Nuevo Mestalla setengah jadi, simbol bobroknya finansial? |
Lanjutan dari (Intro):
David Beckham mungkin
menjadi pemain sepakbola dengan pengaruh tertinggi dalam sejarah. Dia mungkin
bukan yang terhebat, namun boleh jadi paling berpengaruh. Lebih berpengaruh
dari seorang popstar. Dialah pop icon sesungguhnya. Entah berapa banyak orang
yang meniru gaya rambutnya setiap saat dia mengganti tatanan rambut. Pada
akhirnya, Beckham Law memang telah diamandemen, namun efek dari kebijakan ini
telah menggurita kepada klub-klub La Liga.
Mundur
kebelakang saat Beckham hijrah ke Real Madrid dengan transfer 35 juta euro,
Spanyol mengubah drastis sistem perpajakannya. Apakah terlalu berlebihan
menyebut Beckham adalah penyebab berubahnya sistem pajak pribadi ekspatriat
yang bekerja di Spanyol? Well, mungkin saja tapi lihatlah fakta penetapan
peraturan pemerintah yang sangat menguntungkan orang asing tersebut. Peraturan
disahkan pada 11 Juni 2005, Beckham menandatangani kontrak tahun 2003. Namun
peraturan tersebut berlaku surut 1 Januari 2004, dimana Beckham baru akan
membayar pajak penghasilannya enam bulan kemudian. Beckham pula orang pertama
yang mempergunakan fasilitas tersebut. Tidak salah bukan jika ketentuan pajak
ini dinamakan The Beckham Law?
Ketentuan
ini turut lahir dari semangat heroik dari Presiden Liga Nasional Sepakbola
Profesional Spanyol, Jose Luis Astiazaran yang berupaya menjadikan klub-klub
Spanyol mampu bersaing dengan rival-rival mereka dari Inggris dan Italia.
Padahal sebelum peraturan ini dicetuskan, Real Madrid baru saja dua kali
memenangi gelar Liga Champions (tahun 2000 dan 2002).
Dengan
turunnya pajak, klub-klub Spanyol akan dimudahkan untuk mendatangkan
pemain-pemain bintang asing yang berharga serta berpenghasilan selangit. Mereka
bermaksud menaikkan reputasi La Liga dengan memindahkan pemain-pemain kelas
dunia ke Santiago Bernabeo, Camp Nou, Mestalla atau Vicente Calderon. Dengan
masuknya bintang-bintang tersebut, tidak hanya prestasi yang akan terangkat,
tapi juga prestise. Ya, Spanyol juga berupaya menciptakan negara pariwisata
sepakbola sekaligus meningkatkan jumlah kaum kelas menengah di negara ini.
Kehadiran para bintang asing dengan gaya hidup mewah dan glamornya akan turut
mengatrol sektor hiburan.
Bukan
hanya pantai Ibiza, Santiago de Compostela atau tarian Flamenco saja yang ingin
mereka jual kepada para turis, namun mereka juga berupaya memajang sepakbola di
etalase terdepan toko mereka. Kehadiran bintang-bintang kelas dunia akan
meningkatkan gairah persepakbolaan Spanyol, yang sebelum tahun 2008 tim
nasionalnya lebih dikenal sebagai tim dengan yang sekadar mampu bermain cantik
namun tidak mampu meraih gelar.
Benar
saja, sepakbola menjadi jualan yang sangat laris. Stadion terisi penuh penonton
karena keinginan untuk menyaksikan langsung permainan para bintang kelas dunia.
Average attendants meningkat pesat, sponsor yang masuk mengalir bak air bah,
pemain bintang menjadi semakin kaya.
Klub-klub
seperti Racing Santander, Osasuna maupun Real Betis tentu tidak ingin menjadi
bulan-bulanan para penguasa macam Real Madrid dan Barcelona, mereka juga
memanfaatkan kebijakan perpajakan tersebut guna menarik para bintang dari luar
negeri untuk meningkatkan prestasi. Apa daya, prestasi juga tidak kunjung
didapat malah biaya gaji yang membengkak. Mereka juga dihadapkan pada tuntutan
dan cercaan supporter yang haus kemenangan tanpa mau peduli akan keadaan
finansial tim.
Keadaan
ini sungguh membuat klub-klub tersebut mengalami efek delusional. Mereka
menelan bulat-bulat kebijakan ini dengan membeli banyak pemain-pemain asing dan
menyanggupi permintaan gaji selangit mereka, padahal kondisi keuangan mereka
tidaklah ideal.
