Rashidi Yekini di Piala Dunia 1994 (photo from Guardian) |
Tahun
1994, selebrasi mengoyak gawang dengan tangan yang dilakukan Rashidi Yekini ke
gawang Bulgaria yang dijaga oleh Borislav Mihaylov menjadi salah satu
pemandangan ikonik dalam sejarah Piala Dunia. Gol pembuka yang menandai kiprah
tim nasional Nigeria di ajang Piala Dunia. Laga tersebut kemudian berakhir
dengan kemenangan 3-0 Super Eagles atas sang lawan.
“Yekini
tahu apa yang ia inginkan, dan apa yang ia ingin lakukan untuk negaranya. Ia
juga selalu siap mengorbankan apa saja untuk tim yang dibelanya. Sebagai
pesepak bola, kita memang kadang terlalu terbawa suasana, dan itulah yang
terjadi saat ia mencetak gol ke gawang Bulgaria,” ujar Thomson Oliha, rekan
setim Yekini yang juga anggota timnas Nigeria di Piala Dunia 1994 seperti
dikutip dari Guardian.
Berbicara
tentang kiprah Nigeria di Piala Dunia pertamanya itu, nama Rashidi Yekini jelas
tidak dapat dilepaskan. Berkat gol-gol yang dicetaknya, Nigeria menggapai tiket
Piala Dunia pertama mereka sepanjang sejarah. Ia adalah seorang superstar di
eranya. Jika memang dunia tidak belum mengakui, namun setidaknya di negerinya sendiri, ia menjadi teladan bagi para pesepakbola muda.
Yekini
adalah potret penyerang komplet nomor sembilan klasik. Kuat, cepat dan
berbahaya di wilayah kotak penalti lawan. Jika dunia lebih mengingat kehebatan Gabriel
Omar Batistuta, Alan Shearer atau Ronaldo Luiz Nazario, Yekini hanya tidak
beruntung karena berada satu zaman dengan mereka. Bahkan di benua Afrika sendiri, namanya masih kalah terkenal dari George Weah, Abedi Pele atau Didier Drogba. Padahal Yekini adalah topskor sepanjang masa
timnas Nigeria dengan torehan 37 gol dari 58 laga dan telah mengukir banyak rekor sepanjang karirnya.
Ya, Yekini
dapat disebut sebagai manusia rekor dalam sepak bola Nigeria. Selain catatan gol terbanyak
yang hingga kini belum terpecahkan, Yekini adalah pemain Nigeria pertama yang
meraih penghargaan pemain terbaik Afrika melalui gelar yang diraihnya tahun
1993. Selain itu, Yekini menjadi topskor dalam Piala Afrika 1994 ketika tim
Super Eagles menjadi juara. Tidak hanya itu, seperti dijelaskan pada awal
tulisan, Yekini juga menjadi pencetak gol perdana untuk timnas Nigeria di ajang
Piala Dunia.
Karirnya
di kancah klub juga tidak kalah gemilang. Setelah menunjukkan ketajaman di klub
lokal Shooting Stars dan melanglang buana di klub-klub Afrika lainnya, Yekini hijrah
ke Eropa. Ia menyebrangi lautan ke negeri Portugal untuk membela klub kota
kelahiran Jose Mourinho, Vitoria Setubal. Ia melegenda di kota ini berkat
sumbangsih 90 golnya hanya dari 108 laga saja.
Awal
hingga pertengahan tahun 1994 memang tahun terbaiknya. Mungkin saja seumur hidupnya. Selain raihan gelar juara beserta
topskor di Piala Afrika, ia juga menjadi pencetak gol terbanyak di Divisi 1
Liga Portugal, memainkan debut Piala Dunia, dan melangsungkan pernikahan dengan
kekasihnya, Adeola. Jika boleh memilih, mungkin saja ia akan meminta periode
ini untuk tidak pernah beranjak.
