Pages

Friday, June 29, 2012

Post Match Review Euro 2012: Jerman vs Italia

Mario Balotelli, meledak disaat yang tepat

Beberapa jam sebelum pertandingan Jerman melawan Italia, saya melakukan chat dengan beberapa teman yang merupakan pendukung klub-klub seri a. Ada pendukung Milan seperti saya, dan ada juga seorang Internisti. Mereka seperti sepakat untuk tidak mendukung tim nasional Italia karena la nazionale sekarang didominasi oleh pemain-pemain dari klub rival, Juventus.

Percakapan cheesy itu segera saya tinggalkan. Hal itu mengingatkan saya juga akan tweet dari para MU-haters yang menjelek-jelekkan Wayne Rooney dan Danny Welbeck di tim nasional Inggris. Tidaklah apple to apple membandingkan klub dengan negara, dan tidaklah relevan membawa-bawa fanatisme klub terlalu berlebihan untuk mendukung negaranya. Lagipula inipun negara orang nun jauh disana dan pertandingan ini tidak akan memberi dampak apapun kepada Indonesia. Ya, kitalah negeri para penonton yang rela ribut-ribut dan begadang demi menyaksikan pertunjukan bangsa lain. Saya gak mau ambil bagian yang ribut-ribut dan ribet-ribetnya, tapi saya rela begadang. Saya ingin begadang menyaksikan tim nasional favorit nomor dua setelah tim nasional Indonesia dan ingin menyaksikan pertandingan yang saya yakin akan berlangsung seru dan menarik. Mungkin juga penuh drama.

Jerman sangat banyak diunggulkan karena berbagai faktor. Namun italia memiliki keunggulan historis sebagai tim yang tidak pernah mampu ditundukkan Jerman dalam 7 kali pertemuan, yang dua diantaranya terjadi di Euro dengan hasil 1-1 pada tahun 1988 dan 0-0 pada tahun 1996. Dalam hal produktivitas selama turnamen, Jerman boleh berbangga karena hingga semifinal, mereka mampu mencetak 9 gol sementara Italia hanya 4, paling sedikit diantara semifinalis. Italia juga tim yang sepanjang sejarah tidak mampu mencetak gol ke gawang lawan di semifinal Euro.

Jerman menurunkan formasi dengan pakem andalan mereka yaitu 4-2-3-1 fluid dengan dua gelandang pivot Sami Khedira dan Bastian Schweinsteiger menopang tiga gelandang serang Lukas Podolski, Mesut Ozil dan.. Wow Toni Kroos. Sebuah kejutan kecil buat saya karena dengan dipasangnya Kroos yang lebih suka bermain di sentral permainan, Situs Zonal Marking juga ternyata sama terkejutnya. Jerman akan menumpuk gelandang untuk menghambat kinerja Andrea Pirlo di jantung permainan Italia. Lalu di depan, Mario Gomez yang berupaya mengejar gelar topskor dipasang sebagai ujung tombak. Di belakang dan penjaga gawang, susunan mereka sama.

Cesare Prandelli, yang sebelum pertandingan tim asuhannya dilanda masalah kebugaran sebenarnya agak membuat sedikit dahi berkerut dengan menempatkan 3 pemain berposisi natural center-back dan menempatkan seorang pemain kidal di sisi kanan pertahanannya. Hal ini karena Ignazio Abate dikabarkan tidak fit dan Cristian Maggio terkena hukuman akumulasi kartu kuning. Dengan dipasangnya Federico Balzaretti di posisi bek kanan, Prandelli memiliki seorang inverted full-back dalam timnya.

Pangeran Siahaan, seorang pecinta sepakbola, dalam salah satu artikelnya pernah menuliskan bahwa salah satu tujuan dipasangnya seorang inverted full-back adalah untuk menanggulangi bahaya yang ditimbulkan oleh inverted winger lawan. Saya tidak melihat seorang inverted winger di posisi head to head Balzaretti, karena disitu berdiri Lukas Podolski, seorang kidal murni yang hanya menggunakan kaki kanannya untuk berjalan. Namun melihat orang dibelakang Podolski, saya baru paham karena disitu ada Philip Lahm, juga seorang inverted full-back yang sangat lihai membantu serangan dan cukup produktif mencetak gol dan assist.