Eks
Perdana Menteri Zapatero yang berasal dari Partai Sosialis pernah mengusulkan
untuk mengamandemen Beckham Law dengan maksud penghematan. Jose Maria Gay,
seorang ahli finansial sepakbola Spanyol mendukung rencana Zapatero dengan
mengatakan bahwa “La Liga is dying”.
Namun Astiazaran mengemukakan bahwa amandemen yang menghapuskan fasilitas
perpajakan bagi para ekspatriat akan membunuh sepakbola Spanyol, karena para
pemain terbaik dunia akan enggan datang ke Spanyol dan memperkuat klub-klub
Spanyol, yang akan berujung pada menurunnya prestasi tim dan negara. Hmm, jadi
siapa yang benar.
Perjuangan sang Batman
Valencia,
klub berlambang kelelawar layaknya jagoan fiksi Batman, dikenal sebagai klub
dengan tradisi sebagai pengganggu duopoli Madrid dan Barcelona. Los Ches terlihat paling
getol memanfaatkan situasi ini. Selain melakukan transfer pemain dengan total
nyaris 110 juta euro dalam kurun rentang musim 2004/2005 hingga musim
2006/2007, mereka juga membangun stadion baru bernama Nuevo Mestalla pada tahun
2007 yang memakan biaya 240 juta euro. Stadion ini ironisnya adalah salah satu
fenomena bubble property terbesar di
negeri Matador karena pada akhirnya mereka hanya mampu menyelesaikan setengah
dari pembangunannya, di lain pihak stadion lama Mestalla mereka tidak kunjung
laku dijual. But that’s just the way the
story goes.
Mundur
ke tahun 2008, Guardian merilis cerita menarik mengenai bagaimana Valencia
selamat dari kebangkrutan berkat kecerdikan mereka. Bagaimana mungkin klub yang
berutang hingga 547 juta euro masih bisa dibiarkan melenggang bebas? Saat
pembangunan Nuevo Mestalla terhenti akibat krisis, mereka tetap menempatkan 4-5
orang pekerja disana. Para pekerja stadion itu hanya melakukan pengecekan
standar selama 2-3 jam, dimana sisa waktu lainnya bisa mereka pergunakan untuk
minum kopi, bermain kartu, hingga tidur siang. Mereka hanya berupaya meyakinkan
orang bahwa proyek masih berjalan dan Valencia baik-baik saja.
Presiden
klub 2008 Manuel Llorente mengambil langkah berani ketika ia bersikeras mempertahankan
David Villa dan David Silva dengan mengatakan bahwa penjualan bintang seharga
40 juta euro tidak akan mampu menutupi utang 500an juta. Llorente berupaya
meyakinkan para calon administrator bahwa ia mampu menjual Mestalla dan
mendapatkan keuntungan dari pembangunan Nuevo Mestalla karena yakin prestasi
Valencia akan senantiasa stabil dan mampu lolos ke Liga Champions setiap
musimnya. Rencana tersebut juga diikuti dengan penjualan sebagian kecil saham
kepada supporter loyal mereka dengan nilai lumayan besar.
Kabar
terakhir menyebutkan bahwa pembangunan stadion ini kembali dilanjutkan setelah
pihak klub mendapatkan kreditor baru yaitu Bankia, yang member jaminan keuangan
bagi klub berlambang kelelawar ini. Diplomasi Llorente yang seolah mengatakan
bahwa "Valencia
is more than ok" membuat para kreditor akhirnya bersedia
mengucurkan dananya. Nuevo Mestalla rencananya akan siap digunakan pada musim
2014/2015. Dari data Deloitte
Football Money League (DFML), Valencia memiliki rataan 35 ribu
penonton per partai home
mereka. Untuk klub dengan rataan penonton 35 ribu dan rataan pendapatan gate receipt 1,1 juta euro pada musim
2010/2011 dari kapasitas Mestalla lama sebesar 55 ribu penonton, rencana
pembangunan Nuevo Mestalla menjadi pertanyaan besar. Jika rataan jumlah
penonton saat ini hanya 64%, membangun stadion baru dengan jumlah penonton 75
ribu adalah perjudian yang berani.
