Pages

Wednesday, June 27, 2012

Preview Jerman vs Italia – Melawan Anomali.

Mesut Ozil dan Mario Gomez, melawan tim anomali

Anomali. Belakangan ini kita sering mendengar nama itu sebagai nama kedai kopi yang banyak dikunjungi orang. Saat saya sedang menikmati kopi lokal mereka di malam hari, sekelompok anak muda tanggung yang pastinya punya uang jajan berlebih bertanya kepada barista. “Mas, Anomali itu apa sih artinya? Kenapa dinamakan Anomali?” Dengan lancar, barista menjawab “Anomali itu maksudnya beda, gak lazim, tapi dengan cara itu kita mencoba masuk pasar, sekaligus memasarkan kopi-kopi asli Indonesia.” Anak-anak tanggung itu hanya mengangguk-angguk, entah informasi tersebut benar-benar masuk kedalam kepala mereka atau hanya sekedar lewat, berbarengan dengan informasi pelajaran sekolah yang mereka dapat siang tadi.

Berbicara mengenai anomali, kadang fenomena ini memberi ruang bagi sesuatu yang tidak biasa untuk memperkenalkan dirinya kepada dunia, anomali memberi pilihan baru bagi banyak orang yang bosan dengan cara-cara yang lama. Anomali membuat dunia makin berwarna. Garrincha adalah sebuah contoh anomali dalam dunia sepakbola. Bagaimana bisa pemain yang ukuran kakinya tidak simetris menjelma menjadi salah satu pesepakbola terbaik sepanjang masa.

Sebagian orang bahkan berpendapat penyerang sayap kanan ini lebih baik daripada Pele. Bisa diperdebatkan, namun tanpa kemampuan dribbling dan akurasi tendangan kedua kakinya yang membuat bek lawan bingung, Brasil akan sulit menjadi juara dunia di tahun 1958 dan 1962. Khusus di 1962, Pemain underrated ini seolah sendirian memberi gelar juara kepada Brasil karena cederanya Pele setelah pertandingan pertama.

Satu anomali lagi yang ingin saya bahas lagi adalah anomali tim nasional Italia, yang akan menghadapi tim nasional Jerman pada semifinal Euro 2012. Tidak perlu saya ceritakan lagi mengenai kondisi anomali yang melanda tim ini, Anda pasti sudah familiar dengan gelar-gelar juara turnamen besar yang pernah diraih Italia, dan banyak diantaranya didapatkan dengan kondisi mereka yang berantakan dan penuh skandal, yang jika dipikir dengan logis, agak mustahil tim yang kondisinya terpuruk mampu memenangi sebuah turnamen besar. Kali ini kekuatan anomali tersebut terancam kembali menjadi kenyataan manis bagi tim azzuri.

Tepat sebelum Euro dimulai, skandal scomessepoli mencuat dan melibatkan sejumlah nama terkenal termasuk Domenico Criscito, yang sebelumnya diproyeksikan menghuni posisi bek kiri utama La Nazionale. Italia juga tidak memiliki pemain sehebat Francesco Totti atau Alessandro Del Piero, bek sehebat Paolo Maldini dan Fabio Cannavaro serta seorang prima punta setajam Christian Vieri yang mampu membuat perbedaan dalam pertandingan.

Dalam kurun waktu kritis menjelang keberangkatan mereka ke Euro 2012, Italia bagian utara mengalami musibah gempa bumi, yang selain menewaskan beberapa warganya juga membatalkan uji coba “main-main” mereka melawan Luksemburg. Italia kemudian takluk 0-3 dari Rusia dalam partai uji coba terakhir yang sebenarnya dimaksudkan untuk pemantapan skema permainan. Celakanya, cedera menimpa bek andalan Andrea Barzagli dalam pertandingan itu.

Publik menyikapi situasi La Nazionale dengan skeptis, namun apa yang terjadi sungguh menunjukkan sebaliknya. Tidak ada yang menyangka Italia mampu memberi perlawanan hebat bagi Spanyol, dan hingga babak perempat final, Antonio Di Natale adalah satu-satunya pemain yang mampu menjebol gawan Iker Casillas di turnamen ini. Selanjutnya setelah ditahan imbang Kroasia, Italia mampu mengatasi duo british, Irlandia dan Inggris dengan permainan yang mengesankan.

