Dalam kondisi
terbaiknya (minus cedera) dan juga sedikit saja konsistensi permainan, maka
pemain ini akan menjadi salah satu gelandang bertahan terbaik di dunia. Massimo
Ambrosini memiliki semangat juang seperti singa yang terluka, kemampuan duel udara
yang eksepsional, kemampuan membaca permainan yang prima, dan kepemimpinan yang
bagus.
Mengawali karir
di Cesena tahun 1994, hanya butuh setahun waktu baginya untuk menarik perhatian
para scout Milan. Segera setelah mengakhiri musim sebagai finalis Liga
Champions, Milan mengikat Ambrosini. Milan bukanlah seperti Cesena, tempat dimana
ia akan lebih mudah mendapat kesempatan menjadi pemain inti. Di Milan saat itu
bercokol para gelandang mapan seperti Demetrio Albertini dan Zvonimir Boban. Sulit
bagi Ambro untuk langsung mencicipi pengalaman bermain di tim inti.
Ia lalu dikirim ke
Vicenza selama semusim, namun cukup untuk membuat Milan menariknya kembali
karena menilai pemain ini potensial. Benar saja, setelah mendapat kesempatan
reguler tahun 1999 dibawah pelatih Alberto Zaccheroni, Ambrosini muncul sebagai
gelandang bertenaga sekaligus bervisi bagus yang mampu menemani Albertini di
lini tengah si merah hitam. Milan dibawanya juara liga kala itu.
Cedera,
sayangnya menjadi teman akrab Ambrosini sepanjang karirnya. Setelah kesuksesan
menembus tim inti, cedera lutut menghampiri. Ambrosini harus menepi
menyembuhkan diri. Ia memang keras di lapangan, namun diluar lapangan ia
sangatlah santun dan berkelas. Gaya rambutnya yang ia biarkan setengah gondrong
dan acak-acakan juga menjadi trademarknya yang tidak pernah ia ubah. Gaya yang
sangat cocok dengan kegarangannya di lapangan. Gaya semi-rockstar yang tidak
menghilangkan sisi elegan si penggemar penyanyi roots rock Bruce Springsteen.
Rambut kuningnya
melayang seperti Son Goku ketika ia melompat, lalu kembali lagi ke tempatnya
menimbulkan ketidakteraturan yang lumrah. Makin berantakan pula ketika ia terus
terjatuh, berguling, menabrak lawan atau melompat tinggi memenangi duel udara. Rasanya,
jersey Ambrosini adalah yang paling kumal dan kotor seusai bertanding. Menandakan
determinasi dan rasa memiliki yang tinggi pada timnya.
Ambrosini menghabiskan
18 tahun di Milan, melalui total 489 kali berseragam merah-hitam. Ia memang
tidak selalu jadi pilihan utama, dan waktu bermainnya dalam semusim juga tidak
sebanyak Javier Zanetti per musimnya. Jumlah partai terbanyaknya dalam semusim
adalah 43 kali, terjadi pada musim 2007/2008. Jumlah laganya di Seri a tidak
pula mencapai rataan 30 laga semusimnya.
Ia pernah bermain
sebagai trio gelandang tengah bersama Andrea Pirlo dan Gennaro Gattuso ketika
Milan bermain dengan formasi pohon natal ala Carlo Ancelotti, ia juga pernah
bermain sebagai gelandang kiri dalam ketika Seedorf absen. Posisi bek tengah
darurat juga pernah ia lakoni. Sempat mengeluhkan porsi bermain yang sedikit di
musim 2005/2006 dan berpikir untuk bergabung ke Fiorentina, Ambro kemudian
berubah pikiran setelah rangkaian penampilan gemilangnya di babak semifinal
Liga Champions kontra Manchester United berkontribusi membawa Milan ke final.
Keputusan Ambrosini
memperpanjang kontraknya tidak salah. Sejak saat itu, posisi reguler memang
lebih banyak ia lakoni. 194 laga atau 40% dari total laganya bersama Milan ia
ukir hanya dalam enam musim terakhir. Loyalitasnya berbuah kepercayaan Milan
sebagai kapten penerus Paolo Maldini yang pensiun tahun 2009. Sebelum itu, ia
mencetak total 8 gol semusim –rekor terbanyak sepanjang karir- dan sejumlah
penampilan solid.
Segala kegemilangan
di Milan memang sempat membawanya wara-wiri di tim nasional. Memulai debutnya
tahun 1999, ia termasuk pada skuat Italia di Piala Eropa tahun 2000. Ia kemudian
gagal ke Piala Dunia 2002 karena cedera, juga tidak terpilih di Piala Eropa
tahun 2004. Saat Italia ditangani Roberto Donadoni, Ambrosini sempat dipanggil
kembali, sebelum kemudian Marcelo Lippi melakukan comeback pasca Euro 2008. Setelah
Lippi masuk, Ambrosini kembali tidak masuk tim nasional, meski penampilannya
mencapai puncak di Milan pada era itu. Total, Ambrosini memperkuat Italia
sebanyak 35 kali.
Penampilan solid
dan kokoh bagaikan batu karang adalah ciri khas yang tidak bisa dilupakan dari
Ambrosini. Anda tentu ingat bagaimana ia bermain seperti berusia 15 tahun lebih
muda kala mampu meladeni kecepatan-kecepatan pemain Barcelona di leg pertama
babak Knock Out Liga Champions yang dimenangi Milan 2-0 itu. Ambrosini mampu
mengunci gerak Iniesta, mengisolasi Messi, dan memotong umpan-umpan Xavi untuk
menjadikan Barcelona mati angin. Itulah penampilan terbaik terakhir yang pernah
saya saksikan dari seorang Ambrosini.
Tidak akan ada
lagi rambut emas acak-acakan, lompatan-lompatan, jegalan-jegalan yang kadang
ceroboh kepada lawan, determinasi seperti anak muda khas Ambrosini. Manajemen memutuskan
untuk tidak memperpanjang kontraknya, dan nampaknya hal itu sedikit
disesalinya. Ia belum akan pensiun, masih memiliki hasrat petarung yang sama
untuk bermain. Dan saya harap tidak melihatnya sebagai lawan Milan.
“Ambrosini ha
ancora voglia di lottare”
“Ambrosini masih
ingin bertarung”
Begitu ujar
Gattuso perihal mantan partnernya itu. Apapun itu, terima kasih Kapten!
No comments:
Post a Comment