Pages

Sunday, December 23, 2012

Sebuah fragmen desperasi waktu subuh di Timur Jauh

Yepes (not) beast
Tidak ada streak kemenangan kelima beruntun, tidak ada cerita come-back dramatis, tidak ada aksi kepahlawanan Stephan El Shaarawy, tidak ada puja puji kekuatan the beast Mario Yepes, tidak ada sanjugan bagi si nomor 10 Kevin Prince Boateng.

Begitulah yang saya saksikan semalam lewat tajuk pertandingan giornata 18 antara Milan yang dijamu oleh tim paling produktif di Seri a, AS Roma.

Milan memang tampil dengan kebiasaan buruk mereka di awal musim, yaitu pertahanan yang longgar, selonggar pakaian anak-anak hip-hop. Lini tengah juga tidak melakukan pressing terhadap para gelandang Roma. Ketika banyak orang menyatakan bahwa Mattia De Sciglio bermain gugup di sisi kanan pertahanan menghadapi Il Principe Francesco Totti, saya justru mempertanyakan mengapa tidak ada pemain yang melapis bek kanan muda itu atas tekanan Totti, yang juga dibantu Federico Balzaretti.

Milan tidaklah memulai pertandingan dengan salah. Mereka memulai dengan positif dengan coba menyerang dan bermain terbuka. Pemandangan yang menghibur. Petaka dimulai ketika Mario Yepes tidak menemukan momentum yang pas saat melompat untuk menghalau bola set piece. Akibatnya, Nicolas Burdisso yang memang memiliki jump lebih baik mampu menjebol gawang Marco Amelia.

Peruntungan Milan sebenarnya bisa berubah andai El Shaarawy tidak banyak bergaya mencoba melewati kiper Mario Goicoechea saat lolos dari jebakan offside yang gagal dioperasikan oleh Ivan Piris dan Marquinhos. Benar saja, setelah itu Roma kembali menjebol gawang Milan lewat gol Pablo Osvaldo. Lagi-lagi Yepes gagal memenangi duel udara akibat salah menentukan momentum lompatan. Crossing legit Francesco Totti berhasil disundul masuk penyerang oriundi Giallorossi itu. Dua gol dari sundulan pemain Roma ini menandai bobolnya gawang Rossoneri ke 12 kali lewat kepala lawan, terbanyak di Seri a.

Momentum positif dari bolongnya lini tengah dan belakang Milan kembali dimanfaatkan pemain-pemain Roma yang tampil trengginas dan menampilkan sepak bola terbaik mereka musim ini. Sebuah umpan sederhana Daniele De Rossi kepada Erik Lamela yang dibiarkan saja oleh Philippe Mexes akhirnya menutup babak pertama penuh nestapa Rossoneri.

Milan dikenal sebagai tim yang cepat bangkit setelah tertinggal, itu benar. Namun tidak kali ini. Permainan Roma terlalu bagus, bahkan seolah mereka mampu menandingi Barcelona jika bermain seperti semalam. Lagi-lagi De Sciglio gagal menghalangi bola crossing dari sayap kiri dan meninggalkan Kevin Constant untuk berduel udara dengan Erik Lamela. Lamela yang bukan penyundul ulung saja akhirnya mampu mencatatkan gol ke 10-nya musim ini dan membawa Roma kian menjauh dengan margin 4 gol.

Milan sempat mendapat angin setelah Zeman menarik Osvaldo dan Lamela yang membuat serangan Il Lupo tidak segarang sebelumnya, dan diperparah dengan kartu merah bek potensial berusia 18 tahun Marquinhos karena sengaja menyentuh bola dengan tangan ketika menjadi orang terakhir di pertahanan. Situasi itu kemudian dimanfaatkan Allegri dengan memasukkan Bojan Krkic, melengkapi Giampaolo Pazzini di depan.

Masuknya pemain dengan simple touch seperti Bojan disaat lini pertahanan lawan rapuh memang jawaban. Dalam waktu 2 menit Milan mencetak 2 gol lewat penalti Pazzini dan sontekan Bojan. Namun sayang situasi ini sudah terlambat karena memang margin gol yang terlalu lebar.

Bisa ditebak, fenomena knee-jerk reaction muncul. Timbullah suara-suara pencela Allegri setelah pertandingan berakhir. Allegri seolah menyerahkan lehernya untuk disembelih oleh para pembencinya, yang dalam empat pertandingan sebelumnya turut merayakan kemenangan Milan. Suara sarkas, sinis dan rangkaian kata-kata mutiara yang semua mengarah pada buruknya kinerja Allegri terangkum dalam live-twit para fans sebagai fragmen desperasi di subuh yang mengawali hari ini di negara timur jauh. Sepak bola memang jadi ramai dengan kehadiran kalian, fanboys.

Memang selalu ada polemik dan reaksi berlebihan ketika kekalahan timbul, terlebih dengan skor mencolok dan pertahanan tidak berdaya seperti ini. Belum apa-apa, para tifosi sudah menatap partai knock out Liga Champions melawan Barcelona yang masih akan berlangsung dua bulan lagi. Secara masygul, mereka bilang bahwa meski Lionel Messi berlari mundur dan menendang dengan kaki kanannya saja, Milan sudah akan jebol 3-4 gol ditangan Barca. 

Kekalahan ini tidaklah perlu diratapi berlebihan. Jika ingin melihat masalah lebih mendalam, skuat Milan sekarang memang bukanlah materi scudetto. Bahkan pelatih kelas juara Jose Mourinho atau pelatih pereparasi Claudio Ranieri sekalipun saya ragukan untuk bisa mengatrol posisi Milan di klasemen. Ada bagusnya, kekalahan ini membuka mata Galliani untuk menambah kedalaman sektor tengah dan belakang, alih-alih terus merisaukan barisan depan saja.

No comments:

Post a Comment