Pages

Friday, June 14, 2013

Menolak Lupakan Ambrosini


Dalam kondisi terbaiknya (minus cedera) dan juga sedikit saja konsistensi permainan, maka pemain ini akan menjadi salah satu gelandang bertahan terbaik di dunia. Massimo Ambrosini memiliki semangat juang seperti singa yang terluka, kemampuan duel udara yang eksepsional, kemampuan membaca permainan yang prima, dan kepemimpinan yang bagus.

Mengawali karir di Cesena tahun 1994, hanya butuh setahun waktu baginya untuk menarik perhatian para scout Milan. Segera setelah mengakhiri musim sebagai finalis Liga Champions, Milan mengikat Ambrosini. Milan bukanlah seperti Cesena, tempat dimana ia akan lebih mudah mendapat kesempatan menjadi pemain inti. Di Milan saat itu bercokol para gelandang mapan seperti Demetrio Albertini dan Zvonimir Boban. Sulit bagi Ambro untuk langsung mencicipi pengalaman bermain di tim inti.

Ia lalu dikirim ke Vicenza selama semusim, namun cukup untuk membuat Milan menariknya kembali karena menilai pemain ini potensial. Benar saja, setelah mendapat kesempatan reguler tahun 1999 dibawah pelatih Alberto Zaccheroni, Ambrosini muncul sebagai gelandang bertenaga sekaligus bervisi bagus yang mampu menemani Albertini di lini tengah si merah hitam. Milan dibawanya juara liga kala itu.

Cedera, sayangnya menjadi teman akrab Ambrosini sepanjang karirnya. Setelah kesuksesan menembus tim inti, cedera lutut menghampiri. Ambrosini harus menepi menyembuhkan diri. Ia memang keras di lapangan, namun diluar lapangan ia sangatlah santun dan berkelas. Gaya rambutnya yang ia biarkan setengah gondrong dan acak-acakan juga menjadi trademarknya yang tidak pernah ia ubah. Gaya yang sangat cocok dengan kegarangannya di lapangan. Gaya semi-rockstar yang tidak menghilangkan sisi elegan si penggemar penyanyi roots rock Bruce Springsteen.


Rambut kuningnya melayang seperti Son Goku ketika ia melompat, lalu kembali lagi ke tempatnya menimbulkan ketidakteraturan yang lumrah. Makin berantakan pula ketika ia terus terjatuh, berguling, menabrak lawan atau melompat tinggi memenangi duel udara. Rasanya, jersey Ambrosini adalah yang paling kumal dan kotor seusai bertanding. Menandakan determinasi dan rasa memiliki yang tinggi pada timnya.

Ambrosini menghabiskan 18 tahun di Milan, melalui total 489 kali berseragam merah-hitam. Ia memang tidak selalu jadi pilihan utama, dan waktu bermainnya dalam semusim juga tidak sebanyak Javier Zanetti per musimnya. Jumlah partai terbanyaknya dalam semusim adalah 43 kali, terjadi pada musim 2007/2008. Jumlah laganya di Seri a tidak pula mencapai rataan 30 laga semusimnya.

Ia pernah bermain sebagai trio gelandang tengah bersama Andrea Pirlo dan Gennaro Gattuso ketika Milan bermain dengan formasi pohon natal ala Carlo Ancelotti, ia juga pernah bermain sebagai gelandang kiri dalam ketika Seedorf absen. Posisi bek tengah darurat juga pernah ia lakoni. Sempat mengeluhkan porsi bermain yang sedikit di musim 2005/2006 dan berpikir untuk bergabung ke Fiorentina, Ambro kemudian berubah pikiran setelah rangkaian penampilan gemilangnya di babak semifinal Liga Champions kontra Manchester United berkontribusi membawa Milan ke final.

Keputusan Ambrosini memperpanjang kontraknya tidak salah. Sejak saat itu, posisi reguler memang lebih banyak ia lakoni. 194 laga atau 40% dari total laganya bersama Milan ia ukir hanya dalam enam musim terakhir. Loyalitasnya berbuah kepercayaan Milan sebagai kapten penerus Paolo Maldini yang pensiun tahun 2009. Sebelum itu, ia mencetak total 8 gol semusim –rekor terbanyak sepanjang karir- dan sejumlah penampilan solid.

Segala kegemilangan di Milan memang sempat membawanya wara-wiri di tim nasional. Memulai debutnya tahun 1999, ia termasuk pada skuat Italia di Piala Eropa tahun 2000. Ia kemudian gagal ke Piala Dunia 2002 karena cedera, juga tidak terpilih di Piala Eropa tahun 2004. Saat Italia ditangani Roberto Donadoni, Ambrosini sempat dipanggil kembali, sebelum kemudian Marcelo Lippi melakukan comeback pasca Euro 2008. Setelah Lippi masuk, Ambrosini kembali tidak masuk tim nasional, meski penampilannya mencapai puncak di Milan pada era itu. Total, Ambrosini memperkuat Italia sebanyak 35 kali.

Penampilan solid dan kokoh bagaikan batu karang adalah ciri khas yang tidak bisa dilupakan dari Ambrosini. Anda tentu ingat bagaimana ia bermain seperti berusia 15 tahun lebih muda kala mampu meladeni kecepatan-kecepatan pemain Barcelona di leg pertama babak Knock Out Liga Champions yang dimenangi Milan 2-0 itu. Ambrosini mampu mengunci gerak Iniesta, mengisolasi Messi, dan memotong umpan-umpan Xavi untuk menjadikan Barcelona mati angin. Itulah penampilan terbaik terakhir yang pernah saya saksikan dari seorang Ambrosini.



Tidak akan ada lagi rambut emas acak-acakan, lompatan-lompatan, jegalan-jegalan yang kadang ceroboh kepada lawan, determinasi seperti anak muda khas Ambrosini. Manajemen memutuskan untuk tidak memperpanjang kontraknya, dan nampaknya hal itu sedikit disesalinya. Ia belum akan pensiun, masih memiliki hasrat petarung yang sama untuk bermain. Dan saya harap tidak melihatnya sebagai lawan Milan.

“Ambrosini ha ancora voglia di lottare”

“Ambrosini masih ingin bertarung”


Begitu ujar Gattuso perihal mantan partnernya itu. Apapun itu, terima kasih Kapten!

No comments:

Post a Comment