Pages

Sunday, March 3, 2013

Balotelli atau Pazzini?



Ketimbang menyoroti kemenangan tiga gol tanpa balas Milan atas Lazio semalam atau polemik kartu merah Antonio Candreva yang melebar kepada sikutan Edinson Cavani kepada Giorgio Chiellini, saya lebih tertarik membahas perihal siapa yang lebih baik dipasang antara Mario Balotelli dan Giampaolo Pazzini.

Seorang ahli sepak bola Italia sekaligus Milanista pernah menulis dalam artikelnya bahwa memainkan Balotelli di barisan depan memberi dimensi berbeda yang menaikkan level permainan Milan. Skill set yang lebih lengkap ketimbang Pazzini memungkinakan Balo melakukan permutasi posisi bersama dua penyerang lainnya, El Shaarawy dan Boateng. Balo juga memiliki dribbling, passing, mampu bermain lebih ke dalam dan mampu mengambil bola mati. Ia punya yang Pazzini tidak punya, tidak heran jika The Maverick lebih didahulukan ketimbang Pazzini.

Pazzini’s best season
Pazzini sendiri sedang mengalami salah satu musim terbaik sepanjang karirnya. Ketika semua orang –termasuk saya- meragukannya saat manajemen memutuskan untuk menukarnya dengan Cassano, Pazzini menjawab dengan elegan, dengan gol-golnya yang kini tidak terasa sudah berjumlah 12. Jumlah yang lebih banyak daripada yang dikoleksi dari striker-striker Juventus yang belum ada satupun yang mengoleksi dua digit gol, atau bahkan Cassano, yang malah diberitakan bertengkar dengan pelatihnya sendiri.

Milan play like an English team.” Begitu komentar salah satu teman saya ketika pertandingan melawan Lazio berlangsung semalam. Ya, keberadaan Pazzini di satu sisi menjadikan permainan Milan berbeda ketimbang saat Balotelli merumput. Permainan Milan menjadi mono-dimensional alias hanya mengandalkan satu cara dalam menyerang, yaitu menghujani pertahanan lawan dengan umpan-umpan silang. Persis seperti klub-klub tradisional Inggris.

Pendekatan ala Britania ini memang memungkinkan karena Milan memiliki Pazzini yang memang menyukai umpan-umpan silang. Keberadaan Pazzini mampu memancing pemain-pemain lain untuk lebih berani menusuk dan sering melepas tembakan jarak jauh. Ketika Balotelli yang berada di lapangan, permainan Milan berubah menjadi permainan menyerang dengan tehnik tinggi plus penguasaan bola yang superior.

Meskipun ini kesimpulan yang mungkin terlalu dini, mungkin saja Milan lebih berbahaya dengan Pazzini sebagai penyerang  ketika menghadapi lawan yang lebih lemah daripada mereka. Statistik menunjukkan ketika Balotelli bermain melawan tim-tim yang di atas kertas lebih lemah daripada Milan, hasil akhir laga menunjukkan bahwa Milan harus berjuang keras mengalahkan lawan-lawannya itu.

Ketika melawan Udinese dan Parma misalnya, kedua lawan Milan tersebut memilih untuk menumpuk pemain di belakang lalu melukai Milan dengan serangan balik. Serangan balik itulah yang kemudian melukai Milan. Balotelli sendiri mampu mengkreasi banyak peluang, namun efektivitas Milan masih belum terlihat. Pada laga lawan Inter misalnya, Milan seharusnya mampu mencetak 3 gol di babak pertama, namun ketidakmampuan menundukkan lawan dengan cepat harus dibayar mahal ketika lawan mulai bisa mengembangkan permainan di babak kedua.

Dilain pihak, Saya tahu anda menyukai statistik. Pazzini cukup baik ketika bermain melawan tim yang (di atas kertas) lebih lemah. 5 dari 12 golnya saat ini tercipta ke gawang Bologna. Selain itu, Pazzini mencetak masing-masing sebuah ke gawang Torino, Chievo.
Hanya Lazio, Roma dan Fiorentina yang dapat dihitung sebagai tim kuat yang gawangnya mampu dijebol Pazzini. Total, hanya 6 tim yang gawangnya mampu dijebol oleh Pazzini dari 21 penampilannya. Dari 12 gol Pazzini tersebut, 8 diantaranya adalah gol penentu yang menghasilkan poin bagi Milan. Kontribusi ini tentu menegaskan bahwa Pazzini telah menjadi pemain penting di Milan.

Opsi bermain bersama
Melihat fakta ini, Milan memiliki dua prontagonista berbahaya di samping El Shaarawy yang telah mengemas 16 gol di Seri a musim ini. Timbul pertanyaan, apakah Balotelli dan Pazzini sebenarnya dapat bermain bersama?

Jika kita tanyakan itu kepada Allegri, mungkin saja jawabannya tidak. Ditambah fakta bahwa jalan pikiran Allegri memang sulit ditebak. Namun melihat dari kebiasaan, preferensinya pada El Shaarawy dan Boateng sudah seperti Benny Dolo pada Firman Utina. Inilah mungkin satu-satunya kelemahan mencolok dari gaya melatih Allegri.

Memasang Balotelli di sayap kanan dan Pazzini di tengah tidak memungkinkan mengingat Balotelli menyukai partner yang lebih dinamis dalam bergerak sehingga memungkinkanya untuk bertukar posisi.

Memang perbedaan Pazzini dan Balotelli tidaklah setajam Gianni Rivera dan Sandro Mazzola, yang sudah menjadi rivalitas klasik. Ketika itu, Feruccio Valcareggi harus menggilir keduanya saat bermain di Piala Dunia 1970. Namun jika ingin terus membuat The New Milan berkembang, Allegri tetaplah tidak bisa berpatok pada the winning team.

Sejarah mencatat bahwa pelatih hebat adalah yang memiliki seribu cara untuk menang, tidak fanatik pada satu skema dan tidak memiliki preferensi berlebih pada pemainnya. Sir Alex Ferguson sudah lebih dari dua dekade melatih Manchester United, dan ia telah mengganti berbagai skema dan ditinggalkan bermacam pemain bintangnya.

Ini baru soal Balo atau Pazzini, Alle. There will be more to come. 

1 comment: