Ketimbang menyoroti kemenangan tiga gol tanpa balas Milan
atas Lazio semalam atau polemik kartu merah Antonio Candreva yang melebar
kepada sikutan Edinson Cavani kepada Giorgio Chiellini, saya lebih tertarik membahas
perihal siapa yang lebih baik dipasang antara Mario Balotelli dan Giampaolo
Pazzini.
Seorang ahli sepak bola Italia sekaligus Milanista pernah
menulis dalam artikelnya bahwa memainkan Balotelli di barisan depan memberi
dimensi berbeda yang menaikkan level permainan Milan. Skill set yang lebih lengkap
ketimbang Pazzini memungkinakan Balo melakukan permutasi posisi bersama dua
penyerang lainnya, El Shaarawy dan Boateng. Balo juga memiliki dribbling,
passing, mampu bermain lebih ke dalam dan mampu mengambil bola mati. Ia punya
yang Pazzini tidak punya, tidak heran jika The Maverick lebih didahulukan
ketimbang Pazzini.
Pazzini’s
best season
Pazzini sendiri sedang mengalami salah satu musim terbaik
sepanjang karirnya. Ketika semua orang –termasuk saya- meragukannya saat
manajemen memutuskan untuk menukarnya dengan Cassano, Pazzini menjawab dengan
elegan, dengan gol-golnya yang kini tidak terasa sudah berjumlah 12. Jumlah yang
lebih banyak daripada yang dikoleksi dari striker-striker Juventus yang belum
ada satupun yang mengoleksi dua digit gol, atau bahkan Cassano, yang malah
diberitakan bertengkar dengan pelatihnya sendiri.
“Milan play like an English team.” Begitu komentar salah
satu teman saya ketika pertandingan melawan Lazio berlangsung semalam. Ya,
keberadaan Pazzini di satu sisi menjadikan permainan Milan berbeda ketimbang
saat Balotelli merumput. Permainan Milan menjadi mono-dimensional alias hanya
mengandalkan satu cara dalam menyerang, yaitu menghujani pertahanan lawan
dengan umpan-umpan silang. Persis seperti klub-klub tradisional Inggris.
Pendekatan ala Britania ini memang memungkinkan karena Milan
memiliki Pazzini yang memang menyukai umpan-umpan silang. Keberadaan Pazzini
mampu memancing pemain-pemain lain untuk lebih berani menusuk dan sering melepas
tembakan jarak jauh. Ketika Balotelli yang berada di lapangan, permainan Milan
berubah menjadi permainan menyerang dengan tehnik tinggi plus penguasaan bola
yang superior.
Meskipun ini kesimpulan yang mungkin terlalu dini, mungkin
saja Milan lebih berbahaya dengan Pazzini sebagai penyerang ketika menghadapi lawan yang lebih lemah
daripada mereka. Statistik menunjukkan ketika Balotelli bermain melawan tim-tim
yang di atas kertas lebih lemah daripada Milan, hasil akhir laga menunjukkan
bahwa Milan harus berjuang keras mengalahkan lawan-lawannya itu.
Ketika melawan Udinese dan Parma misalnya, kedua lawan Milan
tersebut memilih untuk menumpuk pemain di belakang lalu melukai Milan dengan
serangan balik. Serangan balik itulah yang kemudian melukai Milan. Balotelli sendiri
mampu mengkreasi banyak peluang, namun efektivitas Milan masih belum terlihat. Pada
laga lawan Inter misalnya, Milan seharusnya mampu mencetak 3 gol di babak
pertama, namun ketidakmampuan menundukkan lawan dengan cepat harus dibayar
mahal ketika lawan mulai bisa mengembangkan permainan di babak kedua.
Dilain pihak, Saya tahu anda menyukai statistik. Pazzini
cukup baik ketika bermain melawan tim yang (di atas kertas) lebih lemah. 5 dari
12 golnya saat ini tercipta ke gawang Bologna. Selain itu, Pazzini mencetak masing-masing
sebuah ke gawang Torino, Chievo.
Hanya Lazio, Roma dan Fiorentina yang dapat dihitung sebagai
tim kuat yang gawangnya mampu dijebol Pazzini. Total, hanya 6 tim yang
gawangnya mampu dijebol oleh Pazzini dari 21 penampilannya. Dari 12 gol Pazzini
tersebut, 8 diantaranya adalah gol penentu yang menghasilkan poin bagi Milan. Kontribusi
ini tentu menegaskan bahwa Pazzini telah menjadi pemain penting di Milan.
Opsi
bermain bersama
Melihat fakta ini, Milan memiliki dua prontagonista
berbahaya di samping El Shaarawy yang telah mengemas 16 gol di Seri a musim ini.
Timbul pertanyaan, apakah Balotelli dan Pazzini sebenarnya dapat bermain
bersama?
Jika kita tanyakan itu kepada Allegri, mungkin saja
jawabannya tidak. Ditambah fakta bahwa jalan pikiran Allegri memang sulit
ditebak. Namun melihat dari kebiasaan, preferensinya pada El Shaarawy dan
Boateng sudah seperti Benny Dolo pada Firman Utina. Inilah mungkin satu-satunya
kelemahan mencolok dari gaya melatih Allegri.
Memasang Balotelli di sayap kanan dan Pazzini di tengah
tidak memungkinkan mengingat Balotelli menyukai partner yang lebih dinamis
dalam bergerak sehingga memungkinkanya untuk bertukar posisi.
Memang perbedaan Pazzini dan Balotelli tidaklah setajam
Gianni Rivera dan Sandro Mazzola, yang sudah menjadi rivalitas klasik. Ketika itu,
Feruccio Valcareggi harus menggilir keduanya saat bermain di Piala Dunia 1970. Namun
jika ingin terus membuat The New Milan berkembang, Allegri tetaplah tidak bisa
berpatok pada the winning team.
Sejarah mencatat bahwa pelatih hebat adalah yang memiliki
seribu cara untuk menang, tidak fanatik pada satu skema dan tidak memiliki
preferensi berlebih pada pemainnya. Sir Alex Ferguson sudah lebih dari dua
dekade melatih Manchester United, dan ia telah mengganti berbagai skema dan
ditinggalkan bermacam pemain bintangnya.
Ini baru soal Balo atau Pazzini, Alle. There will be more to
come.
popieram wasze działania coś odemnie http://cs-zajawkowicze.pl/Podczas-wyko%C5%84czenia-mieszkania
ReplyDelete