Selepas
Piala Dunia yang kian melambungkan namanya, Yekini yang juga seorang Muslim terus berkarir di Eropa
bersama Olympiacos dengan mengantongi kontrak bernilai 100 ribu pounds per bulan. Namun ternyata, keputusan pindah ke Yunani tidak baik
untuknya. Ia hanya bertahan selama empat laga unutk kemudian tidak dimainkan
karena bertengkar dengan rekan satu tim dan pelatihnya. Bahkan pernikahannya
yang baru seumur jagung ikut kandas.
Yekini
lalu pindah ke Sporting Gijon pada tahun berikutnya, di mana sejak saat itu
karirnya tidak pernah kembali seperti saat ia bermain di Portugal. Setelah
kembali ke Setubal untuk kedua kalinya, Yekini hijrah ke Swiss dan bermain di
Zurich. Petualangannya di Eropa berakhir tahun 1998, namun ia belum memutuskan
gantung sepatu.
Keputusannya
untuk pulang kampung disambut meriah oleh publik. Meski tidak terlalu mendapat
sorotan dunia, di Nigeria ia tetap dipandang sebagai legenda. “Kehebatannya menjadi
patokan bagi penyerang-penyerang Nigeria selanjutnya. Penyerang-penyerang bagus
memang datang meneruskan, tetapi belum ada yang mampu menyamai levelnya,” ujar
Abiola Kazeem, jurnalis sepak bola Nigeria.
Yekini
kemudian pensiun pada tahun 2005 di usia 42 tahun. Ketimbang menjadi pelatih
atau menekuni profesi yang berhubungan dengan sepak bola, ia memilih menjalani
kehidupan low profile. Di kota
Ibadan, ia tinggal sendiri di sebuah apartemen.
Bermaksud
memelihara kekayaan dengan berbisnis perhiasan, tanpa disangka uang investasi
hasil tabungannya semasa bermain justru raib. Ibraheem, rekan bisnisnya yang
sedang membawa uang Yekini ditembak oleh perampok, dan perampok itu membawa
kabur uang Yekini. Banyak dugaan bahwa perampokan itu adalah skenario kotor
dari lawan bisnisnya.
Sejak
saat itu, Yekini mengalami depresi berat hingga penyakit-penyakit mulai menggerogoti
tubuhnya. Akhirnya bulan Mei 2012 lalu ia menghembuskan nafas terakhir di usia
48 tahun. Seminggu sebelum kematiannya, mobil-mobil milik sang legenda berada dalam
kondisi buruk dan belum diservis karena Yekini tidak punya uang untuk
membayarnya.
Dalam
wawancaranya, Adeola sang mantan istri menggambarkan kehidupan Yekini hancur
karena ia dikelilingi oleh orang jahat yang memanfaatkannya. Ia lalu
menggambarkan Yekini sebagai pria pendiam namun terlalu murah hati dan mudah
percaya pada orang lain.
Sunday
Oliseh, mantan rekannya di tim nasional Nigeria menilai tinggi sosok Yekini. “Ia
adalah salah satu pesepak bola terbaik di benua Afrika. Mencetak gol amat mudah
baginya,” tuturnya. “Namun sayangnya Yekini sering disoraki oleh pendukung
sendiri karena penurunan performa di akhir karirnya,” lanjutnya. Sebuah contoh
sikap buruk dari fans yang tidak menghargai jasa pahlawan mereka.
Oliseh
menutup pernyataannya dengan kritik kepada pemerintah. Ia mengatakan bahwa
selama 20 tahun karir gemilangnya di tim nasional, Yekini bahkan belum
memperoleh hadiah sebuah rumah yang sejak lama telah dijanjikan untuknya.
Potret kekejaman birokrat yang memalukan sekaligus mengingatkan kita pada apa
yang umum terjadi di Indonesia di mana kisah pilu mantan atlit sudah biasa
terdengar.
Sebuah
akhir yang mengenaskan dari salah satu pemain terbaik yang pernah dihasilkan benua
Afrika. Terhadap hal ini, Nwankwo Kanu, mantan penyerang Nigeria selepas era
Yekini juga berkomentar tajam. “Percuma menangisi Yekini ketika ia sudah pergi,
padahal ketika masih hidup, mereka mendiamkannya.”
No comments:
Post a Comment