“Elo tuh! Cuma sering
teriak di twitter aja belagu. Gue aja yang pernah lihat langsung latihan timnya
biasa-biasa aja tuh.”
Perdebatan-perdebatan
semacam itu sangat sering kita dengar, di dunia nyata dan dunia maya. Seseorang
yang merasa telah mendukung timnya setengah mati, merasa telah menyukai sepak
bola dengan segenap jiwa tiba-tiba merasa tersinggung saat kesejatiannya
dipertanyakan oleh orang lain, terlebih jika orang lain itu “anak kemaren sore”.
Tidak jarang pula kita dengar soal fans-fans baru yang bermunculan mendukung
klub kaya baru ataupun klub-klub yang sedang berjaya, lalu mereka berkoar
dengan kerasnya.
Memangnya apa sih ukuran kesejatian dari penggemar sebuah klub sepak bola? Banyak sekali yang telah memberikan definisi. Berikut di antaranya yang sering saya dengar:
Memangnya apa sih ukuran kesejatian dari penggemar sebuah klub sepak bola? Banyak sekali yang telah memberikan definisi. Berikut di antaranya yang sering saya dengar:
“Fan sejati itu tetap
dukung timnya baik di saat mereka berjaya atau terpuruk. Merasakan keterpurukan adalah ciri kesejatian.”
“Suporter sejati itu yang beli jersey original klub favoritnya.” (Malah ada yang bilang, belinya di toko
resmi klub, bukan di counter)
“Suporter/fan sejati itu
yang sering nonton langsung di stadion.
Ikut berteriak-teriak menyemangati timnya bertanding hingga akhir.”
“Fan sejati itu yang cuma dukung satu tim aja, gak peduli sama
yang lain. Tim saya yang benar, yang lain salah.”
“Fan klub sejati itu yang
gagah berani berantem sama fans klub
lain. Bela habis-habisan!”
“Fan sejati itu yang mengerti sejarah klubnya, hapal chants suporternya, mengenal pemain-pemainnya.”
“Fan sejati itu selalu membela klub, entah mereka benar atau
salah.”
“Fan sejati itu anggota dari perkumpulan fans club. Dan fan sejati itu selalu menyempatkan diri untuk kegiatan nonton bareng (nobar)."
“Fan klub sejati itu mendukung
klub secara total, dan itu termasuk membenci
klub rival.”
“Percuma banyak ngomongin
bola tapi gak pernah mainin olah raganya. Pecinta sepak bola ya hobi main sepak bola.”
Anda
boleh jadi cocok dengan salah satu atau beberapa statement di atas. Tapi
pertanyaannya, seberapa pentingkah pengakuan orang-orang terhadap kesejatian
anda? Seberapa penting jugakah anda menilai kesejatian orang lain?
Kalau
saya boleh jujur, saya hanya melakukan poin pertama dan terakhir saja, lainnya
tidak. Untuk bermain sepak bola pun sudah tidak bisa sesering dulu karena
tuntutan pekerjaan dan sudah berkeluarga. Apakah itu membuat saya jadi fans
karbitan? Atau menjadi suporter labil? Atau glory hunter? Terserah jika memang
orang menilai demikian, itu bukanlah hal yang saya risaukan.
Berbicara
kecintaan anda pada klub Eropa anda, dulu saat memilih klub yang anda dukung hingga
sekarang, anda tentu memiliki indikator pemilihan itu sendiri. Anda bisa jadi
memilih klub yang sedang hebat, atau paling tidak berpeluang hebat, atau karena
permainannya cantik, atau karena pemainnya ganteng, atau minimal ada satu-dua
orang pemain hebat favorit anda. Ada pula yang menyukai klub-klub yang memang
medioker, namun punya sesuatu keunikan yang bisa dibanggakan, ada juga yang
membenci klub yang selalu menang. Apapun alasannya, itu subjektif dan tidak
bisa dipaksakan. Anda mungkin bisa mempengaruhi teman anda yang mencintai film
action untuk menonton film drama, tapi anda tidak bisa merayu teman anda untuk
pindah klub favorit. Sekali lagi, itu subjektif.
Klub-klub
di sana (mostly di Eropa) jelas berpromosi gila-gilaan mengenai klubnya.
Jersey-nya, akun twitter resminya, akun twitter pemain-pemainnya dan
sebagainya, situsnya yang dibuat dalam berbagai bahasa. Tidak jarang juga
mereka mengucapkan happy independence day
atau happy eid mubarak kepada para
penggemarnya di berbagai belahan dunia. Mereka tentu menggunakan jargon-jargon
kesejatian dan kemanusiaan ini untuk memberikan rasa kebanggaan bagi para fans
mereka di seluruh dunia. Untuk menjaring penggemar-penggemar baru, yang akan
turut mempengaruhi pendapatan mereka.
