Pages

Sunday, May 31, 2015

Alternatif Tontonan Sepak Bola Eropa

Sabtu (30/5), seluruh pertandingan pekan terakhir Liga Primer Rusia dimainkan secara serentak. Tidak seperti musim lalu di mana pekan terakhir menjadi penentu gelar, pada musim ini, Zenit St. Petersburg telah memastikan gelar mereka bahkan sejak kompetisi masih menyisakan dua pertandingan.

Tidak ada kerusuhan yang ditimbulkan suporter seperti pada musim lalu, yang mengakibatkan Zenit dihukum dengan kekalahan 0-3 atas Dinamo Moskow. Peristiwa yang terjadi pada fase akhir musim kompetisi tahun lalu ini kemudian dimanfaatkan CSKA Moskow untuk mencuri gelar pada saat-saat akhir. Zenit telah belajar banyak dari kisah pahit musim lalu tersebut dan mereka mendapatkan hasil positif karenanya. Mereka telah tancap gas sejak awal, dan relatif nyaman memimpin klasemen.

Namun, bukan berarti tingkat keseruan liga menjadi berkurang. CSKA, klub yang oleh pelatihnya, Leonid Slutsky dijalankan dengan prinsip moneyball mampu mempertahankan prestasi sebagai klub papan atas dengan permainan yang makin matang. Kehebatan mereka baru dapat dihentikan sendiri oleh skuat bertabur bintang dari Zenit. Dalam laga 'penentuan' pekan ke-21 saat perbedaan poin di antara mereka masih tipis, skuat arahan Andre Villas-Boas berhasil menang tipis dengan skor 2-1. Sejak saat itulah CSKA seakan 'kehabisan bensin' untuk bertarung dengan klub yang disponsori perusahaan gas raksasa, Gazprom ini dan harus puas menduduki posisi kedua.

Kelihaian Slutsky makin terasa musim ini. Ditinggal bomber andalan, Seydou Doumbia yang hengkang ke AS Roma pada pertengahan, ternyata tidak mengurangi ketajaman CSKA. Ia menjadikan dua gelandangnya, Roman Eremenko dan Bibras Natkho sebagai sumber gol baru. CSKA tampil sebagai kesebelasan paling produktif di Rusia dengan Eremenko berhasil membukukan 13 gol, atau hanya kalah dari Hulk, bomber Zenit yang keluar sebagai topskor dengan torehan 15 gol. Sementara Natkho, yang notabene seorang gelandang bertahan, berhasil membukukan 11 gol. Produktivitas dua gelandang ini juga merupakan andil dari permainan penyerang Nigeria, Ahmet Musa. Ekspenyerang Vitesse Arnheim ini kerap menggunakan kecepatannya untuk bermain melebar sehingga membuka ruang bagi para gelandang CSKA macam Eremenko dan Natkho untuk mencetak gol. 

Langkah CSKA bagaimanapun tidak mudah untuk menjadi runner-up. Demi mendapat tiket terakhir zona Liga Champions ini (Liga Rusia hanya mendapatkan dua jatah, yaitu untuk juara dan runner-up), CSKA mendapat tekanan berarti dari tim kejutan, FC Krasnodar. Setelah kekalahan dari Zenit tersebut, CSKA sempat mengecap periode negatif. Tiga kekalahan beruntun harus mereka rasakan sebelum kemudian bangkit dengan meraih lima kemenangan dari enam laga terakhir.

Sementara itu, prestasi yang ditunjukkan FC Krasnodar memang bagaikan angin segar bagi liga Rusia, padahal mereka baru berkompetisi di Liga Primer tahun 2010. Dimotori gelandang senior, Roman Shirokov, klub yang dimiliki pebisnis Sergei Galitsky ini tampil impresif sepanjang musim, dan sempat menyalip CSKA di posisi kedua sebelum akhirnya poin mereka disamakan kembali pada saat-saat terakhir. Mereka bahkan nyaris menempati posisi kedua klasemen akhir karena pada hingga menit ke-80 laga pamungkas tersebut masih unggul sebiji poin berkat hasil imbang atas tuan rumah Dinamo Moskow, sementara pada saat bersamaan, CSKA tertinggal satu gol atas tuan rumah FK Rostov. Namun secara dramatis, gol yang dibuat gelandang asal Swedia, Pontus Wernbloom pada menit 82 ke gawang Rostov membuat poin kembali sama dan CSKA unggul selisih gol atas Krasnodar. Gol ini juga menjadi penentu terdegradasinya klub ini dari Liga Primer.

