Kembalinya si nomor 9 terbaik |
Beberapa jam sebelum kick-off Barcelona-Milan di leg kedua
Liga Champions di Camp Nou, saya ngetwit yang isinya kurang lebih tentang
kebanggaan saya pada Milan terkait hasil musim ini apapun hasil melawan
Barcelona.
Seseorang boleh-boleh saja menilai sebuah penampilan tim
dalam satu pertandingan saja, boleh juga menilai si A lebih hebat daripada si
B, atau pelatih C lebih hebat dari pelatih D hanya dalam satu pertandingan
saja. Tapi lihatlah kompetisi sepak bola. Kompetisi berlangsung selama setahun,
dan melibatkan banyak pertandingan. Tentu menilai kehebatan maupun siapa yang
lebih baik satu sama lain memerlukan berbagai indikator.
Namun seperti saya ungkapkan, saya sudah bangga dengan
pencapaian Milan. Dengan tidak bosan-bosannya saya berkata bahwa Milan baru ini
adalah tim muda yang mencoba membangun kekuatan dari sekarang. Dan dalam proses
membangun, ada yang dinamakan proses penguatan fondasi. Tidak mungkin atap
rumah mampu berdiri tanpa ditopang tembok dan fondasi yang kokoh. Pencapaian
Milan yang kini menduduki peringkat ketiga Seri a dan mengalahkan Barcelona
pada leg pertama adalah sebuah kesuksesan, jika terlalu dangkal dikatakan
sebagai fenomena.
Tidak usahlah menyalahkan siapapun. Menghadapi tim terbaik
dunia di lapangan lebar Camp Nou yang memungkinkan falsafah tiki-taka
termanifesto sempurna memang tidak bakal mudah. Di hari buruknya saja,
Barcelona tetap bisa memberi pelajaran sepak bola kepada lawan-lawannya,
apalagi di hari baiknya. Di lain pihak, Milan menghadapi hari yang buruk karena
memang kehijauan performa mereka sendiri.
Kelas kontinental tentu adalah kelas yang harus ditapaki
satu persatu, tidak bisa dipanjat sekaligus. Allegri masih perlu pembuktian
bahwa ia tidak kagok bermain di kompetisi Eropa. Tawaran Shakhtar untuk
menggantikan Mircea Lucescu harus dipikirkannya masak-masak mengingat Shakhtar
rajin wara-wiri di babak knock out Liga Champions belakangan ini.
Milan boleh jemawa bahwa mereka menyimpan badge of honour
bersama Ajax, Real Madrid, Bayern Muenchen dan Liverpool sebagai tanda klub
telah menjuarai Liga Champions paling sedikti lima kali, atau menjuarai turnamen ini tiga
kali beruntun. Namun dengan pemain-pemain yang tampil semalam, jelas kualitas
mereka belumlah mencapai kualitas kontinental.
Milan mencoba bermain seperti pada leg pertama, yaitu dengan
menjauhkan Lionel Messi dari kotak penalti. Namun Jordi Roura sudah belajar
dari 3 kekalahan di bulan Februari dengan memodifikasi lini depan sekaligus
memperbaiki sistem pertahanan. Asisten Tito Vilanova ini juga tidak lupa
memberikan kata-kata motivasi ampuh yang membuat wajah-wajah pemain Barcelona
terlihat seperti petarung Mortal Kombat ketimbang seperti pemain bola.
Sementara Milan kewalahan karena tidak memberi proteksi
cukup pada Constant yang dikeroyok Messi dan Dani Alves, meski dua gol La Pulga
semalam memang gol-gol cantik yang memang sulit diantisipasi oleh pertahanan
manapun.
Allegri sepertinya bingung apakah menempatkan Sulley Muntari
atau Mathieu Flamini. Kehadiran Flamini akan membatasi serangan sayap kiri
Barca yang dihuni Jordi Alba dan Pedro, namun sebagai gantinya Jordi Roura
menempatkan Messi di sisi kanan untuk berkolaborasi dengan Dani Alves. Celakanya,
Constant tidak diproteksi dengan baik karena Montolivo dan Ambrosini lebih
berkonsentrasi di tengah menghadapi ancaman si penyihir brilian Iniesta.
Apapun itu, permainan segitiga Barca yang tersohor dan
terhormat itu dikembalikan oleh Jordi Roura. Jordi Alba juga bermain secerdik
Eric Abidal dengan tahu persis kapan harus bertahan dan menyerang plus siap
sedia membentuk trio bek dadakan bersama Mascherano dan Pique. Intinya, Barca
semalam memiliki menu lengkap bagaikan empat sehat lima sempurna untuk
membombardir gawang Abbiati.
Mascherano sendiri meski sempat membuat blunder
(satu-satunya blunder) namun tampil baik karena ia memang seorang ball player. Kemampuannya
mengontrol bola di lini pertahanan bersama Pique memungkinkan aliran bola Barca
lancar seperti jalan tol Jakarta di tengah malam.
Lalu apakah saya punya saran untuk setidaknya mencegah Barca
mencetak 4 gol? Tentu saja mengubah pola permainan. Pola 4 gelandang sejajar
sejatinya akan membatasi Jordi Alba dan Dani Alves untuk menyerang. Milan dapat
menurunkan Muntari di sisi kiri dan Boateng di sisi kanan. Sementara dua
gelandang ditempati Montolivo dan Ambrosini. Untuk lini depan, saya bisa
usulkan El Shaarawy dan Niang karena dengan pergerakan mereka ke sayap, bek-bek
tengah Barca dapat terpancing. Itu kalau saya jadi Allegri.
Tapi lagi-lagi, apologia, pembenaran ataupun retorika apapun
tidak berlaku bagi tim yang kalah empat gol tanpa balas. Milan yang ini memang
tidak bisa dikatakan telah kompetitif untuk bertarung hingga babak-babak akhir
Liga Champions. Mengingat beberapa bulan lalu sempat menghuni peringkat 15,
melihat posisi klasemen kini dan fakta bahwa Barca pernah dikalahkan adalah
cermin dari hari esok yang lebih baik.
Untuk saat ini, marilah angkat topi saja untuk David Villa,
yang kembali dipasang di posisi sejatinya, si nomor 9. Ia benar-benar si nomor
9 sejati yang menghilang di sebagian besar laga, namun dengan liar seperti
abang ojeg membelah kemacetan, ia mencetak gol ketika mendapat peluang.
No comments:
Post a Comment