Awalnya saya ragu buat nonton, karena sejak pagi hari cuaca didominasi hujan dan mendung, tapi saya tekadkan untuk berangkat demi menuntaskan rasa penasaran. Pertandingan berlangsung di Stadion Merpati Depok, yang terletak diantara pemukiman ramai dengan jalan yang cukup sempit. Seorang wartawan pernah bilang kalo lokasi Stadion ini mirip-mirip dengan Stamford Bridge milik Chelsea di London.
Saya memutuskan untuk menggunakan angkot (angkot disini aman) daripada mobil pribadi atau motor, karena this is my first time watching them, saya gak tahu situasi dan kondisi tempat parkir di stadion, serta antisipasi aja jika ada kejadian yang gak diinginkan.
Setengah jam sebelum kick-off yang rencananya dilakukan pukul 15.00, saya berangkat. Perjalanan hanya 15 menit dari Stasiun Depok Baru ke venue menunjukkan aktivitas yang normal, yang berarti stadion tidak ramai. Benar saja, stadion yang berkapasitas kurang lebih hanya 1000 penonton itu tampak lengang dan sepi. Padahal, harga tiket hanya 15 ribu rupiah untuk kelas satu (seated) dan 10 ribu rupiah untuk kelas dua (non-seated).
Saya lalu memutuskan untuk membeli selembar tiket kelas satu, setelah sebelumnya sempat melihat-lihat kelas dua yang sudut pandangnya terbatas karena ada spanduk besar di pagar tribun. Di kelas dua ini nampak hadir sekelompok suporter loyal Persikad yaitu Depok Mania (Dema), itupun jumlahnya kira-kira hanya 100an orang.
Animo sepakbola di kota ini seakan lesu darah, namun saya percaya bahwa saat ini adalah saat restorasi bagi klub berjuluk "Pendekar Ciliwung". Sekitar 5-6 tahun lalu, denyut nadi sepakbola kota ini sangat kencang dengan berkompetisi di Divisi Satu, yang saat itu setingkat dibawah kompetisi tertinggi sepakbola Indonesia, Divisi Utama. Beberapa pemain asing seperti J.P. Boumsong (sekarang Persiram), Yusuke Sasa (sekarang Persikabo), dan juga Nana Onana (sempat di Persija) dan beberapa pemain lokal bereputasi lumayan seperti Nana Priatna serta Nehemia Solossa saat itu membawa Persikad menduduki posisi 4 (kalau tidak salah) di Divisi Satu. Posisi itu memang tidak cukup membawa tim ini lolos ke babak play-off kompetisi, tapi sempat menghangatkan olahraga terpopuler sejagat ini di kota Depok.
Setelah itu, tim ini mengalami titik terendahnya berupa kesulitan finansial. Para pemain tidak digaji selama beberapa bulan. Cerita miris ini juga berakibat tim tidak bisa menggelar pertandingan, yang berbuntut dihukumnya tim dalam bentuk degradasi. Tim inipun dijual, sepakbola Depok mati suri. Dan kini, here they are.
Saya duduk nyaman di tribun kelas satu lapangan yang terletak di Jalan Merpati, Depok Jaya ini, memandangi lapangan yang diisi kedua tim yang sedang melakukan pemanasan yang diiringi musik dangdut dan announcer kocak. A simple happiness. Dulu saya ingat pernah mencetak gol tendangan "paloneto" disini di pertandingan antar antar kelas saat SMP. Unforgettable childhood memory.
Saya tidak mengenal satupun pemain Persikad sekarang. Klub ini bagaimanapun pernah menghasilkan pemain kelas nasional seperti Muhammad Roby. Kabarnya, Syamsir Alam juga pernah sempat berlatih disini. Sekarang, pemain-pemain Persikad diisi wajah-wajah baru yang kelihatan masih muda, berusia 18-25 tahun. Di kubu Perserang juga demikian. Merekalah sebenarnya bagian dari embrio sepakbola nasional, dari 'the grassroots' level.