Poin identik antara CSKA dan Krasnodar membuka perdebatan bagi publik. Pada pekan ke-20, CSKA sempat mendapatkan 'kemudahan' kala bertanding melawan Arsenal Tula. Pertandingan itu berlangsung tanpa dihadiri penonton di kota Moskow, yang notabene home base dari CSKA. Arsenal Tula juga menurunkan skuat mudanya pada saat itu. Hal ini dilakukan klub asuhan mantan gelandang timnas Rusia era 2000an awal, Dmitry Alenitchev sebagai bentuk protes terkait dipindahnya venue laga kandang mereka ke Moskow akibat dinilai buruknya kualitas rumput Arsenal Central Stadium di kota Tula. Laga tersebut akhirnya dimenangi cukup mudah oleh CSKA, yang tentu saja turut berandil dalam perebutan tempat kedua ini.

Bagaimanapun, Liga Primer Rusia tetap memiliki daya tarik tersendiri untuk diikuti. Di samping pengalaman menyaksikan nama-nama klub dan pemain-pemain yang relatif asing di telinga, di liga ini pula terdapat cukup banyak pemain-pemain yang sebelumnya kita kenal berkiprah di Eropa Barat seperti Axel Witsel, Mathieu Valbuena, Domenico Criscito, Kim Kallstrom hingga Kevin Kuranyi. Bukan berarti pemain-pemain ini sudah tidak laku lagi di liga yang lebih besar, namun daya tarik kompetisi yang tengah bangkit (dan juga bayaran yang menarik) di negara terluas dunia inilah yang membuat mereka rela meninggalkan glamornya liga di Eropa bagian barat. Tidak hanya itu, banyak pula pemain-pemain potensial namun kurang terdengar yang bermain di kompetisi ini seperti penyerang CSKA, Carlos Strandberg, Saba Kvervelia yang impresif di Rubin Kazan, hingga Oleg Shatov yang kian bersinar di Zenit.

Namun jelas harus diakui bahwa tidak mudah untuk menyukai liga Rusia. Di samping situasi geopolitik yang menampilkan negara mereka sebagai pencetus konflik, liga Rusia juga masih saja mengalami masalah mendasar seperti kekerasan antarsuporter dan masalah rasialisme. Kondisi ini jelas akan berpengaruh pada keinginan pihak-pihak korporasi untuk menanamkan uangnya di persepakbolaan negara ini. Pemerataan infrastruktur juga belum terlaksana, yang pada puncaknya berakibat digesernya tempat pertandingan resmi liga akibat tidak memadainya kualitas lapangan. Belum lagi masalah finansial yang menjerat beberapa klub seperti Anzhi Makhachkala, FK Rostov dan klub-klub kecil lain seperti Amkar Perm dan FC Ufa, dan juga sanksi Financial Fair Play yang menimpa FC Krasnodar dan Lokomotiv Moskow akibat nilai kerugian finansial yang melebihi batas toleransi UEFA. Satu hal lagi, tidak mudah juga bagi penggemar di Indonesia untuk menyaksikan siaran langsung Liga Primer Rusia secara rutin. Fox Sports 3 yang biasanya cukup sering menyiarkan pertandingan secara langsung pada musim lalu, tidak lagi menyajikan hal yang sama pada musim ini, sehingga tidak jarang kita yang berada di sini terpaksa harus mengandalkan media streaming

Pendek kata, liga ini masih banyak PR untuk dapat menyaingi hegemoni liga-liga besar di sebelah barat mereka. Dan realistis saja, untuk saat ini, cukuplah Liga Rusia dipandang sebagai tontonan alternatif bagi mereka yang bosan menyaksikan liga-liga yang lebih terkenal.

No comments:

Post a Comment