Sementara
kita yang di sini kadang larut dalam keributan gak berguna. Di social media
ataupun di café tempat nonton bareng. Ada pula yang membuat akun pembenci
sebuah klub Eropa lalu meracau di timeline seperti orang mabuk dan mencari-cari
musuh di dunia maya, tapi ketika terdesak dia non-aktifkan akunnya. Apakah harus
sebegitunya?
Kalau
suporter klub dalam negeri sih saya maklum. Faktor kedaerahan primordial tentu
saja menjadi penentu seseorang mendukung klubnya secara total. Itu sah-sah saja
asal tidak sampai merugikan, melakukan kekerasan, apalagi membunuh hanya karena
beda jersey. Itu konyol. Tuhan tidak akan bertanya kepada anda mengenai klub
sepak bola apa yang anda dukung seumur hidup. Tuhan tidak akan bertanya berapa
lama anda mendukung klub tersebut dan berapa trofi yang klub favorit anda sudah
raih selama anda menjadi pendukungnya.
Fanatisme
memang perlu, ya saya setuju. Tidak seru sepak bola tanpa fanatisme
pendukungnya.
Hal
yang disayangkan, fanatisme yang ada ini nampaknya kurang mampu dimanfaatkan
klub untuk meraup pendapatan. Menjual merchandise, jersey atau apapun yang
berhubungan dengan klub tentunya akan menguntungkan. Ramainya penonton di
stadion juga tidak disikapi klub dengan memperbaiki fasilitas stadion dan juga
memanfaatkan setiap jengkal stadion untuk kegiatan promosi. Itu
mungkin pembahasan yang berbeda, kini kembali ke suporter.
Penggolongan suporter juga terbagi dua. Ada suporter klub, ada lagi pecinta sepak bola secara umum. Penggemar klub tentunya hanya peduli apa yang terjadi pada klub favoritnya, hanya menonton pertandingan yang dimainkan klub favoritnya saja, bangga memakai jersey klub. Cinta mereka buta. Mereka tidak akan terima klubnya dicela, apalagi dihina. Jangan coba-coba. Percuma.
Penggolongan suporter juga terbagi dua. Ada suporter klub, ada lagi pecinta sepak bola secara umum. Penggemar klub tentunya hanya peduli apa yang terjadi pada klub favoritnya, hanya menonton pertandingan yang dimainkan klub favoritnya saja, bangga memakai jersey klub. Cinta mereka buta. Mereka tidak akan terima klubnya dicela, apalagi dihina. Jangan coba-coba. Percuma.
Pecinta
sepak bola mengamati sepak bola secara keseluruhan. Menikmati banyak
pertandingan, tidak memiliki kebencian berlebih terhadap sebuah tim, membaca
banyak hal-hal lain yang bersinggungan dengan sepak bola. Memiliki pengetahuan luas
bukan hanya terhadap klub favoritnya saja, tapi juga banyak hal lain lebih dari
sekadar tahu formasi dan berita teraktual klub. Mendukung sebuah klub namun
tidak militan dan tidak marah jika klubnya diledek. Biasa saja. Orang itu tetap
merasakan ketar-ketir ketika menyaksikan tim favoritnya bertanding, mereka juga
mencela tim rival, namun ya hanya sebatas itu. Just for fun, no hard feelings. End
of story.
Mencintai
sepak bola tentu memiliki beberapa tahapan. Awalnya menjadi suporter klub,
kemudian pemikirannya kritis untuk mau tahu hal-hal lain yang berhubungan, lalu
akhirnya menikmati sepak bola secara keseluruhan. Syukur-syukur kalau bisa
berkontribusi untuk sepak bola di lingkungannya. Di bangsanya. Tidak ambil
pusing dengan perbedaan, tidak menonjolkan atribut.
Itulah
mencintai sepak bola menurut saya. Beginilah saya mencoba menikmati sepak bola.
Dan saya tetap akan banyak membaca dan terus membaca, berkeliling untuk
mengamati langsung sepak bola di negara saya, (dan jika ada rejeki, di belahan
bumi lain) mencari tahu sepak bola dari
perspektif pelakunya langsung.
Namun,
jika anda memiliki persepsi lain ya silahkan saja. Tidak ada yang melarang
untuk menjadi suporter fanatik klub selama tindakan kita tidak melanggar hukum.
Tidak ada buku manual bagaimana cara mencintai sepak bola. Tidak ada yang salah
dalam mencintai sesuatu. Yang salah hanya jika cinta anda merugikan dan
menyakiti diri sendiri dan orang lain. Kita sama-sama mencintai sepak bola, dan
tidak seharusnya saling mengusik.
Entah
anda fans sejati atau fans karbitan, glory hunter atau anti kemapanan, fans lawas
atau fans kemaren sore, yang jelas kita sama-sama mencintai sepak bola.
nice blog. knpa gk jadi penulis aja gan??
ReplyDelete