Stevan Jovetic, the next best thing |
Setiap pemimpin besar kelak namanya akan
diabadikan. Pengabadian dilakukan entah atas dasar respek kepada jasa-jasa yang
diberikan atau karena takut ataupun ingin cari muka saja. Tidak jarang bentuk
penghargaan itu diabadikan dalam bentuk menjadikan nama tokoh tersebut menjadi
nama kota. Josip Broz Tito adalah salah satu pemimpin besar dunia kelahiran
Kroasia. Kepemimpinannya selama tahun 1945 hingga 1980 menyatukan seluruh
wilayah Balkan dalam satu negara.
Banyak kota di kawasan Balkan dinamai dengan
nama Tito. Titograd adalah salah satunya. Pasca kematiannya di tahun 1980, perpecahan
kerap melanda salah satu kawasan paling bergejolak di muka bumi tersebut.
Perang etnis dan agama seolah tidak pernah berhenti. Solusi yang mereka ambil
adalah jalan masing-masing alias merdeka. Waktu berlalu, dan kini Titograd kembali
ke nama asalnya yaitu Podgorica, yang kini menjadi ibukota dari negara
Montenegro seiring perpisahan mereka dengan Serbia, sekaligus menghapuskan negara
Yugoslavia dari peta dunia.
Cerita di kawasan Balkan tidak melulu soal
konflik. Sepakbola menjadi olahraga nomor satu disana, seperti layaknya tempat
mereka di banyak bangsa di dunia. Negara-negara Balkan tersebut tidak sekadar
menjadi partisipan dalam turnamen antar negara yang mereka jalani. Mereka juga
banyak melahirkan banyak pemain legendaris seperti Dejan Savicevic dan Dragan
Stojkovic (Yugoslavia) hingga Davor Suker (Kroasia).
Kembali ke kota Podgorica. Di kota ini 22
tahun lalu, lahirlah seorang bocah yang kelak akan menjadi seorang pesepakbola
ternama. Pesepakbola yang kini menjadi harapan bagi negara berpenduduk tidak
sampai sepersepuluh penduduk kota Jakarta tersebut adalah Stevan Jovetic. Jovetic
kecil mengawali perkenalan sepakbolanya di klub lokal kota kelahirannya, Mladost
Podgorica di usia 11 tahun. Permainan cemerlangnya membuat klub besar Red Star
Belgrade tertarik untuk merekrutnya ketika usianya beranjak 14 tahun. Tapi Red Star
bertepuk sebelah tangan. Pemain yang di masa kecilnya dipanggil “Pujo” karena
kemiripan rambutnya dengan Carles Puyol ini malah memilih rival Red Star, yaitu
Partizan Belgrade.
Jovetic adalah pemain yang sudah menunjukkan
bakat luar biasa sejak muda. Dia mencetak hattrick
profesional pertamanya di usia 17. Selanjutnya dia menjadi kapten di tim yang saat itu diasuh Juergen Rober itu di
usia 18 yang memecahkan rekor kapten termuda yang sebelumnya dipegang
oleh Albert Nad di usianya yang ke 19. Skill tinggi dan kepemimpinannya seperti
sebuah anugerah dari Sang Pencipta, dan dia menggunakannya dengan baik.
Bermain cemerlang di Balkan, Jovetic mencoba
peruntungannya di liga-liga besar Eropa. Permainan briliannya sudah lama
dilirik oleh banyak talent scout.
Manchester United dan Real Madrid termasuk yang paling menginginkannya saat itu,
tapi dia malah memilih untuk hijrah ke kota Firenze, tempat klub bernama AC
Fiorentina bermarkas. Saat itu, Fiorentina hanya membayar 8 juta euro untuk
memindahkannya ke Artemio Franchi. Belakangan, mantan legenda AC Milan yang
juga presiden federasi sepakbola Montenegro, Dejan Savicevic, bahkan mengaku
bahwa dia pernah menyarankan Ariedo Braida, salah satu direktur Milan, untuk
merebut Jovetic sebelum Fiorentina merekrutnya. Namun saat itu, Milan tidak
melakukan pergerakan.
