Next selling? You wish! |
Terlalu dini menyebut Milan telah bangkit meski semalam baru
meraih hasil positif, menang dan tidak kebobolan, juga dengan keunggulan mutlak ball possession.
Terakhir Milan meraih hasil seperti itu terjadi pada
giornata 5 saat mereka mengalahkan Cagliari dua gol tanpa balas. Selanjutnya, 3
partai dilalui dengan hasil sekali imbang dan dua kali kalah. Hasil semalam
membuktikan bahwa rossoneri masih “bernapas”.
Milan memang telah menelan 5 kekalahan di seri a dan 1
kekalahan di Liga Champions. Rekor mereka di semua kompetisi adalah 4 kali
menang, 2 kali seri dan 6 kali kalah. Sebuah catatan yang sangat tidak impresif
bagi klub sebesar Milan. Musim lalu, kekalahan Milan di seluruh kompetisi tidak
mencapai 10 kali. Hasilnya, Milan menduduki posisi runner up Seri a,
semifinalis Coppa Italia dan delapan besar Liga Champions.
Seperti sudah berkali-kali dibahas media maupun para
pengamat, dekadensi Milan terjadi karena revolusi dalam skuad mereka. Revolusi terjadi
karena faktor finansial. Saya coba paparkan faktor-faktor yang membuat Milan melemah
layaknya tim provinciale musim ini:
Kasus Silvio Berlusconi
Pemilik klub ini tidak diragukan lagi kecintaannya pada
Milan. Menyelamatkan Rossoneri dari kebangkrutan pada tahun 1986, Berlusconi
melakukan revolusi pada skuad merah hitam, termasuk mengikat pelatih Arrigo
Sacchi, yang saat itu mengejutkan Italia melalui strategi menyerang dengan
pressing tinggi. Berlusconi juga kerap mengintervensi taktik pelatih-pelatihnya, terutama jika pelatihnya itu tidak memainkan strategi menyerang ataupun hanya memasang seorang striker.
Serangkaian cerita kesuksesan dan kekalahan tetap
menghampiri layaknya sebuah klub. Namun kesuksesan lebih kental pada eranya. 20
trofi telah terpajang rapi di rak karena dedikasi dan sumbangan kekayaannya
pada Rossoneri. Berbagai pelatih dan pemain hebat datang dan pergi meninggalkan
berbagai cerita. Legenda-legenda hadir, dua diantaranya, Franco Baresi dan
Paolo Maldini bahkan dipensiunkan nomornya.
Berlusconi, yang juga memiliki ketertarikan terhadap dunia
politik, berhasil mencapai puncak karirnya dengan tiga periode menjadi Perdana
Menteri Italia, pada periode 1994-1995, 2001-2006 dan 2008-2011. Keberhasilan tersebut dinilai banyak pihak
karena andilnya terhadap kesuksesan Milan. Sepak bola disebut-sebut sebagai
salah satu alat politik Berlusconi untuk mencapai kesuksesan.
Bagaimanapun, Berlusconi juga akrab dengan berbagai kasus,
dari kasus yang melibatkan perusahaannya, skandal seks, hingga kini yang paling
aktual adalah penggelapan pajak. Kasus-kasus ini banyak memperngaruhi AC Milan
sebagai klub miliknya. Kasus Fininvest misalnya, denda 560 juta euro yang
diputuskan pengadilan berimbas pada Milan, diantaranya harus menjual Kaka pada
tahun 2009.
Serangkaian krisis ekonomi eurozone juga menjadikan Berlusconi
terus mengalami kerugian, sehingga muncul kabar keinginan Berlusconi menjual
Milan. Rencana inilah yang kabarnya membuat Milan berupaya menjadikan angka keuangan mereka cantik sehingga menarik minat investor baru.
Regenerasi yang terlambat
Milan adalah salah satu klub besar yang sangat menghargai
pemain-pemainnya, terutama pemain-pemain yang banyak berjasa pada klub. Lihat saja
kiprah panjang pemain seperti Franco Baresi, Alessandro Costacurta dan Paolo
Maldini. Kiprah panjang mereka di level tertinggi memang membanggakan, namun di
sisi lain bercokolnya mereka menghambat kemunculan pemain lain.
Bek-bek tangguh sebenarnya sudah sering didatangkan
Rossoneri, sebut saja nama-nama macam Martin Laursen, Jose Chamot, Roque
Junior, Roberto Ayala, Luigi Sala, Alessandro Nesta, Jaap Stam hingga Fabricio
Coloccini. Mereka adalah pemain-pemain belakang bagus, namun hanya Nesta dan
Stam yang dianggap sukses menyejajarkan diri dengan para legenda itu.
Di lini tengah, nama Demetrio Albertini, Massimo Ambrosini,
Clarence Seedorf, Gennaro Gattuso juga termasuk untouchable pada masa jaya
mereka, tidak heran pemain sekelas Mathieu Flamini yang semusim sebelumnya
tampil impresif di Arsenal tidak mampu mengeluarkan potensi terbaiknya, bahkan
Milan juga pernah memiliki Patrick Vieira tahun 90an, namun kesempatan bermain
tidak kunjung ia dapatkan.
Keengganan Milan melakukan regenerasi ini memiliki plus minus, namun kini sisi minusnya yang sedang dirasakan.
