartak Moskow melakukan cuci gudang dan menjalani pertandingan pramusim yang cukup baik. Rubin Kazan yang mendatangkan Gracia (Javi Gracia, pelatih asal Spanyol – red) sedang kebanjiran pemain baru berdarah Latin, plus mereka punya Maxime Lestienne (gelandang asal Belgia – red) yang musim lalu membobol gawang Akinfeev di UCL; ya, meskipun mereka sedang berusaha ‘membuang’ stok lama. Stanislav Kritsyuk musim depan akan sepenuhnya berada di bawah mistar FC Krasnodar; Lalu ada Anzhi Makhachkala yang memperkuat skuad dengan pemain eks-Kuban Krasnodar dan pinjaman lain.

Sementara FC Rostov baru mendapat tambahan Azmoun –yang juga sedang bermasalah (Sardar Azmoun, penyerang muda berbakat berusia 21 tahun asal Iran – red). Zenit sedang cuci gudang, dan belum menunjukkan intensi mendatangkan pemain. Sementara CSKA? Baru dua pemain pinjaman dan sedang krisis penyerang.

Kalau siapa yang akan menjadi tim kuda hitam, boleh jadi Rubin Kazan akan kembali masuk ke zona UCL, atau mungkin FC Krasnodar? Selain Krasnodar, sulit rasanya berharap tim asal Selatan dan Kaukasia Utara tampil mengejutkan seperti Rostov musim lalu mengingat sejarah kesulitan finansial di tengah musim yang kerap terulang.


Q 8:
Untuk CSKA sendiri, bagaimana peluangnya di Liga Champions musim 2016-17? Apakah setidaknya akan berhasil lolos dari penyisihan grup, terlepas dari belum dibaginya grup. Lalu sebagai fans, apakah puas dengan hanya berprestasi di liga lokal?

A 8:
Jawaban realistis? Tidak akan banyak berbicara (lagi). Paling hebat lolos ke UEFA Europa League.

Tapi tentu berharap lebih; CSKA akan langsung tampil di babak grup serta masuk pot 1 meskipun rangking UEFA-nya buruk. Sangat berharap bertemu dengan lawan yang lebih sepadan, jangan lagi ada Manchester City dan Bayern Munich di grup (dalam dua tahun terakhir secara beruntun, CSKA berada satu grup dengan Man. City dan Bayern – red). Hahaha. Dan memang tidak akan bertemu Bayern.
.
Sebagai fans yang terhitung baru, tentu tidak puas melihat Santo Igor (Akinfeev) dkk jadi ‘bancakan’ tim Eropa Barat seperti selama ini. selalu berharap CSKA bisa mengulangi kesuksesan saat memenangi Piala UEFA tahun 2005, atau setidaknya ketika lolos ke babak 16 besar dan bertemu Real Madrid di musim 2011/2012.

Kalo mau jujur, penampilan Rusia di Euro kemarin sangat mirip dengan tipikal CSKA selama bermain di UCL. Bermain defensif dan memanfaatkan serangan balik lewat sayap. Entah mengapa Leonid Slutsky (pelatih CSKA – red) selalu memilih memainkan taktik ini di kancah Eropa. Berbeda jauh dengan apa yang ia tampilkan di kompetisi lokal. Menarik dilihat, apakah Slutsky masih akan bermain ultra defensif saat kontra Zenit yang kehilangan cukup banyak pilarnya di Russian Super Cup esok. Jika iya, kemungkinan besar CSKA akan tampil defensif lagi di UCL dan lagi lagi berada di dasar klasemen grup.


Q 9:
Untuk pemain, siapa kira-kira yang bisa menjadi pemain kejutan musim depan bagi CSKA?

A 9:
Alexandr Golovin. Pemain yang seumuran adek saya (20 tahun – red), yang memiliki kecepatan tinggi serta permainan taktis. Pemain yang bisa ditempatkan sebagai sayap kanan, kiri, maupun ditempatkan di belakang striker utama.

Boleh jadi Golovin akan menempati pos Dzagoev yang sedang dalam masa pemulihan hingga pekan ketiga Russian Football Premier League (RFPL). Mengingat kembalinya Georgi Milanov dan dipinjamnya Alexei Ionov dari Dinamo Moskow, sepertinya Golovin tidak akan menjadi pilihan utama di sisi kiri; tidak menutup kemungkinan ia akan menjadi pelapis Zoran Tosic di kanan yang memang berniat hengkang musim depan.

Meskipun memiliki kecepatan dan naluri menerang yang baik, dalam beberapa pertandingan kematangan emosi Golovin justru masih buruk. Ia masih belum begitu paham kapan harus mengumpan, terus membawa bola, maupun melepaskan tendangan langsung.

Sangat berharap Golovin bisa bermain seperti Dzagoev di dua musim perdananya.


Q 10:
Terakhir, boleh dong dibagi sedikit biodatanya :)

A 10:
Nama saya Ruli Endepe AF, terlahir sebagai seorang Aremania namun sudah menjauh sejak adanya skisme dan kemunculan Cronus :)

Anak pertama dari pasangan pendidik yang sekarang juga menjadi pengajar dan peneliti. Sehari-hari memberikan tutorial mata kuliah di Departemen Ilmu Ekonomi FEUI, selain bekerja sebagai analis energi di sebuah konsultan migas di Jakarta.

***
Demikian wawancara singkat yang saya lakukan dengan pemilik akun @CSKAMoskwaIDN ini. Dari penuturan yang dilakukan, terlihat bahwa pemilik akun ini memiliki wawasan yang luas tentang kesebelasan yang didukungnya, dan yang pasti orisinil dan tidak sekadar ikut-ikutan :)


Nantikan wawancara-wawancara berikutnya, tentunya dengan pembahasan berbeda.