Pages

Thursday, June 28, 2012

The Beckham Law Series: Pemberontakan Sang Batman

Nuevo Mestalla setengah jadi, simbol bobroknya finansial?

Lanjutan dari (Intro):

David Beckham mungkin menjadi pemain sepakbola dengan pengaruh tertinggi dalam sejarah. Dia mungkin bukan yang terhebat, namun boleh jadi paling berpengaruh. Lebih berpengaruh dari seorang popstar. Dialah pop icon sesungguhnya. Entah berapa banyak orang yang meniru gaya rambutnya setiap saat dia mengganti tatanan rambut. Pada akhirnya, Beckham Law memang telah diamandemen, namun efek dari kebijakan ini telah menggurita kepada klub-klub La Liga.

Mundur kebelakang saat Beckham hijrah ke Real Madrid dengan transfer 35 juta euro, Spanyol mengubah drastis sistem perpajakannya. Apakah terlalu berlebihan menyebut Beckham adalah penyebab berubahnya sistem pajak pribadi ekspatriat yang bekerja di Spanyol? Well, mungkin saja tapi lihatlah fakta penetapan peraturan pemerintah yang sangat menguntungkan orang asing tersebut. Peraturan disahkan pada 11 Juni 2005, Beckham menandatangani kontrak tahun 2003. Namun peraturan tersebut berlaku surut 1 Januari 2004, dimana Beckham baru akan membayar pajak penghasilannya enam bulan kemudian. Beckham pula orang pertama yang mempergunakan fasilitas tersebut. Tidak salah bukan jika ketentuan pajak ini dinamakan The Beckham Law?

Ketentuan ini turut lahir dari semangat heroik dari Presiden Liga Nasional Sepakbola Profesional Spanyol, Jose Luis Astiazaran yang berupaya menjadikan klub-klub Spanyol mampu bersaing dengan rival-rival mereka dari Inggris dan Italia. Padahal sebelum peraturan ini dicetuskan, Real Madrid baru saja dua kali memenangi gelar Liga Champions (tahun 2000 dan 2002).

Dengan turunnya pajak, klub-klub Spanyol akan dimudahkan untuk mendatangkan pemain-pemain bintang asing yang berharga serta berpenghasilan selangit. Mereka bermaksud menaikkan reputasi La Liga dengan memindahkan pemain-pemain kelas dunia ke Santiago Bernabeo, Camp Nou, Mestalla atau Vicente Calderon. Dengan masuknya bintang-bintang tersebut, tidak hanya prestasi yang akan terangkat, tapi juga prestise. Ya, Spanyol juga berupaya menciptakan negara pariwisata sepakbola sekaligus meningkatkan jumlah kaum kelas menengah di negara ini. Kehadiran para bintang asing dengan gaya hidup mewah dan glamornya akan turut mengatrol sektor hiburan.

Bukan hanya pantai Ibiza, Santiago de Compostela atau tarian Flamenco saja yang ingin mereka jual kepada para turis, namun mereka juga berupaya memajang sepakbola di etalase terdepan toko mereka. Kehadiran bintang-bintang kelas dunia akan meningkatkan gairah persepakbolaan Spanyol, yang sebelum tahun 2008 tim nasionalnya lebih dikenal sebagai tim dengan yang sekadar mampu bermain cantik namun tidak mampu meraih gelar.

Benar saja, sepakbola menjadi jualan yang sangat laris. Stadion terisi penuh penonton karena keinginan untuk menyaksikan langsung permainan para bintang kelas dunia. Average attendants meningkat pesat, sponsor yang masuk mengalir bak air bah, pemain bintang menjadi semakin kaya.

Klub-klub seperti Racing Santander, Osasuna maupun Real Betis tentu tidak ingin menjadi bulan-bulanan para penguasa macam Real Madrid dan Barcelona, mereka juga memanfaatkan kebijakan perpajakan tersebut guna menarik para bintang dari luar negeri untuk meningkatkan prestasi. Apa daya, prestasi juga tidak kunjung didapat malah biaya gaji yang membengkak. Mereka juga dihadapkan pada tuntutan dan cercaan supporter yang haus kemenangan tanpa mau peduli akan keadaan finansial tim.

Keadaan ini sungguh membuat klub-klub tersebut mengalami efek delusional. Mereka menelan bulat-bulat kebijakan ini dengan membeli banyak pemain-pemain asing dan menyanggupi permintaan gaji selangit mereka, padahal kondisi keuangan mereka tidaklah ideal.

