Begitulah yang sering saya alami. Saya tidak merasa
heran. Di sini, dalam kelas terendahnya, sepak bola kebanyakan hanyalah
pembicaraan kelas warkop. Orang-orang itu hanya membicarakan hasil
pertandingan, kadang-kadang dengan analisis yang kocak. Sementara dalam kelas
yang lebih “tinggi”, sepak bola dijadikan kendaraan untuk kepentingan politik.
“Itu yang kemaren
nomer 9 , siapa namanya ya.. Oh Alexis. Kok
namanya mirip-mirip nama tempat di mana gitu
ya? Tapi dia kemarin golnya udah offside
tuh.”
“Oh si nomer 9 yang kecil itu, iya larinya kenceng banget kaya dikejar hantu. Ah itu golnya bersih
kok, offside dari mana?”
“Itu offside jelas-jelas! Dasar tim tukang nyogok wasit!”
“Daripada tim elo
tuh, bisanya beli pemain mahal!”
Anda juga tidak akan asing melihat perdebatan tidak masuk
akal seperti ini di kolom komentar di bawah berita laporan pertandingan yang
dipublikasikan oleh situs media online, atau di social media. Begitulah seterusnya hingga pembicaraan yang semula santai di kantin
berubah menjadi adu mulut tidak berguna. Adu mulut tak berbobot demi membela tim yang
letaknya beribu-ribu kilometer dari tempat duduk mereka.
Pembicaraan-pembicaraan semacam itulah yang mendominasi
pembicaraan seputar sepak bola di awal minggu, sehari setelah para jagoan yang
bermain di Eropa itu bertanding. Jelas saja jika hal-hal semacam itu yang
dibicarakan terus, pandangan orang terhadap sepak bola memang hanya pembicaraan
tidak berisi dan tidak berbobot, serta berisi orang-orang yang suka mencari keributan.
Saya membuat tulisan ini terinspirasi oleh artikel teman
saya yang sedang melanjutkan studi ke Eropa, Mahir Pradana. Ia juga seorang penulis di website bolatotal. Dalam postingnya tersebut, dia menceritakan pengalaman terdahulu di Indonesia saat temannya yang ingin membuat tugas kuliah mengambil tema sepak bola, namun sang
dosen malah menganggapnya main-main. Saya juga pernah mengalami hal seperti
itu. Ironis.
Orang tua saya di rumah juga sering cerewet ketika saya lebih memilih membaca tabloid sepak bola, bukannya membaca berita di koran. Permainan
sepak bola di mata kebanyakan orang tidak lebih dari permainan kasar, hanya
membuat baju dan badan kita kotor, dan tidak jarang membuat kaki keseleo dan
mengganggu aktifitas. Tidak keren dan tidak intelek.
Sepak bola seperti terasing dari ilmu-ilmu “intelek” lain
seperti ilmu ekonomi, hukum, statistik atau lainnya. Mahir lebih jauh bercerita bahwa sepak bola di Eropa sering dijadikan pembahasan di
kelas, bahkan buku-buku bertema sepak bola dijadikan literatur yang digunakan
para profesor dalam mengajar ilmu yang tidak ada hubungannya dengan sepak bola
kepada mahasiswanya.
Di Eropa, sepak bola dan ilmu-ilmu pengetahuan lain itu
saling terkait. Sepak bola dibicarakan di ruangan kelas perkuliahan level
Master. Klub-klub sepak bola dijadikan contoh studi kasus dalam transaksi
ekonomi atau masalah hukum. Rivalitas sepak bola juga dituangkan kembali di
kelas seorang profesor dalam hubungannya dengan realita sosial. Statistik? Anda lihat sendiri betapa data statistik bisa sangat berperan dalam penyusunan strategi pelatih dan juga menilai kontribusi pemain kepada tim. Ketika di sini sepak bola dijadikan alat perebutan kekuasaan, di Eropa sana sepak bola
adalah kultur dan identitas sekaligus mata pencaharian.
Di sana, orang bisa hidup karena sepak bola tanpa harus menjadi pesepakbola dan tanpa harus mengaitkannya dengan politik.
