Zaur Sadayev, ketika bermain di Lech Poznan (Photo from psnfutbol,com) |
Tidak ada yang terlalu istimewa dari kemampuan Zaur Sadayev sebagai pesepak bola. Sebagai penyerang, ia tidak segarang Diego Costa di kotak penalti lawan, tidak pula setajam Robert Lewandowski. Tehniknya tidak sebaik Zlatan Ibrahimovic, dribelnya juga tidak secanggih Luis Suarez, dan pergerakannya tidak seeksplosif Carlos Tevez. Namun berbeda dengan nama-nama besar tadi, Sadayev pernah menjalani salah satu karir sepak bola yang mungkin saja paling berani, unik sekaligus absurd di dunia sepak bola.
Tahun 2013 silam, Zaur
Sadayev bersama rekannya, Dzhabrail Kadiev pernah bermain di klub Beitar
Jerusalem, klub yang didukung oleh para peganut ekstrem kanan negara Israel.
Mereka datang sebagai pemain pinjaman dari klub Rusia, Terek Grozny. Jika
Sadayev dan Kadiev seorang non-Muslim, mungkin hal ini biasa saja, namun
kenyataannya mereka adalah seorang Muslim tulen dari etnis Chechnya.
Perpindahan ini bukanlah keputusan mereka. Adalah kesepakatan antara Ramzan
Kadyrov, sosok kontroversial pemimpin etnis Chechnya yang juga pemilik Terek,
dan juga Arcadi Gaydamak di kubu Beitar yang memungkinkan hal ini terjadi. Dalam menjalankan Terek, Kadyrov berpartner
dengan seorang oligarki Rusia-Azerbaijan keturunan Yahudi, Telman Ismailov. Ismailov
disebut ingin membeli Beitar, dan untuk itu ia melakukan pendekatan dengan cara
mengundang Beitar ke Grozny untuk memainkan laga persahabatan.
Suksesnya laga tersebut
tidak bisa dilepaskan dari peran Kadyrov, yang juga seorang tentara berpangkat
Mayor Jenderal. Dengan kekuatannya pula, Kadyrov pernah berhasil mengundang
anggota timnas Brasil yang memenangi Piala Dunia 2002 untuk memainkan laga
eksebisi ke stadion Akhmat Kadyrov. Pengiriman dua pemain Terek dengan skema
pinjaman kemudian ditujukan untuk semakin melicinkan kerjasama antara dua kubu yang
memang sejak lama sulit bersatu ini.
“Etnis Chechen, seperti halnya
Yahudi, telah menjalani masa-masa sulit dalam sejarahnya, dan telah melewati
tragedi demi tragedi. Kami memiliki banyak kesamaan,” demikian rilis dari
kantor Kadyrov sewaktu proyek ini berlangsung.
Sudah bisa ditebak, Sadayev
dan Kadiev menjalani masa-masa yang tidak menyenangkan di Jerusalem. Bukan
hanya cacian, hinaan dan teror, tapi juga kejadian yang amat absurd dan
menggelikan. Pada tanggal 3 Maret 2013 dalam sebuah laga kompetisi liga
domestik, Sadayev berhasil mencetak gol untuk Beitar ke gawang Maccabi Netanya.
Lumrahnya, supporter merayakan gol yang dicetak pemainnya, namun justru saat
Sadayev mencetak gol, ratusan suporter Beitar malah kompak meninggalkan stadion
sebagai wujud ketidaksukaan mereka akan kehadiran pemain Muslim di skuat ini.
Teror demi teror pun
merebak hingga ke luar lapangan, terutama dari kelompok militan La Familia. “Reaksi
kami terhadap pemain Muslim bukanlah rasis,” ujar salah seorang suporter
Beitar, seperti dikutip dari Independent. “Tapi eksistensi klub berada di bawah ancaman. Beitar adalah simbol
bagi negara,” lanjutnya. Tidak ada yang tahan dengan ancaman seperti ini. Khawatir
akan keselamatan diri, mereka memutuskan untuk kembali ke tanah air setelah
bertahan hanya enam bulan di kota suci bagi agama Samawi itu.
