Gli Azzuri, calon kuat finalis Euro 2012 |
Menjadi pelatih sepakbola sebuah negara
adalah tugas yang maha berat. Tanyakan saja hal itu kepada Mano Menezes,
pelatih Brazil. Publik Brazil adalah publik yang sangat demanding yang bahkan menganggap bahwa pencapaian runner-up Piala Dunia sebagai sebuah
kegagalan. Maklum, mereka adalah bangsa yang prestasinya paling superior di
kancah persepakbolaan dunia dengan lima kali meraih trofi Piala Dunia termasuk
menjadi pemegang abadi trofi Jules Rimet.
Tanyakan itu juga kepada Nil Maizar. Pelatih
berkumis yang kebapakan ini sedang menjalani tugas yang dobel beratnya. Amanah
berat dibebankan ke pundaknya dalam mempersiapkan tim nasional ke Piala AFF
pada akhir tahun nanti ditengah carut marut kondisi sepakbola kita yang seakan
tidak kunjung mereda. Berbagai pihak terus saja memanasi situasi yang berakibat
tim nasional tidak bisa diperkuat pemain-pemain terbaiknya.
Namun saat ini tidak ada yang lebih pening
kepalanya ketimbang para pelatih kontestan Euro 2012. Mereka memimpin anak
asuhannya dengan membawa masing-masing target tinggi dari rakyatnya, yaitu
menjadi yang terbaik di turnamen yang oleh sebagian orang dianggap lebih sulit
ketimbang Piala Dunia. Uban Opa Roy Hodgson dan Vicente Del Bosque mungkin
sudah bertambah beberapa lembar tanpa dia sadari. Belum lagi Cesare Prandelli
yang tanpa sadar bagian depan kepalanya makin licin saja.
Mari fokuskan bahasan kepada tim nasional
Italia. Pelatih mereka yaitu Cesare Prandelli adalah sosok family man sejati. Dia pernah mengundurkan diri dari jabatan
pelatih klub AS Roma ketika istrinya mengalami penyakit berat. Prandelli tidak
mengambil pendekatan ala Marcelo Lippi, salah satu pelatih tersukses negeri
pizza. Lippi dengan keras hati tidak memanggil Antonio Cassano ke skuad Piala
Dunia 2010nya dengan alasan Fantanito akan merusak suasana kamar ganti.
Alhasil, Permainan Italia saat itu sangat menyedihkan dan miskin kreativitas.
Prandelli berkompromi terhadap banyak hal. Dengan
penuh pertimbangan, dia memanggil bukan hanya Cassano, tapi juga Mario
Balotelli kedalam skuadnya. Peremajaan juga dilakukannya demi memangkas usia
para pemain. Sikap keterbukaannya terhadap para oriundi adalah sisi menarik lain dalam kepemimpinannya. Tercatat
ada tiga pemain bukan asli Italia yang dia panggil, yaitu Balotelli, Thiago
Motta dan Angelo Ogbonna. Dari keputusan-keputusan yang telah diambilnya,
terlihat jelas bahwa Prandelli adalah sosok yang amat fleksibel.
Italia menghadapi berbagai cobaan berat
menjelang turnamen, mungkin lebih berat ketimbang kontestan lain. Belum lepas
ingatan kita terhadap calciopoli, kini
mereka dihadapkan kepada scommesepoli
menjelang Euro 2012. Skandal yang mengulangi cerita mereka sebelum Piala Dunia
1982. Kultur yang mendewakan kemenangan memang menjadi pisau bermata dua bagi
calcio. Keinginan untuk selalu memenangkan pertandingan ini seolah menghalalkan
segala cara, termasuk memberikan suap dan mengatur pertandingan.
Tidak main-main, skandal pengaturan skor di beberapa partai seri a dan seri b ini melibatkan nama-nama tenar macam Domenico Criscito dan Stefano Mauri. Pelatih Juventus, Antonio Conte dan Leonardo Bonucci juga sedang tidak nyenyak tidurnya karena dalam waktu dekat ini polisi akan mondar mandir ke rumah mereka.
