1st Seri a winning streak this season |
Pernahkah anda menulis review pertandingan yang bahkan anda
sendiri tidak menontonnya? Dengan modal informasi yang berseliweran di dunia
maya dan social media, rasanya hal itu tidak mustahil meskipun bukan tidak
mungkin report anda menjadi bias. Ah saya tidak peduli, saya hanya ingin
mencobanya. Menulis dengan data dan informasi minim memiliki tantangan
tersendiri.
Karena harus menghadiri suatu acara diluar kota, saya tidak
bisa menyaksikan pertandingan siaran langsung seri a AC Milan melawan tuan
rumah Catania di stadion Angelo Massimino. Saya sampai di kota tujuan ketika
pertandingan sudah memasuki menit-menit akhir, dan saya tidak dapat menemukan
televisi yang menyiarkan pertandingan ini secara langsung. Streaming? Well,
sepintar apapun ponsel smartphone, rasanya tidak ada yang bisa mengakomodasi
siaran langsung sepak bola melalui streaming. Akhirnya, saya menyaksikan
pertandingan ini melalui live tweet akun-akun penggemar Milan saja lalu melihat
highlight-nya beberapa jam kemudian.
Banyak twit sumringah yang mampir di timeline saya, meskipun
tidak sedikit juga twit sinis berbalut iri hati dan keisengan galau dini hari
yang mencemooh gol offside El Shaarawy yang menyamakan kedudukan dari gol
Catania yang dicetak oleh eks Rossoneri, si alim Nicola Legottaglie. Gol
offside ini memang sulit diputuskan karena kejadiannya begitu cepat dan sulit
dilihat dengan jelas tanpa replay. Dalam tayangan lambat, El Shaarawy memang
berada pada posisi offside ketika meneruskan tendangan Robinho yang melenceng
hasil crossing dari sayap kanan. Namun sekali lagi, kejadian berlangsung sangat
cepat sehingga pengadil pertandingan bisa saja keliru dalam keputusannya.
Sudahlah, kemarin tim elu yang diuntungkan wasit kok, masa sih ngeledek aja pas
Milan diuntungin. Haha.
Bagaimanapun, kesinisan dan keraguan yang mendahului seakan
terbebas dari penampilan trengginas El Shaarawy dan kawan-kawan yang mampu
melepas banyak tembakan dan menciptakan banyak peluang emas, yang tentu saya
salah satunya diciptakan oleh salah satu pemain paling berbakat dunia sekaligus
ber-finishing terburuk dunia, Robinho.
Di partai ini pula Kevin Prince Boateng seperti mematahkan
kutukan nomor 10 yang dipilihnya di awal musim yang berakibat nihilnya
kontribusi gol maupun assist hingga sebelum pertandingan. Gol cantik berhasil
ia ciptakan. Sebuah kombinasi power dan akurasi membawanya ke langit ketujuh
setelah membalikkan kedudukan menjadi 2-1 bagi Rossoneri. Namun beberapa menit
sesudahnya, ia kembali menambah koleksi …. kartunya. Ok, cukup sudah saya
mengomentari pemain ini. Biarkan saya memberinya porsi imbang, sebuah pujian
dan sebuah cibiran. Impas kan, Boa?
Lini belakan tetap meninggalkan catatan negatif akibat
(lagi-lagi) kebobolan melalui skema set-piece. Milan kini seperti meniru
perjalanan setan merah Inggris, Manchester United. United musim ini sangat
lemah dalam bertahan dan menghadapi set piece, tetapi memiliki mental kuat
dalam mengejar ketertinggalan dari lawan. Hal ini terjustifikasi nyata dari
pertandingan babak pertama penuh kejutan di Madjeski Stadium dimana Red Devils
tertinggal 0-1 dan 2-3 terlebih dahulu sebelum menyudahi perlawanan anak-anak
Berkshire Reading FC dengan skor 4-3. Ini Ferguson atau Zeman sih?
Anyway kembali ke dunia Milan, Stephan El Shaarawy entah
untuk keberapa kali menyumbang poin bagi Rossoneri. Jumlah golnya yang berada
diangka 12 menjadi yang tertinggi sejauh ini di kompetisi seri a, sekaligus
ekuivalen dengan setengah gol yang diciptakan Milan. Ketergantungan klub yang
akan berulang tahun ke 113 dua minggu lagi ini kepada seorang bocah 20 tahun
yang gajinya masih dipegang orang tua ini sungguh mengkhawatirkan, meskipun
sejauh ini melegakan Milanisti.
The Paloschi Rises |
Di pekan ke 15 seri a ini tersaji beberapa cerita menarik,
namun saya hanya ingin membahas satu cerita yaitu comeback gemilang striker Chievo
yang dipinjam dari Rossoneri, Alberto Paloschi. Striker berusia 22 tahun yang
sebelumnya dianggap paling berbakat di Italia ini baru kembali ke lapangan
setelah menghilang selama tiga bulan karena cedera.
Tentu anda ingat saat
empat tahun lalu dirinya baru tujuh belas detik menginjak rumput San Siro dalam
debut seri a, sentuhan pertamanya langsung menjebol gawang Siena dan menentukan
kemenangan Milan. Kemarin, Paloschi membuat berita setelah mencetak hattrick ke
gawang Genoa ketika Chievo Verona melumat Il Grifone dengan skor 4-2.
Konsistensi sahabat Mario Balotelli ini perlu dinantikan,
mengingat penyerang muda ini masih menyimpan asa untuk membela Rossoneri dan
tim nasional Italia. Jika Paloschi mampu bermain konsisten dan terus mencetak
gol setidaknya hingga akhir tahun ini, boleh jadi Rossoneri akan memanggilnya
kembali sebagai solusi ketajaman mereka agar tidak terlalu tergantung pada El
Shaarawy. Pemain ini memiliki ketajaman dan kecepatan yang boleh jadi akan
membantu Rossoneri untuk mengejar target 3 besar di akhir musim.
Jual Pato-Robinho untuk Paloschi-Balotelli? Sound really good, kan?
Kini Rossoneri berada di posisi 7 klasemen sementara, tertinggal
10 poin dari Internazionale yang menghuni posisi 3. Masih ada 69 angka lagi
yang bisa diperebutkan.
Sementara semalam dari partai penutup penyisihan grup Liga Champions yang tidak menentukan lagi, Milan menyerah 0-1 dari lawannya si kaya Zenit St. Petersburg. Kekalahan ini menandai rekor belum pernah menangnya Milan di kandang dalam pertandingan kompetisi Eropa musim ini. Meski tidak menentukan lagi dan Milan memang menyimpan El Shaarawy, namun tetap saja kekalahan ini mengganggu momentum bagus Rossoneri, sekaligus sinyal kurang baik dalam menyongsong babak 16 besar.
Dengan menduduki posisi kedua, kans Rossoneri untuk bertemu tim tangguh seperti Barcelona, Real Madrid atau Paris St. Germain tentu lebih terbuka lebar.
Setelah kontroversi, kini inkonsistensi mengintip kelegaan anak-anak Milanello. Namun apapun itu, pencapaian ini setelah melalui berbagai performa buruk adalah sesuatu yang patut disyukuri.
No comments:
Post a Comment