Italia tidak lagi bermain bertahan dan menunggu untuk diserang lawan seperti yang biasa kita kenal. Italia juga tidak lagi menjadi papan dart bagi para penyerang-penyerang lawan. Italia era Prandelli adalah tim yang berusaha menguasai permainan dan mengambil inisiatif serangan. Italia tetap bertahan dengan baik, namun tidak bermain bertahan. Fakta bahwa sepanjang 120 menit mereka mampu 30 kali membombardir gawang Inggris dan dengan keunggulan ball possession mutlak menunjukkan kemampuan yang eksepsional. Andai Mario Balotelli mampu bermain lebih serius lagi, Italia seharusnya bisa lebih awal mengatasi perlawanan Inggris.

Dilain pihak, Jerman telah terlebih dahulu menjadi tim super. Reformasi yang mereka lakukan, terutama investasi besar mereka terhadap pembinaan usia muda pasca kegagalan mereka di Euro 2004 sudah menunjukkan hasil di Piala Dunia 2006. Reformasi dalam permainan yang dilakukan oleh Juergen Klinsmann di Piala Dunia yang diselenggarakan di negeri sendiri menghasilkan tim nasional dengan wajah baru yang sangat impresif dalam menyerang. Di tangan Klinsi, Jerman berubah menjadi tim yang bermain agresif dan mampu bermain cantik. Ditangannya pula, seorang Lukas Podolski menjadi pemain muda terbaik turnamen dan menjadi andalan nationalmannschaft hingga kini.

Joachim Loew meneruskan kerja Klinsi dengan baik. Di dua turnamen selanjutnya, Jogi memaksimalkan lebih banyak lagi talenta muda, yang mencuat di Piala Dunia 2010. Mesut Ozil, Sami Khedira dan Thomas Mueller menemukan pentasnya di gelaran South Africa 2010 dengan penampilan yang atraktif. Dan di  Euro 2012 ini saat potensi mereka bahkan belum sepenuhnya maksimal, sudah muncul lagi nama-nama Andre Schurlle, Mats Hummles, Marco Reus, Toni Kroos, Mario Goetze  dan Lars Bender yang siap menjadi bagian dari tim.

Banyak yang mengatakan di Euro 2012 inilah saatnya Jerman mulai mengambil alih dominasi sepakbola dunia dari tangan Spanyol, penguasa saat ini. Segala syarat nampaknya sudah dipenuhi oleh der panzer. Mereka melalui babak penyisihan grup neraka dengan poin sempurna, mereka juga menjungkalkan kuda hitam Yunani di babak perempat final tanpa kesulitan berarti walaupun tampil dengan skuad pelapis. Variasi permainan, konsistensi hasil, kekayaan taktik dan kedalaman skuad membuat tim mereka seperti tim yang too good to be true. Dan seperti ditulis Kompas, Jogi Loew juga sudah berupaya meningkatkan pragmatismenya, mengenyampingkan paham fundamentalisnya demi sebuah gelar yang dicita-citakan oleh publik mereka.

Namun untuk menjadi the next ruler, mereka harus menghentikan Italia terlebih dahulu. Italia kebetulan adalah batu loncatan bagi Spanyol sebelum mereka meraih tahun-tahun penuh kejayaan. Xavi Hernandez berkomentar bahwa setelah mereka mengalahkan Italia lewat drama adu penalti di perempat final Euro 2008, mentalitas juara mereka menjadi kian nyata, dan terbukti mereka setelah itu melenggang tanpa cela untuk menjadi juara.

Jerman memiliki tantangan serupa dengan Spanyol empat tahun lalu. Italia adalah tim yang mampu membalikkan prediksi banyak orang, termasuk pertandingan lawan Inggris kemarin dimana mereka juga tampil sebagai tim underdog. Pertandingan mereka melawan Spanyol dan Inggris dipandang sebagai pertandingan paling seru sepanjang gelaran Euro 2012 ini. Jerman akan menghadapi tim yang sangat termotivasi. Italia sadar, setelah turnamen ini mereka mungkin saja tidak mampu mengulangi lagi hasil-hasil impresif ini karena dua pemain kunci, Andrea Pirlo dan Gianluigi Buffon sudah memasuki usia senja. Inilah boleh jadi saat terakhir mereka memberikan gelar bagi La Nazionale.

Formasi 4-3-1-2 Italia akan coba mereka redam dengan formasi andalan 4-2-3-1 fluid yang sudah digunakan sejak era Klinsmann. Kondisi Bastian Schweinsteiger yang masih meragukan akan coba diakali Jogi dengan memasukkan Toni Kroos. Sementara Sami Khedira bisa saja diinstruksikan untuk mematikan Andrea Pirlo. Jika Thiago Motta bermain, kerjasamanya dengan Pirlo akan menjadi ktusial karena Motta mampu membagi bola lebih baik ketimbang Riccardo Montolivo. Pertarungan lini tengah kedua tim akan banyak mempengaruhi hasil pertandingan. Dinamisnya permainan Mesut Ozil akan coba dibendung dua gelandang pekerja Italia, Claudio Marchisio dan Daniele De Rossi.