Jika
ingin stadion mereka penuh penonton, mereka tentu harus memberikan something in
return kepada para penonton. Faktor stadion gres yang dibangun dengan mayoritas
bahan aluminium memang bisa menjadi daya tarik tersendiri yang akan menarik
minat penonton. Namun jika klub mengalami penurunan performa dan prestasi, lain
lagi ceritanya. Hebatnya, Valencia adalah salah satu klub tertangguh. Sebutan
ini muncul karena mereka selalu berprestasi stabil meski kerap ditinggal para
bintangnya.
David
Villa dan David Silva memang akhirnya hijrah pada musim 2010/2011 dengan total
nilai transfer 60 juta pound. Setahun kemudian Juan Mata hengkang dengan nilai
23 juta pound. Hal ini nyatanya tidak menjadikan prestasi tim terpuruk. Mereka
malah mampu menyelesaikan kompetisi musim 2011/2012 di posisi ketiga dibawah
dua raksasa, Madrid dan Barcelona. Pembelian mereka terhitung sukses dengan
mendatangkan pemain-pemain potensial namun tidak seberapa mahal macam Adil Rami
(5 juta pound), Pablo Piatti (6 juta) dan Diego Alves (2,6 juta).
Pembelian
ini jauh lebih bijak ketimbang yang mereka lakukan terhadap Joaquin (22 juta
dari Real Betis musim 2006/2007) ataupun duo Italia Stefano Fiore dan Marco Di
Vaio (total 25 juta musim 2004/2005. Dengan keberhasilan membeli pemain bagus
namun berharga biasa, Valencia dapat disamakan dengan AC Milan. Keberhasilan
mereka memperoleh surplus besar dari penjualan David Villa, David Silva, Juan
Mata dan berikutnya Jordi Alba setara dengan keberhasilan Milan menjual Andriy
Shevchenko dan Ricardo Kaka dengan harga fantastis. Jangan lupakan pula bahwa
keberadaan Rami, Piatti dkk yang bersinergi dengan calon bintang macam Pablo
Hernandez dan Roberto Soldado akan menjadikan Valencia tetap berada pada jalur
Liga Champions, yang menjanjikan banyak uang. Meningkatnya performa keuangan
mereka juga terlihat dari masuknya mereka dalam daftar 20 besar DFML musim
2010/2011.
Besarnya
dampak Beckham Law memang terlihat dari prestasi tim-tim Spanyol di kancah
Eropa. Namun sayangnya hal ini hanya menimpa dua raksasa, Madrid dan Barcelona
tadi. Dengan jatah hak siar yang jauh lebih besar yaitu 140 juta euro daripada
jumlah yang diterima kontestan lain La Liga (Valencia mendapat 40 juta), mereka
menjadi penguasa dari liga, yang malah berujung menjadikan La Liga tak ubahnya
Scottish Premier League yang peraih gelarnya kalau tidak Glasgow Celtic, ya
Glasgow Rangers, kalau tidak Rangers ya Celtics. Liga yang nilai serunya hanya
menentukan siapa peringkat ketiga dan keempat klasemen akhir, karena posisi 1-2
sudah pasti hanya diperebutkan oleh…Madrid dan Barcelona.
Memang
sebelum fenomena ini, Madrid dan Barcelona sudah menjadi pengumpul terbanyak
gelar domestik liga. Dengan tambahan kemudahan pajak ini, dominasi makin terasa
dan makin sulit didongkel oleh Valencia sekalipun. Dan setelah
Beckham Law diamandemen, dominasi duopoli Madrid dan Barcelona masih saja
terjadi. Pada musim yang baru berakhir 2011/2012, Real Madrid memimpin klasemen
dengan poin 100 dan mencetak 121 gol. Barcelona di posisi kedua dengan 91 poin
dan mencetak 114 gol. Valencia memang berada di posisi ketiga, namun poin
mereka hanya 61, 30 poin lebih sedikit daripada Barcelona yang berada di posisi
kedua.
Sang
Batman perlu berjuang lebih keras, dan men-upgrade
peralatan perangnya.
Valencia hanya butuh strategi yang tepat untuk bersaing dgn duopoli. Keuangan tak akan mungkin, satu2nya cara ya bersaing prestasi.
ReplyDeleteAda tren yg bisa diikuti oleh Valencia mestinya. Dortmund dgn skuad bergaji murah pun bisa juara, Montpellier juga bisa. Tapi memang perlu keputusan jitu tentang pelatih dan kamar ganti yg kondusif serta manajemen yg sabar.
Good point mas! Semoga dengan makin mantapnya Ches dan tim2 seperti Malaga, Atletico, Bilbao dan Sevilla bisa bikin La Liga lebih seru.
Delete