Eks Perdana Menteri Zapatero yang berasal dari Partai Sosialis pernah mengusulkan untuk mengamandemen Beckham Law dengan maksud penghematan. Jose Maria Gay, seorang ahli finansial sepakbola Spanyol mendukung rencana Zapatero dengan mengatakan bahwa “La Liga is dying”. Namun Astiazaran mengemukakan bahwa amandemen yang menghapuskan fasilitas perpajakan bagi para ekspatriat akan membunuh sepakbola Spanyol, karena para pemain terbaik dunia akan enggan datang ke Spanyol dan memperkuat klub-klub Spanyol, yang akan berujung pada menurunnya prestasi tim dan negara. Hmm, jadi siapa yang benar.

Perjuangan sang Batman
Valencia, klub berlambang kelelawar layaknya jagoan fiksi Batman, dikenal sebagai klub dengan tradisi sebagai pengganggu duopoli Madrid dan Barcelona. Los Ches terlihat paling getol memanfaatkan situasi ini. Selain melakukan transfer pemain dengan total nyaris 110 juta euro dalam kurun rentang musim 2004/2005 hingga musim 2006/2007, mereka juga membangun stadion baru bernama Nuevo Mestalla pada tahun 2007 yang memakan biaya 240 juta euro. Stadion ini ironisnya adalah salah satu fenomena bubble property terbesar di negeri Matador karena pada akhirnya mereka hanya mampu menyelesaikan setengah dari pembangunannya, di lain pihak stadion lama Mestalla mereka tidak kunjung laku dijual. But that’s just the way the story goes.

Mundur ke tahun 2008, Guardian merilis cerita menarik mengenai bagaimana Valencia selamat dari kebangkrutan berkat kecerdikan mereka. Bagaimana mungkin klub yang berutang hingga 547 juta euro masih bisa dibiarkan melenggang bebas? Saat pembangunan Nuevo Mestalla terhenti akibat krisis, mereka tetap menempatkan 4-5 orang pekerja disana. Para pekerja stadion itu hanya melakukan pengecekan standar selama 2-3 jam, dimana sisa waktu lainnya bisa mereka pergunakan untuk minum kopi, bermain kartu, hingga tidur siang. Mereka hanya berupaya meyakinkan orang bahwa proyek masih berjalan dan Valencia baik-baik saja.

Presiden klub 2008 Manuel Llorente mengambil langkah berani ketika ia bersikeras mempertahankan David Villa dan David Silva dengan mengatakan bahwa penjualan bintang seharga 40 juta euro tidak akan mampu menutupi utang 500an juta. Llorente berupaya meyakinkan para calon administrator bahwa ia mampu menjual Mestalla dan mendapatkan keuntungan dari pembangunan Nuevo Mestalla karena yakin prestasi Valencia akan senantiasa stabil dan mampu lolos ke Liga Champions setiap musimnya. Rencana tersebut juga diikuti dengan penjualan sebagian kecil saham kepada supporter loyal mereka dengan nilai lumayan besar.

Kabar terakhir menyebutkan bahwa pembangunan stadion ini kembali dilanjutkan setelah pihak klub mendapatkan kreditor baru yaitu Bankia, yang member jaminan keuangan bagi klub berlambang kelelawar ini. Diplomasi Llorente yang seolah mengatakan bahwa "Valencia is more than ok" membuat para kreditor akhirnya bersedia mengucurkan dananya. Nuevo Mestalla rencananya akan siap digunakan pada musim 2014/2015. Dari data Deloitte Football Money League (DFML), Valencia memiliki rataan 35 ribu penonton per partai home mereka. Untuk klub dengan rataan penonton 35 ribu dan rataan pendapatan gate receipt 1,1 juta euro pada musim 2010/2011 dari kapasitas Mestalla lama sebesar 55 ribu penonton, rencana pembangunan Nuevo Mestalla menjadi pertanyaan besar. Jika rataan jumlah penonton saat ini hanya 64%, membangun stadion baru dengan jumlah penonton 75 ribu adalah perjudian yang berani.

