Pages

Wednesday, December 5, 2012

My First Football Travel


Akhir pekan lalu saya baru saja merealisasikan sebuah tur sepak bola pertama saya, sebuah aktivitas yang memang sudah sejak lama saya impikan. Dan kota tujuan saya kemarin adalah Yogyakarta.

Kebetulan, di kota itu adalah tempat bermarkasnya Football Fandom, sekelompok anak pandai yang menyukai sepak bola hingga ke akar-akarnya. Ya, orang-orang seperti mereka ini memang sudah lama saya cari-cari. Keberadaan mereka membuat tur ini menjadi jauh lebih mudah.

“Mau diantar jalan-jalan kemana, mas?” tanya Hasbi, Yoga dan Lukman, ketiga teman saya yang sebelumnya hanya saya kenal melalui social media dan chat.

Tanpa kesulitan, saya langsung menjawab “Stadion”

Saya tidak menjawab Kraton, Candi Borobudur atau pantai Parangtritis yang pada umumnya dituju oleh orang-orang yang berkunjung ke kota pelajar ini. Sepak bola memang lebih memikat saya ketimbang apapun yang ada di dunia ini.

Sering ada pertanyaan mengenai tipe liburan yang apa yang disukai. “Are you a beach type or a mountain type?” Memang kedua tempat itu adalah tempat umum bagi siapapun untuk melepas penat dan melupakan sejenak tekanan yang dihadapi sehari-hari sebagai manusia, baik manusia pendukung pemilik modal,manusia anti perbedaan kelas, maupun manusia perebut lahan parkir.

Jika pertanyaan itu ditujukan kepada saya, maka kini saya punya jawaban. “Football type”

Ya sebenarnya gak football-football amat sih, karena saya juga suka sejarah. I would like to have a history theme travel lain kali.

Saya menikmati detik demi detik perjalanan itu, terlebih saya melakukannya bersama orang-orang yang “sealiran” jadi tidak ada yang bosan atau tidak nyaman disana, tidak ada yang tiba-tiba ingin belanja dan pusing karena kebanyakan dititipi macam-macam oleh keluarganya. Sepak bola adalah yang utama, sesi belanja oleh-oleh hanya saya sisakan satu jam saja.

“Passion adalah sesuatu yang membuat kita berbinar-binar ketika membicarakannya, juga tidak pernah bosan mendengarnya.” Begitulah kutipan yang pernah saya baca dari buku yang pada akhirnya meracuni hidup saya ini. Pertemuan saya dengan passion ini membawa saya pada era sekolahan dan kuliahan ketika saya rela melakukan apa saja demi memikat seorang perempuan.

Estadio de Maguwoharjo. Foto ini saya yang ambil lho.
Anyway, saya pergi ke Stadion Maguwoharjo, stadion terbagus di kota ini. Pada awalnya kami tidak diijinkan masuk oleh petugas yang berjaga, namun dengan kegigihan kami, pada akhirnya kami bisa menemukan pintu masuk kecil yang memungkinkan kami masuk kedalam dan berfoto disana.

Stadion ini berkapasitas 25000 penonton (40 ribu menurut Wikipedia) entah mana yang benar, dibangun pada tahun 2005, yang dihentikan pembangunannya tahun 2007 akibat bencana letusan gunung Merapi. Dengan prakarsa politisi setempat, stadion ini dilanjutkan pembangunannya. Stadion ini sering disebut San Siro Indonesia karena memang konsep 4 menara di sudut stadion dan tangga berputarnya mirip-mirip dengan stadion kandang AC Milan dan Internazionale tersebut.

Campur tangan politik ini pula yang membuat bagian luar stadion di cat berwarna biru. Ya, anda tebak sendirilah apa maksudnya itu. Pergolakan politik ini pula yang membuat stadion ini belum 100% rampung hingga sekarang. Stadion ini belum memenuhi standar FIFA karena belum dilengkapi penerangan yang memadai untuk menggelar pertandingan di malam hari. Ya, namanya juga Indonesia, politisi selalu membonceng pada sepak bola, yang ujung-ujungnya sepak bola menjadi kelebihan beban dan malah tidak maju kemana-mana.

Foto dari belakang, biar nambah kesan cool. Padahal lagi kepanasan.
“Mau liat lapangan bola aja sampe keluar kota segala.” Begitulah ujar orang-orang terdekat, yang ironisnya tidak memahami arti sepak bola bagi saya. Padahal saya banyak mendengar cerita banyak orang yang rela keluar kota bahkan keluar negeri hanya untuk melengkapi koleksi tas atau bajunya, bahkan untuk menemui istri simpanannya. Saya hanya berkunjung ke stadion dan ngobrol-ngobrolin sepak bola kok, tidak ada unsur kriminal atau tindakan menyalahi norma hukum dan agama yang saya lakukan selama disana.

Setelah puas melihat-lihat stadion, saya diundang ke acara diskusi sepak bola disana, dengan topik cukup berat, Financial Fair Play. Diskusi dibawah nama Football Fandom yang digawangi Hasbi, Yoga dan Lukman, teman-teman saya yang sangat baik hati dan pintar lagipula tidak sombong berlangsung seru dan menyenangkan, juga dibawah suasana santai sebuah restoran yang bukan bertipe fine-dining.

“Ada banyak hal yang membuat saya tidak percaya diri di dunia ini, tetapi sepak bola bukan salah satunya.” Demikian kalimat tersebut dituliskan oleh teman saya Pangeran Siahaan dalam sebuah postingannya. 

Ya, jujur saja saya mengingat-ingat kalimat itu saat saya hendak menjadi pembicara dalam acara diskusi ini. Inilah kali pertama saya menjadi pembicara dan narasumber dari sebuah acara diskusi. Saya bukanlah orang yang penuh percaya diri, berwibawa dan tenang seperti teman saya Toby Idol ketika berbicara didepan umum, namun mengingat topik yang dibawakan adalah sepak bola, segala keraguan itu hilang.

Peserta HYPERBOLA, diskusi sepak bola andalan Football Fandom
Puncak dari liburan singkat itu terjadi pada pukul 8 malam waktu setempat (biar kesannya jauh) ketika acara nonton bareng Piala AFF antara Indonesia melawan Malaysia digelar. Well, saya tidak mau membahas khusus jalannya pertandingan itu, karena segala pembahasan mengenai sepak bola negeri ini akan menjadi pembahasan klise, demikian kata salah seorang penulis jenius yang saya kenal.

Saya nantikan football travel berikutnya, sendiri atau rame-rame.

No comments:

Post a Comment