Criscito akhirnya harus menerima kenyataan
dicoret dari timnas. Prandelli tidak berani ambil resiko menyangkut masalah ini
karena Criscito sudah diberikan surat resmi pemeriksaan oleh polizia. Kamar
Criscito di Coverciano kerap didatangi oleh para polisi untuk digeledah. Hal
ini tentu akan berdampak buruk kepada mental Criscito sendiri, yang tentunya
bisa jadi menular ke seluruh tim.
Italia juga baru-baru ini dilanda gempa.
Wilayah utara mereka di daerah Emilio Romagna
terguncang gempa 6 SR yang memakan korban jiwa serta merusak bangunan-bangunan.
Imbas dari gempa ini terhadap tim nasional tentu ada, yaitu batalnya uji coba
mereka menghadapi Luksemburg. Prandelli telah mengagendakan dua uji coba
melawan Luksemburg dan Rusia. Jika uji coba lawan Luksemburg digunakan untuk
mempertebal mental kemenangan, melawan Rusia selanjutnya akan digunakan untuk
memantapkan formasi dan pola permainan.
Prandelli memang mampu membawa Italia memuncaki kualifikasi dengan
delapan kemenangan, dua hasil imbang dan hanya dua kebobolan. Rekor impresif
tersebut bisa saja menjadi tidak berarti lantaran persiapan final yang
berantakan. Dan kegamangan Italia makin nyata dengan kekalahan telak 0-3 mereka
atas Rusia di uji coba resmi terakhir sebelum keberangkatan mereka ke Euro
2012.
Lalu, apakah dengan kondisi ini Anda akan
mengabaikan Italia? Tunggu dulu. Italia adalah negara yang bisa dibilang mampu
berprestasi disaat dirundung masalah. Makin tertekan, mereka malah makin
terpacu lalu meraih sukses. Kualitas mental mereka adalah kualitas sejati yang
diharapkan dari seorang manusia yang sukses, yaitu menjadikan cobaan sebagai lecutan
motivasi. Ceramah agama manapun dan motivator mahzab apapun pasti akan
menyinggung masalah positive thinking
ini. Italia adalah bangsa yang paling tepat dijadikan contoh positif dari bagaimana cara menyikapi masalah.
Coba tengok prestasi-prestasi Italia di Piala
Dunia, dimana Italia meraih empat gelar, terbaik kedua setelah Brazil. Italia
meraih dua gelar pertamanya setelah skuad Vitorrio Pozzo berada dalam situasi
hidup dan mati yang diciptakan diktator fasis mereka, Benitto Mussolini. Siapa
yang akan berani main-main jika menjadi gladiator adalah taruhannya? Situasi under pressure tersebut malah melahirkan tim legendaris dan salah seorang pemainnya dijadikan nama stadion di kota Milan oleh klub Internazionale, yaitu Giuseppe Meazza.
Tanpa meragukan skill individu dan kekayaan
taktik yang mereka gunakan, lihat pula dua gelar Piala Dunia terakhir tim
Azzuri. Di tahun 1982, mereka memenangi Piala Dunia setelah sebelumnya
tersandung kasus suap pemain, termasuk melibatkan Paolo Rossi, yang justru
muncul sebagai pahlawan mereka. Di tahun 2006, tragedi terkenal bernama calciopoli membuat gelar juara Juventus
selama dua tahun berturut-turut dicabut. Italia yang berporos pada banyak
pemain Juventus nyatanya malah meraih gelar juara berkat solidnya pertahanan
mereka yang dikomandoi oleh Fabio Cannavaro.
Apakah
Anda masih meragukan Italia untuk bisa melaju hingga partai puncak?
IMHO, selama Italia belum menemukan formula tepat untuk mengatasi 'krisis' trequartista sulit berharap tim ini bakal berprestasi.
ReplyDelete