Pages

Wednesday, August 8, 2012

Fokus Menyambut dimulainya Ligue 1: Paris Saint Germain

Saya masih menyimpan jersey replika Paris Saint Germain (PSG), yang masih bersponsor Opel. Selain AC Milan dan Barcelona, saya sudah memfavoritkan klub kaya baru ini sejak akhir tahun 90an saat duet terbaik Eropa, David Ginola dan George Weah bahu membahu bersama Rai Oliveira, adik kandung almarhum Socrates dan sederet pemain bagus lainnya seperti Bernard Lama, Paul Le Guen dan Vincent Guerin.

Saya sih tidak heran ketika banyak akun twitter baru bermunculan yang menamakan diri sebagai suporter klub asal ibukota Prancis ini, begitu pula banyaknya orang yang tiba-tiba memakai jersey biru tua tim yang baru berdiri di tahun 1970 ini. Thanks to QSI (Qatar Sports Investment) atas kucuran dananya, yang membuat ratusan ribu, mungkin jutaan pemuda di dunia berpaling kepada rival abadi Olympique Marseille ini.

Sebagai “anak baru” di kompetisi Ligue 1, PSG memiliki prestasi biasa-biasa saja, namun memiliki basis fans yang luar biasa. Mereka memang tidak pernah terdegradasi, namun gelar juara liga mereka dapatkan terakhir 18 tahun lalu, saat wonderkid mereka Adrien Rabiot baru lahir ke dunia. PSG bisa dibilang sendirian menguasai Paris, kota dengan penduduk kosmopolitan berjumlah 10 juta jiwa. Paris FC, rival mereka lainnya tidak masuk hitungan karena mereka bermain di liga semi profesional. Dengan fanbase yang luar biasa ini plus bakat-bakat yang bisa dihimpun dari jutaan penduduk ini, PSG memang tinggal membutuhkan uang banyak untuk memperluas kerajaan mereka. Dan itu semua kini sudah terhampar di hadapan.

Leonardo, direktur olahraga mereka, mungkin setengah berbual saat berkata bahwa “kita tidak bisa sekaligus mendatangkan 10 orang Lionel Messi, bukan itu cara membangun klub.” Namun apa yang terjadi sungguh berbeda. Tidak lama setelah penunjukan Leo, pelatih Antoine Komboure dipecat. Padahal mantan pemain tim nasional Prancis ini baru saja membawa PSG menjadi juara paruh musim. Nama yang kurang populer di kalangan pelatih membuatnya harus merelakan posisinya ke tangan pelatih high profile, Carlo Ancelotti.

Benar saja, nama besar Carletto memang menjadi magnet bagi para pemain bintang. Berturut-turut Jeremy Menez, Javier Pastore, Thago Motta, Alex, dan Maxwell didatangkan di bursa transfer musim dingin. Lalu di musim panas, datanglah tiga pemain bintang lainnya yang lebih sangar, Ezequiel Lavezzi, Thiago Silva dan Zlatan Ibrahimovic. Kedatangan rombongan pemain bintang yang menguras 200 juta euro belum termasuk gaji hanya dalam waktu dua tahun itu sontak membuat Liga Prancis diselimuti euforia. Kompetisi ini akan semakin semarak dan berpotensi menyodok Liga-liga terkenal lainnya seperti La Liga, English Premier League maupun Seri a.

Lihatlah komposisi skuad mereka saat ini.



Dengan skuad seperti ini, mereka harus juara. Kehadiran pemain penentu seperti Ibra akan benar-benar dimaksimalkan Carlo Ancelotti. Ibra adalah jaminan juara liga, yang baru sekali gagal musim lalu setelah delapan musim berturut-turut membawa klubnya menjuarai tiga liga berbeda. Kemewahan skuad yang dimiliki membuatnya leluasa memainkan taktik dan melakukan rotasi pemain. Tinggal bagaimana dia mengendalikan ruang ganti dan mengayomi perilaku para superstar jika beberapa pemain tidak puas dengan sistem rotasi. Potensi terciptanya Ibra and friends dan Rabiot and friends memang besar, mengulangi cerita di ruang ganti Real Madrid era Galacticos jilid 1, yang terkenal dengan konflik dressing room antara Zidanes dan Pavones, menunjuk pada grup bintang Zinedine Zidane dan grup pemain akademi Francisco Pavon.

Bagaimanapun, perjalanan PSG dapat dihantui oleh kerugian yang tidak bisa ditolerir oleh UEFA. Financial Fair Play (FFP) mensyaratkan minimal kerugian 45 juta euro di akhir musim 2012/2013, dimana di 2014/2015 klub tidak boleh dalam posisi merugi. Dengan transfer yang besar plus biaya gaji tinggi, Swiss Ramble memperkirakan PSG akan merugi sekitar 92 juta euro.



Hitungan tersebut sebenarnya sudah berada pada tahap optimistis dimana sudah menghitung pencapaian PSG musim depan. Let’s say, mereka akan menjuarai liga dan mencapai babak perempat final Liga Champions, yang akan membuat posisi penerimaan mereka menjadi 88 juta euro, namun dengan pengeluaran yang mencapai 180 juta euro akan mengakibatkan mereka berada pada posisi rugi 92 juta euro (perhatikan tabel diatas).

Hal ini tentu melewati ambang batas toleransi UEFA. Namun jika mereka mampu menyiapkan proyeksi penerimaan yang menunjukkan bahwa trend profit PSG akan dimulai, mereka akan mampu melewati tahap monitoring ini dan berharap untuk menapaki kejayaan. Hal yang bisa digenjot PSG tentunya dari sisi hak siar televisi. Dengan semakin banyaknya pemain bintang yang mereka kumpulkan, musim depan tentu mereka bisa mendapatkan lebih banyak lagi, terlebih jika banyak stasiun TV seluruh dunia turut membeli hak siar pertandingan mereka. Ditambah lagi dengan penerimaan sisi komersial yang akan terus melebarkan brand, mereka bisa berharap untuk menyejajarkan diri dengan para raksasa macam Real Madrid, Barcelona, Manchester United maupun Chelsea.

Dengan liga Prancis yang akan bergulir akhir pekan ini, marilah kita sambut calon penguasa baru.

4 comments:

  1. pretty cool post. Memang menarik fenomena tim banjir duit kayak gini. Menarik ditunggu

    ReplyDelete
  2. Misalkan di akhir musim kerugian lebih dari 45 juta euro,apa yang dilakukan FFP kepada team ini ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. konsekuensinya macam-macam, bisa hadiah kompetisi ditahan, pelarangan transfer sampai pencabutan lisensi keikutsertaan kompetisi. UEFA yang bakal menentukan.

      Delete