Strategi transfer terkait kondisi finansial
Awal musim lalu adalah masa-masa yang tidak menyenangkan
bagi Milan. Terkait kesulitan finansial, Milan terpaksa melepas banyak pemain. Zlatan
Ibrahimovic, Thiago Silva, Clarence Seedorf, Gennaro Gattuso, Alessandro Nesta,
Filippo Inzaghi, Gianluca Zambrotta, Antonio Cassano, Mark Van Bommel, hingga
Massimo Oddo melepas seragam Rossoneri dengan berbagai alasan.
Pengganti yang mereka datangkan tidak sepadan, sehingga
menyebabkan lubang dimana-mana. Kondisi finansial menyebabkan mereka sulit
mendapatkan target incaran. Milan terlalu drastis dalam melepas pemain-pemain
yang selama ini menjadi ikon dan kunci permainan, juga para senior yang
memberikan identitas bagi klub ini. Mereka yang pergi adalah serangkaian pemain
kunci yang mampu membuat perbedaan, pemain top yang mampu menaikkan level
permainan.
Belum matangnya
strategi Allegri
Allegri kontan menjadi sasaran tembak dari semua hasil buruk
yang didapatkan belakangan ini. Allegri dianggap banyak pihak tidak memiliki
keluesan taktik dan sudah terbiasa menggantungkan permainan Milan pada
sosok-sosok yang sudah pergi. Pemaksaan pola 4-3-1-2 di awal musim adalah
blunder yang menyebabkan Rossoneri krisis hasil.
Allegri bagaimanapun sudah menyadari kekeliruannya, meski banyak
pendukung sudah tidak lagi bersabar. Mereka menganggap keberadaan pelatih baru
akan menginjeksi semangat baru bagi skuad. Pelatih yang lebih cocok menangani
skuad Milan saat ini sudah banyak diapungkan. Pep Guardiola, Frank Rijkaard,
Rafa Benitez, hingga Alessandro Costacurta, Pippo Inzaghi bahkan Mauro Tassotti
dianggap akan lebih baik kinerjanya daripada Allegri.
Allegri kemudian banyak mengubah skema, dari 4-3-3, 4-2-3-1,
hingga sekarang 3-4-3 yang malah memunculkan nama Gian Piero Gasperini sebagai
ahli taktik 3 bek ini untuk menggantikan Allegri. Pelatih ini bukannya tidak
berusaha, lihat saja perubahan taktik serta serangkaian perubahan komposisi
pemain, terutama di lini belakang yang terus dicoba oleh Allegri. Allegri memang
tetap membuat Milan menguasai ball possession di banyak laga, namun tetap saja
inkonsistensi hasil kerap didapatkan.
* *
*
Milan kerap menguasai laga, namun kebingungan di final
third. Para pemain tengah mereka kesulitan untuk membagi bola kepada
penyerang-penyerang Rossoneri. Milan juga tidak memiliki penyerang maupun
gelandang yang mampu menahan dan membagi bola dengan baik, sehingga kini
pilihan serangan Milan ada pada crossing, set-piece maupun terobosan-terobosan
yang kini kerap dilakukan Stephan El Shaarawy.
Milan belum familiar dengan taktik tersebut, juga tidak
memiliki cukup pemain untuk mendukungnya. Kedua fullback Milan bukanlah pemberi
umpan silang yang baik, tercatat baru semalam Milan mampu mencetak gol rapi
lewat skema ini melalui crossing mendatar Ignazio Abate. Nampaknya Milan perlu
memperlancar pola serangan demikian dan para fullback kini perlu melatih
kemampuan crossing mereka.
Selain mempertajam serangan sayap, PR Milan lainnya yang
mendesak adalah menentukan personil lini pertahanan. Selama ini Allegri kerap
membongkar pasang pasangan bek tengahnya, hingga semalam sudah nampak menemukan
keseimbangan pada skema 3 bek. Skema ini membutuhkan palang pintu tangguh dan
gelandang-gelandang yang rajin memberi perlindungan pada lini pertahanan.
Kekalahan Milan atas Malaga memang dapat dimaklumi. Lawan berada
pada kondisi bagus dan lebih konsisten, terlebih itulah pertama kali Milan
mencoba skema 3 bek. Lawan Genoa semalam, Milan ikut tertolong dari penampilan
buruk Genoa, yang juga tengah krisis hasil. Terlihat serangan Milan lebih berat
ke kanan dimana Urby Emanuelson bermain kompak dengan Abate, sementara di sisi
kiri, Kevin Constant tidak cukup menyokong El Shaarawy karena lebih banyak
melapis Mario Yepes, yang semalam bekerja sangat keras karena sisi
pertahanannya paling sering diserang.
Memang bukanlah kemenangan yang mewah semalam, bukan pula
pencapaian yang membanggakan, namun setidaknya kemenangan tersebut akan
mengangkat moral Rossoneri, dan kian memantapkan skema 3 bek yang coba
dikedepankan Allegri.
Ini adalah kemenangan yang mahal, yang sementara ini akan
membuat para plastic fans klub rival dan para haters kesal, namun mereka
akan berpura-pura tidak kesal dan menyelamati dengan seperangkat kalimat denial “Akhirnya bisa menang juga.” Juga salam manis buat para pencela yang menginginkan Milan terdegradasi ke Seri B, dan berharap Pep atau pelatih hebat lainnya tidak jadi melatih Milan. "Tenang aja, Allegri itu payah, dia gak becus megang Milan." Itu kata mereka.
Mereka yang takut akan kebangkitan Milan, akan berdoa semoga PSG yang mereka banggakan itu membeli El Shaarawy.
No comments:
Post a Comment