Kadiev memutuskan untuk
kembali bermain di Terek, sementara Sadayev kembali berkelana. Kali ini ia
dipinjamkan ke klub Polandia, Lechia Gdansk. Di klub ini, Sadayev membukukan
tiga gol dalam 12 penampilan. Musim 2014-15, Sadayev masih belum pulang kampung. Ia kemudian bergabung dengan
Lech Poznan, juga sebagai pinjaman. Di klub ini, Sadayev yang mulai matang turut berandil memberi
gelar juara liga. Ia tampil sebanyak 25 kali dan mencetak lima gol.
Catatan ini tidaklah buruk
untuk ukuran pemain yang lebih banyak tampil dari bangku cadangan. Poznan bahkan sempat
berpikir untuk membelinya secara permanen, namun sayangnya banderol 500 ribu
euro yang diminta Terek tidak disanggupi Poznan. Mulai musim 2015-16 ini, Sadayev
akhirnya mudik ke Terek.
Dengan pengalaman yang lebih
banyak dan kemampuan yang lebih terasah, Sadayev kini meramaikan Liga Primer
Rusia. Kepercayaan tampil reguler akhirnya mulai didapat sang penyerang
bertinggi 182 cm, di mana pelatih Rashid Rakhimov sering menduetkannya dengan Igor
Lebedenko di lini depan klub berwarna dominan hijau ini.
Perlahan tapi pasti, Sadayev mulai membuktikan bahwa ia memang memiliki kualitas yang dibutuhkan untuk menjadi penyarang handal. Dari 12 laga yang sejauh ini telah dijalani, sang penyerang nomaden
berhasil menyarangkan lima gol. Dua gol di antaranya ia bukukan ke gawang Rubin
Kazan, yang mengangkat namanya sebagai pencetak gol terbanyak Terek hingga
kini.
Di kancah Liga Primer Rusia,
kekuatan Terek Grozny memang belum mampu menyamai CSKA Moskow, Zenit St. Petersburg
ataupun Spartak Moskow. Prestasi terbaik mereka pun hanya peringkat ke-8, yang
didapat pada musim 2012-13. Mereka memang sempat membuat sensasi dengan
mendatangkan sosok berprofil tinggi seperti pelatih Ruud Gullit, namun seiring
aturan Financial Fair Play, mereka kini menjalankan klub dengan lebih hati-hati secara finansial, dengan
cara mengandalkan pelatih lokal seperti Rakhimov dan juga talenta lokal seperti
Sadayev.
Dilihat dari gaya permainan, Sadayev memang terbilang lamban. Ia juga tidak memiliki kemampuan duel udara yang menonjol dan tidak memiliki dribel istimewa. Namun situs Whoscored mencatat bahwa pemain ini adalah sosok pekerja keras yang memiliki tendensi untuk membantu pertahanan. Catatan intersepnya pun cukup lumayan, yaitu 0,5 kali per laga. Ia juga kerap membuat pelanggaran yang berguna untuk menghambat serangan balik lawan.
Momentum positif ini mungkin saja mengetuk pintu timnas Rusia, di mana Sadayev terakhir kali memperkuat timnas Rusia B tahun 2011 lalu. Leonid Slutsky, pelatih Rusia kini, dikenal gemar memainkan ujung tombak tunggal. Di posisi ini, ia memang sudah memiliki andalan yaitu Alexander Kokorin dan Artem Dzyuba. Level permainan Sadayev mungkin masih berada di bawah dua pemain tadi, namun jika Slutsky menginginkan sosok pemain berkarakter kuat, nampaknya ia perlu mempertimbangkan Sadayev.
No comments:
Post a Comment