Pertandingan dimulai tepat waktu pukul 15.00. Kedua tim nampak menggunakan formasi identik 4-3-1-2. 10 menit pertama nampak Perserang menekan tuan rumah dan sempat memiliki peluang bagus melalui tendangan bebas. Namun dari sebuah skema serangan balik, sang trequartista bernomor 7 Persikad membawa Persikad unggul setelah menyelesaikan crossing mendatar dari pemain jangkung bernomor punggung dua. Hanya beberapa saat, gol itu kemudian dibalas oleh trequartista Perserang, juga bernomor punggung 7. Lalu hujan cukup deras mengguyur kota ini yang menyebabkan lapangan menjadi licin dan aliran bola menjadi mandek, dalam arti sebenarnya. Umpan-umpan pendekpun menjadi tidak berguna. Setelah silih berganti menyerang dengan masing-masing tim membuahkan 3 tembakan ke gawang, kedudukan 1-1 bertahan hingga babak pertama usai.
Suara khas Mick Jagger dalam lagu Honky-Tonk Woman membahana di jeda pertandingan. Klasik banget. Saat jeda ini pula penonton mulai berdatangan karena hujan juga mulai reda. Tribun kelas satu ini diisi oleh berbagai kalangan, dari anak kecil sampai orang tua, menjadikan pertandingan ini seperti rekreasi keluarga. Bapak Wakil Walikota Depok, KH Idris Abdul Shomad juga baru hadir di jeda babak pertama, sebagaimana diumumkan oleh announcer kocak berlogat Depok yang kental.
Pertandingan berlangsung dibawah gerimis di babak kedua. Lapangan yang sudah tergenang air dan berlumpur di beberapa tempat membuat kedua tim sulit mengembangkan permainan. Striker pengganti bernomor 77 sempat membawa Persikad unggul setelah membelokkan flick header dari si jangkung nomor 2 dari sebuah sepak pojok. Sayangnya, si nomor 7 yang menurut saya bermain baik sebagai trequartista ditarik keluar karena cedera. Hilangnya tusukan dari pemain yang berani mendribel bola ini membuat tim tamu ganti mengendalikan permainan hingga akhirnya menyamakan kedudukan melalui sundulan pemain bernomor 7 mereka. Sudah 2 gol dia ciptakan di pertandingan ini. Si jangkung nomor 2 yang kuat di duel udara sempat membuat asa para pendukung menjadi bergelora, tapi sayangnya sundulannya hanya membentur mistar gawang. Pertandinganpun berakhir dengan skor imbang 2-2.
Penonton nampak kecewa, namun bisa menerima. Posisi kedua grup IV Divisi Satu memang masih digenggam, namun inilah partai kandang terakhir di putaran 1 tim ini dengan rekor dua kali menang dan dua kali imbang. Di putaran kedua, Persikad hanya memiliki satu partai kandang melawan Persikasi Kabupaten Bekasi, yang berlangsung pada 11 Februari 2012. Situasi yang disebut berat oleh sebagian penonton yang bercakap-cakap dibelakang saya, karena hanya dua tim teratas yang lolos ke babak berikutnya.
Sebuah kepuasan besar menyaksikan langsung pertandingan tim dari kota sendiri. Walaupun hanya pertandingan kasta ketiga dari kompetisi sepakbola Indonesia, pertandingan berlangsung seru dan menarik. Beberapa pemain potensial juga berkompetisi disini. Trequartista bernomor 7, gelandang sayap jangkung bernomor 2, dan gelandang jangkar bernomor 14 yang juga kapten kesebelasan, serta penjaga gawang Persikad yang sempat memblok sebuah tendangan penalti dibabak pertama adalah pemain-pemain potensial yang akan menjadi masa depan dari tim Pendekar Ciliwung.
Semoga sepakbola kota Depok segera bangkit!
Aditya Nugroho
@aditchenko
No comments:
Post a Comment