Bicara kompetisi ini, memang
tidak jauh-jauh dari dua tim raksasa, Real Madrid dan Barcelona. Semua media
akan memilih salah satu dari kedua tim raksasa ini untuk menjadi kandidat
terkuat peraih mahkota La Liga. Dengan kekuatan skuat dan finansial yang jauh
diatas tim-tim lainnya, kedua tim ini seperti menjadikan La Liga seperti
layaknya Scottish Premier League (SPL) kala Glasgow Rangers masih bercokol
disana. Rangers bersama Glasgow Celtic ganti-gantian menjadi juara SPL.
Kekuatan finansial Madrid
dan Barca sangat terbantu oleh nama besar, sejarah, koleksi pemain bintang,
prestasi belakangan ini dan penerimaan hak siar televisi. Mereka berdua
mendapat hak siar eksklusif dengan bayaran jauh diatas klub-klub lain, bahkan
Valencia dan Atletico Madrid yang juga klub papan atas. Kondisi ini semakin
memperkuat duopoli La Liga.
Jose Mourinho telah membawa
Madrid memutus rentetan kejayaan Barcelona musim lalu dengan menjuarai La Liga,
termasuk memenangi duel El Classico di Camp Nou. Dengan skuat yang relatif
tidak berubah, Madrid akan semakin solid. Mereka hanya butuh tambahan seorang
bek kanan dan seorang gelandang, walaupun jika Mou sedikit saja mau menengok
bangku cadangan, ada pemain bagus bernama Nuri Sahin disana.
Mourinho memiliki PR
mengenai Ricardo Kaka. Besarnya gaji sang pemain tidak sebanding dengan kontribusinya
di lapangan. Kaka dinilai sudah tidak mampu mengulangi performa gemilangnya di
AC Milan, untuk itulah Mou bertekad menjualnya, lalu membeli pemain incarannya,
Luka Modric.
Di lain pihak, Barcelona
tetaplah lawan yang sama seperti mereka temui musim lalu jika dilihat dari
kompsisi pemain. Mereka malah bertambah kuat dengan kehadiran bek kiri Jordi
Alba. Namun sedikit kekhawatiran tertuju pada sosok pelatih baru mereka, Tito
Vilanova.
Banyak pihak menjagokan
Marcelo Bielsa untuk pindah ke Camp Nou di awal musim setelah Pep Guardiola
mengundurkan diri dari jabatannya. Penunjukan Vilanova dianggap para petinggi
Barca sebagai langkah tepat karena Vilanova mengenal betul tim ini. Vilanova
juga dinilai tidak akan menggeser filosofi tiki-taka, yang awalnya ditanamkan
oleh Johan Cruyff dan kemudian disempurnakan oleh Pep.
Namun gaya berbeda
ditunjukkan pelatih yang sempat diserang Mourinho di laga El Classico itu.
Ditangannya, Barcelona dinilai menjadi tim tertutup dan terkesan arogan. Promotor
sepak bola dalam negeri menyebut bahwa Barca menjadi tim yang tertutup sejak
ditangani Vilanova. Pendapat itu tidaklah berlebihan karena Tito menolak
menjalani tur Asia selama jeda kompetisi. Tentu Tito memiliki pertimbangan
mengenai masalah itu, tapi keputusannya membuat Barca kehilangan potensi
penerimaan jutaan euro.
Selain itu, Tito melakukan
langkah tangan besi lainnya dengan bersikukuh untuk mendatangkan punggawa
Athletic Bilbao, Javi Martinez. Alasannya adalah Martinez fasih bermain sebagai
gelandang bertahan maupun bek sentral, posisi yang selama ini dianggap sebagai
titik lemah the Catalans. Sasaran alternatif yang sudah disodorkan petinggi
maupun scout tidak dihiraukan Tito, sehingga Barca terus saja membawa “peluru
kosong” ker San Mames, berharap untuk menggedor direksi Bilbao dan membujuk
mereka untuk menurunkan banderol 40 juta euro yang melekat pada Martinez.
Masih belum cukup, Tito juga
dianggap melecehkan Supercopa de
Catalunya, sebuah pertandingan persahabatan rutin antara mereka melawan
Espanyol, sebagai wakil Catalan di La Liga. Tito semula hanya akan memakai
pemain cadangan di pertandingan itu, namun ketika pihak Espanyol mengetahui
niat tersebut, mereka segera membatalkan pertandingan karena menganggap Tito
melecehkannya.
Kesan buruk tersebut sudah
tercipta, bahkan sebelum Tito mengawali laga resminya bersama Barca. Hal itu
tentu saja bukanlah pertanda baik bagi tim super tersebut. Seberapapun hebatnya
materi pemain, seorang pelatih bertangan besi yang terus menerus mengambil
keputusan yang berseberangan dengan petinggi klub maupun suporter akan sulit
untuk mengeluarkan potensi terbaik timnya. Dengan kondisi ini, Madrid lebih
berpeluang untuk memenangi La Liga.
Perebutan posisi 3-4 dan 5-6
akan berlangsung seru. Zona Liga Champions memang sangat menggiurkan karena menawarkan
banyak uang hasil partisipasi Liga Champions. Klub seperti Valencia, Malaga,
Atletico Madrid, Sevilla maupun Athletic Bilbao memiliki kepentingan yang sama
untuk mengejar posisi ini.
Penampilan bagus Bilbao
dibawah Marcelo Bielsa amat mungkin terulang kembali, terutama jika Bilbao
mampu mempertahankan Martinez dan Fernando Llorente. Permainan cantik yang
diusung klub asal Basque tersebut membawa mereka ke dua final cup competition yang mereka ikuti musim
lalu. Valencia, dibawah pelatih Mauricio Pellegrino juga tetap menjadi kandidat
teratas menduduki zona Champions mengingat konsistensi penampilan mereka
beberapa tahun kebelakang.
Diego Simeone dan klub
asuhannya Atletico Madrid juga berpeluang meramaikan persaingan. Walaupun harus
kehilangan Alvaro Dominguez dan Diego Ribas, dua pemain andalan musim lalu,
namun Simeone mendapatkan Raul Garcia Cata Diaz dan Emre Belozoglu, yang
memiliki kualitas tidak jauh berbeda. Keberhasilan Simeone mempertahankan
Falcao juga menjadi kredit tersendiri, walaupun dia harus merelakan Dominguez
dan Eduardo Salvio hengkang.
Yang sangat disayangkan
adalah Malaga. Semua orang semula berpikir klub kaya baru inilah yang
diharapkan mampu merusak dominasi duo Madrid-Barca. Dengan kekuatan finansial
yang mumpuni, mereka mampu membeli banyak pemain bagus yang membawa mereka
nyaman menduduki zona Champions musim lalu. Namun karena gagalnya proyek
pembangunan resor mewah di pantai kota itu, investor jadi mengurungkan niat
mereka untuk jor-joran mengisi kas klub. Proyeksi bisnis yang berantakan
membuat para Sheikh dari Qatar itu murka. Akibatnya bukannya membeli pemain,
Malaga malah melepas dua pemain kunci musim lalu, Santiago Cazorla dan Solomon
Rondon.
No comments:
Post a Comment