Jika ingin stadion mereka penuh penonton, mereka tentu harus memberikan something in return kepada para penonton. Faktor stadion gres yang dibangun dengan mayoritas bahan aluminium memang bisa menjadi daya tarik tersendiri yang akan menarik minat penonton. Namun jika klub mengalami penurunan performa dan prestasi, lain lagi ceritanya. Hebatnya, Valencia adalah salah satu klub tertangguh. Sebutan ini muncul karena mereka selalu berprestasi stabil meski kerap ditinggal para bintangnya.

David Villa dan David Silva memang akhirnya hijrah pada musim 2010/2011 dengan total nilai transfer 60 juta pound. Setahun kemudian Juan Mata hengkang dengan nilai 23 juta pound. Hal ini nyatanya tidak menjadikan prestasi tim terpuruk. Mereka malah mampu menyelesaikan kompetisi musim 2011/2012 di posisi ketiga dibawah dua raksasa, Madrid dan Barcelona. Pembelian mereka terhitung sukses dengan mendatangkan pemain-pemain potensial namun tidak seberapa mahal macam Adil Rami (5 juta pound), Pablo Piatti (6 juta) dan Diego Alves (2,6 juta).

Pembelian ini jauh lebih bijak ketimbang yang mereka lakukan terhadap Joaquin (22 juta dari Real Betis musim 2006/2007) ataupun duo Italia Stefano Fiore dan Marco Di Vaio (total 25 juta musim 2004/2005. Dengan keberhasilan membeli pemain bagus namun berharga biasa, Valencia dapat disamakan dengan AC Milan. Keberhasilan mereka memperoleh surplus besar dari penjualan David Villa, David Silva, Juan Mata dan berikutnya Jordi Alba setara dengan keberhasilan Milan menjual Andriy Shevchenko dan Ricardo Kaka dengan harga fantastis. Jangan lupakan pula bahwa keberadaan Rami, Piatti dkk yang bersinergi dengan calon bintang macam Pablo Hernandez dan Roberto Soldado akan menjadikan Valencia tetap berada pada jalur Liga Champions, yang menjanjikan banyak uang. Meningkatnya performa keuangan mereka juga terlihat dari masuknya mereka dalam daftar 20 besar DFML musim 2010/2011.

Besarnya dampak Beckham Law memang terlihat dari prestasi tim-tim Spanyol di kancah Eropa. Namun sayangnya hal ini hanya menimpa dua raksasa, Madrid dan Barcelona tadi. Dengan jatah hak siar yang jauh lebih besar yaitu 140 juta euro daripada jumlah yang diterima kontestan lain La Liga (Valencia mendapat 40 juta), mereka menjadi penguasa dari liga, yang malah berujung menjadikan La Liga tak ubahnya Scottish Premier League yang peraih gelarnya kalau tidak Glasgow Celtic, ya Glasgow Rangers, kalau tidak Rangers ya Celtics. Liga yang nilai serunya hanya menentukan siapa peringkat ketiga dan keempat klasemen akhir, karena posisi 1-2 sudah pasti hanya diperebutkan oleh…Madrid dan Barcelona.

Memang sebelum fenomena ini, Madrid dan Barcelona sudah menjadi pengumpul terbanyak gelar domestik liga. Dengan tambahan kemudahan pajak ini, dominasi makin terasa dan makin sulit didongkel oleh Valencia sekalipun. Dan setelah Beckham Law diamandemen, dominasi duopoli Madrid dan Barcelona masih saja terjadi. Pada musim yang baru berakhir 2011/2012, Real Madrid memimpin klasemen dengan poin 100 dan mencetak 121 gol. Barcelona di posisi kedua dengan 91 poin dan mencetak 114 gol. Valencia memang berada di posisi ketiga, namun poin mereka hanya 61, 30 poin lebih sedikit daripada Barcelona yang berada di posisi kedua.

Sang Batman perlu berjuang lebih keras, dan men-upgrade peralatan perangnya.

2 comments:

  1. Valencia hanya butuh strategi yang tepat untuk bersaing dgn duopoli. Keuangan tak akan mungkin, satu2nya cara ya bersaing prestasi.

    Ada tren yg bisa diikuti oleh Valencia mestinya. Dortmund dgn skuad bergaji murah pun bisa juara, Montpellier juga bisa. Tapi memang perlu keputusan jitu tentang pelatih dan kamar ganti yg kondusif serta manajemen yg sabar.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Good point mas! Semoga dengan makin mantapnya Ches dan tim2 seperti Malaga, Atletico, Bilbao dan Sevilla bisa bikin La Liga lebih seru.

      Delete