Kemenangan dengan skor besar sudah sewajarnya dirasakan dengan suka cita. Apalagi jika kemenangan terjadi didepan publik sendiri. Merayakan kemenangan bersama fans yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan adalah perasaan ekstasi bagi semua pemain.
San Siro adalah rumah besar sepakbola Italia. Stadion terbesar di Italia yang menjadi kandang AC Milan dan Internazionale Milan ini menjadi saksi bisu kejayaan kedua klub besar di kota mode tersebut. Pada pertandingan 1st leg Liga Champion, publik San Siro disuguhi permainan memikat dari Milan. Tanpa ampun, I rossoneri menghajar Arsenal empat gol tanpa balas.
Kekalahan di partai terakhir Thierry Henry sebelum kepulangannya ke New York Red Bulls tersebut sangat memukul Arsenal, dan menipiskan harapan satu-satunya wakil Inggris yang tersisa di kompetisi terbaik benua biru ini. Bagaimanapun, sulit untuk membalikkan ketertinggalan empat gol.
Namun Arsenal juga menyadari sepenuhnya bahwa Milan adalah klub limbung yang mudah menderita banyak gol justru saat mereka tengah diatas angin. Jika dalam ajang Liga Champions banyak menyajikan kisah come-back paling menabjubkan, nama Milan selalu disebut banyak orang. Sayangnya, Milan selalu menjadi korban dari semangat come-back dramatis tersebut. Tragedi Riazor 8 April 2004 dan tragedi Istanbul 25 Mei 2005 tak pelak adalah dua tragedi terbesar yang menodai kesuksesan Milan di ajang Liga Champions. Fans Milan juga sudah mengantisipasi hal ini dengan tidak terlalu banyak berpesta setelah kemenangan 4-0 di San Siro.
Seolah menyadari bahwa lawannya adalah tim yang mudah menderita banyak gol setelah unggul jauh, Arsenal langsung memasang jurus serangan frontal sejak pertandingan dimulai. Apalagi, pelatih Max Allegri justru sangat berani menurunkan tiga orang penyerangnya sekaligus di pertandingan yang rentan ini. Bak petinju yang sedang lengah, Milan menerima pukulan telak bertubi-tubi dari petinju yang tengah bersemangat bernama Arsenal. Pertandingan baru memasuki menit ke tujuh, bek Laurent Koscielny menanduk sepak pojok untuk membuka skor menjadi 1-0 untuk tim London utara tersebut.
Dejacu akan terulangnya tragedi Riazor seolah terbayang di kepala fans Milan. Saat itu, Walter Pandiani berhasil mencetak gol cepat di menit ke enam untuk membawa Super Depor unggul, dan menutup babak bertama dengan keunggulan 3-0 untuk klub yang saat itu diasuh oleh Javier Irureta. Persis terulang di Emirates Stadium, sepakan mendatar Tomas Rosicky dan penalti Robin Van Persie membawa Arsenal unggul 3-0 di babak pertama, sangat persis dengan tragedi Riazor. Fans Milan di seluruh dunia pasti terdiam saat itu, dan banyak pula yang tidak menonton lanjutan babak kedua karena tidak sanggup lagi menghadapi tragedi berikutnya.
Entah apa yang diucapkan Allegri saat team-talk di ruang ganti. Di babak kedua, Milan bermain sangat berbeda, mereka lebih tenang dan perlahan mampu mengambil alih kendali permainan. Beberapa peluang mereka ciptakan melalui Zlatan Ibrahimovic maupun Antonio Nocerino. Lini pertahanan yang bermain sangat buruk di babak pertama kini menjadi stabil seperti layaknya yang mereka biasa pertontonkan sebagai layaknya pimpinan klasemen Seri a. Penyelamatan super Christian Abbiati terhadap peluang yang dimiliki Robin Van Persie, striker yang dianggap terbaik dunia saat ini, kemudian menutup kisah perlawanan heroik The Gunners, yang urung menjadi sebuah another epic come-back story. Max Allegri berkomentar bahwa kekalahan ini memang memalukan namun melegakan.
Tragedi Riazor dan tragedi Istanbul tidak jadi terulang bagi awak Milanello. Mereka memang kembali tampil bagaikan petinju limbung yang menganggap enteng lawannya, namun mentalitas mereka berbicara bahwa tragedi tidak boleh terulang untuk ketiga kali. Tidak ada tragedi Emirates, dan keadaan menjadi baik-baik saja bagi klub milik Silvio Berlusconi itu. Badai telah berlalu dan kapal mereka yang semula oleng kini telah back on track.
Milan kini telah mengatasi trauma tragedi come-back sekaligus tradisi selalu kalah dari tim asal Inggris dalam dua tahun terakhir. Namun keberhasilan ini sekaligus tamparan bagi Milan karena bukan seperti inilah permainan tim yang mengincar gelar juara Liga Champions. Kekalahan di Istanbul dari Liverpool terjadi setelah di partai semifinal mereka hanya unggul gol agregat di kandang PSV Eindhoven akibat kekalahan 1-3 di Phillips Stadium setelah sebelumnya unggul 2-0 di San Siro atas tim yang saat itu masih diperkuat Park Ji Sung tersebut.
Hasil di San Siro terbukti sangat membantu mereka. Walaupun mereka ke Emirates dengan bermodal kemenangan 4-0, namun Arsenal bukanlah tim sama seperti yang mereka pukul di San Siro. Arsenal bermain dengan modal kemenangan sensasional 5-2 atas Tottenham Hotspurs dan 2-1 atas Liverpool. Kemenangan yang membuat The Gunners kian mantap untuk kembali ke empat besar liga Inggris, walaupun mereka kini terancam untuk kembali tidak mengangkat trofi di akhir musim.
Milan menunjukkan bahwa sikap menganggap enteng lawan bukanlah sikap yang tepat, sementara Arsenal member pelajaran bahwa sikap pantang menyerah membuat segala yang tidak mungkin menjadi mungkin. Selamat untuk Milan, salut untuk Arsenal.
No comments:
Post a Comment