Di sana, orang bisa hidup karena sepak bola tanpa harus menjadi pesepakbola dan tanpa harus mengaitkannya dengan politik.
Di sini, sepak bola ditempatkan dan diperlakukan seperti
itu. Tidak heran jika prestasi sepak bola kita makin mundur.
Sepak bola di Indonesia, suka atau tidak suka, belum banyak
menyentuh perhatian kaum intelektual. Orang tua intelek mana yang merestui
anaknya untuk menjadi pesepakbola? Dosen dari kampus mana yang menjadikan sepak
bola sebagai contoh dari studi kasusnya? Kampus mana yang mengintegrasi sepak
bola dengan ilmu pengetahuan lain?
Beruntunglah saya bertemu teman-teman yang kritis
terhadap sepak bola. Teman-teman baru yang berada di kota bahkan negara berbeda
yang sebelumnya sama sekali saya tidak kenal inilah secercah harapan bagi dunia
sepak bola di Indonesia melalui pemikiran-pemikiran dan solusi yang coba mereka
tawarkan. Teman-teman di Football Fandom dan Bolatotal itu bisa memberi pengetahuan baru dan membawa kecerdasan kepada kita semua. Seperti Hasbi bilang dalam tulisannya di blog Football Fandom, sekarang sudah mulai banyak anak-anak muda yang lebih kritis dalam memahami sepak bola, menyandingkannya dengan ilmu pengetahuan sejalan dengan latar belakang pendidikan mereka, bahkan membuat film sepak bola seperti yang dilakukan Bang Andibachtiar Yusuf.
Merekalah orang-orang yang mencintai sepak bola secara dewasa dan bijak, memberikan edukasi sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka untuk menyuntikkan pemahaman lebih mendalam terhadap olah raga ini.
Jika memang ini saat kebangkitan kesadaran kita sebagai penggemar sepak bola, marilah jadi bagian dari gerakan itu. Mungkin sekarang kita masih berjalan sendiri-sendiri, tapi suatu saat siapa tahu bisa bekerja sama melakukan apa saja entah besar atau kecil untuk sepak bola Indonesia.
Di lapangan memang sepak bola kita belum memberikan prestasi, tapi setidaknya tunjukkan bahwa kita sebagai penggemar dan penonton bisa berkontribusi dalam menaikkan derajat sepak bola di tanah air melalui tulisan-tulisan, diskusi, film atau apapun yang bermutu sehingga akan semakin banyak lagi kalangan yang tergerak dan semakin banyak lapangan pekerjaan yang tercipta dari sepak bola dan semakin banyak lagi orang-orang yang bisa hidup dari sepak bola, dengan atau tanpa bermain sepak bola.
Merekalah orang-orang yang mencintai sepak bola secara dewasa dan bijak, memberikan edukasi sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka untuk menyuntikkan pemahaman lebih mendalam terhadap olah raga ini.
Jika memang ini saat kebangkitan kesadaran kita sebagai penggemar sepak bola, marilah jadi bagian dari gerakan itu. Mungkin sekarang kita masih berjalan sendiri-sendiri, tapi suatu saat siapa tahu bisa bekerja sama melakukan apa saja entah besar atau kecil untuk sepak bola Indonesia.
Di lapangan memang sepak bola kita belum memberikan prestasi, tapi setidaknya tunjukkan bahwa kita sebagai penggemar dan penonton bisa berkontribusi dalam menaikkan derajat sepak bola di tanah air melalui tulisan-tulisan, diskusi, film atau apapun yang bermutu sehingga akan semakin banyak lagi kalangan yang tergerak dan semakin banyak lapangan pekerjaan yang tercipta dari sepak bola dan semakin banyak lagi orang-orang yang bisa hidup dari sepak bola, dengan atau tanpa bermain sepak bola.
Tanpa bermaksud menggurui, memang sudah saatnya kita
menaikkan level sepak bola kearah yang lebih tinggi lagi. Mulailah cerdaskan diri sendiri. Berbagai tulisan di
blog maupun forum diskusi atau podcast yang kini mulai digelar dan mulai
menjamur ini diharapkan mampu menaikkan level sepak bola ke level selanjutnya.
Bagus artikelnya :D
ReplyDelete