Saat itu adalah 7 Oktober 2007. Saya ingat betul tanggal itu. Saya dan teman-teman sedang beristirahat sehabis bermain futsal di lapangan dekat rumah. Pertandingan main-main yang melelahkan tapi menyenangkan. Datanglah teman saya yang lain. "Eh malam ini timnas futsal Indonesia uji coba lawan Malaysia di Senayan. Nonton yuk."
Saya bersama lima orang teman saya kemudian meluncur ke hall basket senayan. Tiketnya ternyata gratis. Hall basket ini terisi cukup penuh untuk ukuran pertandingan uji coba.
Saya bersama lima orang teman saya kemudian meluncur ke hall basket senayan. Tiketnya ternyata gratis. Hall basket ini terisi cukup penuh untuk ukuran pertandingan uji coba.
Kami beruntung tiba tepat waktu. Pertandingan baru akan dimulai. Saat menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, saya merasakan getaran luar biasa pada hati kecil saya. Kumandang Indonesia Raya yang sangat indah, karena serentak seluruh penonton berdiri, menyanyi bersama tanpa dikomando layaknya saat kita menyanyikan lagu ini dengan malas-malasan di upacara bendera sekolah.
Saat itu, sungguh tidak ada yang malas bernyanyi. Semuanya spontan dan lantang. Bukti bahwa Indonesia masih sangat dicintai rakyatnya. Saya berandai-andai jika saya yang berada di lapangan, pasti saya akan melakukan apa saja untuk memenangkan Indonesia, membela bendera merah putih, dan membahagiakan penonton yang sudah berkumpul dan lantang bernyanyi.
Malaysia, yang memang tim bagus, berusaha memainkan strategi bertahan. Mirip tim sepak bolanya, tim futsal mereka memainkan strategi menunggu lawan dan melakukan serangan balik.
Sementara Indonesia memainkan olah bola dan kombinasi passing atraktif dengan permutasi posisi yang cepat, Malaysia statis menjaga daerahnya. Mereka terkesan kalah teknik dan kalah skill. Padahal sama sekali tidak. Ini adalah bagian dari strategi mereka.
Mereka menunggu dan menunggu. Sabar sekali. Menunggu pemain Indonesia melakukan kesalahan. Kekhawatiran saya terbukti, di pengujung babak pertama, serangan balik mereka memberikan keunggulan dua gol cepat. Indonesia tertinggal dua gol. Indonesia tertunduk, tetapi penonton tetap bertepuk tangan dan mendukung tanpa lelah.
Barangkali inilah kekuatan bangsa kita, dan mungkin juga pelatih Justin Lhaksana saat itu mengatakan hal-hal yang luar biasa di ruang ganti. Di babak kedua, permainan tim membaik dan dalam beberapa menit mampu menyamakan kedudukan menjadi 2-2.
Saya ingat, waktu itu Deni Handoyo dan Sayan Karmadi pencetak golnya. Hall basket senayan bergemuruh. Malaysia tersentak lalu bangkit. Mereka bermain terbuka, menjadikan pertandingan lebih seru. Sangat seru. Tapi Indonesia memang lebih baik malam itu.
Lebih lengkap bisa dibaca di:
No comments:
Post a Comment