Pilihan yang diambilnya ternyata pilihan yang
bijak. Alih-alih langsung bermain di klub besar dengan gaji tinggi dan sorotan serta tekanan yang
juga besar, dia memilih bergabung di sebuah klub papan tengah seri a, yang
kompetisinya juga sedang mengalami penurunan. Sorotan kepadanya tidak sebesar
dibandingkan jika dia bermain di United ataupun Madrid, hal yang makin membuatnya berkembang pesat.
Jojo, panggilan akrabnya, bagaimanapun tidak langsung
nyetel dengan sepakbola Italia yang sangat mengutamakan taktik dan memiliki kultur yang kuat dalam pertahanan. Dia baru mencetak gol
perdana bagi la viola sebelas bulan setelah bergabung, namun di musim pertamanya
itu Fiorentina mampu lolos ke Liga Champions. Setelah melalui proses adaptasi
yang berat, pemain kelahiran 1989 ini angkat nama di musim keduanya. Permainannya
kala menghadapi Liverpool dan Bayern Muenchen dimana dia mencetak masing-masing
dua gol bahkan membuat sebagian orang menyamakannya dengan si fenomenal Lionel
Messi.
Keteguhan hati sang pemain diuji musim lalu
saat cedera parah melandanya. Cedera kerusakan ligamen yang membuatnya absen
sepanjang musim 2010/2011. Namun ternyata cedera tidak mengurangi tekadnya untuk tetap
bermain bola. Sekembalinya ke lapangan setahun kemudian, sihir Jojo tidaklah
berkurang, malahan makin meyakinkan. Disaat para pemain la viola lainnya bermain buruk, Jojo seakan sendirian mengangkat performa
timnya, sehingga mampu memaksakan timnya mapan di papan tengah seri a. Total 37
pertandingan dilakoninya di semua kompetisi musim 2011/2012 dengan torehan 14
gol.
Jojo adalah pemain multi posisi di lini
serang. Dia bisa bermain sama baiknya di posisi trequartista, sayap, false
nine bahkan prima punta. Namun
potensi terbaiknya muncul di posisi false
nine. Permainannya yang elegan dan naluri golnya yang tinggi membuatnya
makin menjadi incaran klub-klub besar. Tifosi Fiorentina sudah terlanjur
menahbiskannya sebagai penerus Roberto Baggio, sang legenda hidup sehingga Jojo dipagari rapat-rapat. Jojo telah
menandatangani kontrak yang akan mengikatnya hingga tahun 2016 mendatang.
Namun, semua orang tahu jika dalam sepakbola tidak ada yang pasti.
Dalam karir internasionalnya, Jovetic, yang
potongan rambutnya juga dibilang mirip gitaris Queen, Brian May, tampil mengesankan
dan membawa Montenegro menduduki posisi kedua dibawah Inggris dalam babak
kualifikasi Euro 2012 Polandia-Ukraina. Sayangnya mereka gagal di babak play-off di tangan Republik Ceska. Kombinasinya dengan sang idola, Mirko
Vucinic adalah mimpi buruk bagi lawan-lawan Montenegro. Jojo bahkan menjadi
pemain Montenegro dengan rasio gol terbaik, yaitu 0,45 gol per pertandingan,
setingkat diatas Vucinic dengan rasio 0,41 gol per pertandingan.
Entah apa yang akan dilakukannya nanti selama
gelaran Piala Eropa berlangsung. Menjadi turis atau menonton dari layar kaca di
televisi bisa dilakukannya sambil menyeleksi proposal penawaran kontrak dari
klub-klub top Eropa yang tumpukannya kian meninggi diatas mejanya. Memang tidak ada yang pasti dalam sepakbola, namun Jojo sudah siap dengan segala ketidakpastian tersebut. Menjadi bintang di klub besar sudah saatnya kini.