Barisan pertahanan Jerman harus berkonsentrasi penuh terhadap passing Andrea Pirlo. Pirlo memiliki rataan jumlah passing terbanyak (62) di area final third dalam turnamen ini menurut Opta. Pemain kalem yang baru mengejutkan dunia lewat tendangan penalti cucchachio ala Antonin Panenka ini juga punya kemampuan eksepsional bola-bola mati, mengalirkan bola kepada kedua sayap ataupun langsung memberikan killer ball kepada Mario Balotelli. Jika menemukan harinya, Balotelli bisa menjadikan Holger Badstuber dan Mats Hummels menderita. Namun demikian karena kurangnya masalah ketajaman, jumlah passing yang melimpah di final third ini tidak menjadikan Italia tim yang prodiktif mencetak gol. Mereka baru mencetak 4 gol sepanjang turnamen dimana 3 diantaranya tercipta melalui situasi set-piece.

Sementara serangan Jerman lebih kolektif di final third. Kombinasi permainan Schweinsteiger-Khedira-Ozil dapat secara tiba-tiba membebaskan Mario Gomez, Podolski, Mueller, bahkan Philip Lahm dari kawalan dan memberi mereka ruang tembak terbuka. Pola 4-2-3-1 fluid mereka juga menjanjikan pertunjukan menarik dari kedua sisi lapangan dan kreativitas Mesut Ozil dalam membongkar pertahanan lawan dari segala arah. Distribusi dari sektor sayap melalui crossing terukur Lahm dan Jerome Boateng kepada Gomez juga bisa menjadi andalan jika mereka tidak mampu menembus lini tengah.

Cederanya Giorgio Chiellini memang cukup mengganggu persiapan tim azzuri, namun duet Bonucci-Barzagli terbukti cukup dapat diandalkan menjaga pertahanan mengingat mereka berdua tampil cukup baik pada laga melawan Inggris. Jika Chiellini kembali, jaminan akan pertahanan kokoh akan memperbesar peluang Italia untuk melukai tim panser. Italia bisa juga mempertimbangkan pemakaian formasi 3-5-2 seperti saat mereka tampil baik melawan Spanyol dan Kroasia. Dengan menguatkan sektor sayap, pola yang menyediakan spare-man ini dapat meminimalisir ancaman sayap dari tim panser.

Kabar terakhir menyebutkan potensi pemain-pemain yang akan absen di partai ini. Kubu Italia lebih terpukul dengan kondisi ini ditambah fakta bahwa Italia memiliki waktu istirahat lebih sedikit dua hari daripada Jerman. Italia berpotensi kehilangan Motta, De Rossi dan Ignazio Abate yang fisiknya menurun saat menghadapi Inggris. Antonio Nocerino bisa masuk menggantikan De Rossi. Pergerakan dan naluri ofensif pemain ini memang lebih baik daripada De Rossi namun DDR unggul dalam bertahan. Sementara lubang di sisi kanan pertahanan lebih menganga karena jika Abate absen, Italia praktis tidak memiliki stok bek kanan murni karena Cristian Maggio terhukum akumulasi kartu kuning. Emmanuele Giaccherini bisa jadi akan dijadikan bek kanan darurat. Hal ini mendasari pemikiran untuk kembali dipakainya pola 3-5-2 untuk melindungi sisi kanan pertahanan dengan menempatkan Bonucci untuk melindungi Giaccherini.

Di pihak Jerman, hanya Ilkay Gundogan yang diberitakan mengalami cedera ringan saat latihan. Memasang pemain cepat seperti Schurlle dan Reus perlu dipertimbangkan Loew untuk mencecar sisi rapuh sebelah kanan pertahanan Italia. Sementara di posisi striker, ambisi Mario Gomez untuk menggondol predikat top skor akan menjadikannya termotivasi dan insting tajamnya akan menjadi ancaman nyata bagi pertahanan Italia.

Mampukah Jerman memutus anomali?

2 comments:

  1. koreksi dikit, yg ikut ke Euro 2012 itu Lars Bender. Si Sven sodara kembarnya kemaren dicoret dari skuad provisional.

    ReplyDelete