Di tengah hingga kedepan, Prandelli memasang pemain yang persis seperti ketika mereka mengalahkan Inggris. Andrea Pirlo dilindungi oleh dua gelandang pekerja yang pandai dalam menerapkan taktik, Claudio Marchisio dan Daniele De Rossi. Sementara Riccardo Montolivo dipercaya sebagai trequartista menopang duet maverick, Antonio Cassano dan Mario Balotelli.

Jerman sebenarnya memulai pertandingan dengan baik. Mereka mengambil inisiatif serangan melalui permainan cepat yang mereka kembangkan. Mesut Ozil lebih banyak bergerak ke kanan tempat Giorgio Chiellini beroperasi. Chiellini yang sejatinya adalah seorang bek tengah tampil amat disiplin menjaga daerahnya, meskipun beberapa kali Ozil dan Jerome Boateng mengancam lewat posisinya.

Sementara Lukas Podolski sayangnya seperti menghilang di lapangan. Hal ini memaksa Philip Lahm bekerja lebih keras menyokong serangan dari sisi kiri. Cederanya Abate seperti blessing in disguise bagi anak asuh Prandelli karena keterbatasan Balzaretti yang tidak nyaman menyerang melalui sisi kanan membuatnya lebih banyak statis di posisinya yang justru membuat Lahm dan Podolski terhambat. Meski demikian, Jerman sempat memperoleh kans bagus ketika sodokan Mario Gomez dari sebuah sepak pojok mempu menaklukkan Gianluigi Buffon, namun Pirlo yang berdiri di garis gawang mampu mengamankan bola dengan tenang.

Pirlo, seperti biasa, bagaikan seorang dirigen yang handal mengalirkan bola ke segala arah dan merusak konsentrasi pertahanan Jerman. Pirlo walaupun mengeluhkan waktu istirahat yang lebih cepat dua hari ketimbang Jerman sebenarnya menyimpan keuntungan yang mungkin dia tidak sadari. Dengan bermain di Juventus yang tidak mengikuti kompetisi eropa musim 2011/2012, Pirlo hanya tampil di kisaran 30-40 pertandingan. Bandingkan dengan Ozil yang tampil lebih dari 50 kali untuk Real Madrid. Ozil, seorang playmaker jempolan dan calon pemain terbaik di masa depan menyaingi Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo, dalam pertandingan semalam tampil di sisi kanan. Kekurangan Ozil yang kurang memiliki awareness dalam membantu Boateng bertahan, dimanfaatkan dengan baik oleh Chiellini yang sesekali naik membantu serangan, juga Antonio Cassano yang memiliki tendensi menyerang dari sisi kiri lalu mengeluarkan passing magis ataupun crossingnya.

Dan salah satu gerakan cerdik sederhana yang diakhiri crossing sempurna, fantanito membuat Balotelli yang dengan keunggulan fisiknya mampu mengatasi duel udara dengan Holger Badstuber. Gol ke 21 lewat sundulan di turnamen ini sekaligus gol pertama Italia di babak semifinal. Ini juga menandai pertama kalinya Jerman tertinggal terlebih dahulu di turnamen ini. Italia lebih menunggu serangan lawan ketika unggul satu gol. Hal ini sempat membuat Jerman kembali tersengat untuk menyerang pertahanan Italia. Para gelandang Italia yang bermain dengan formasi diamond dan rapat kembali menjadi perisai yang sangat kokoh bagi lini belakang. Kali ini setelah bola mampu direbut, Riccardo Montolivo dengan kemampuan long pass yang eksepsional mampu membebaskan Balotelli dari penjagaan duet Badstuber dan Mats Hummels yang tiba-tiba limbung seperti para bek lawan era 90an ketika menghadapi Gabriel Batistuta.

Posisi mereka yang sejajar dan terlalu terpaku pada bola menjadi makanan empuk Balotelli. Dengan ketangguhan dan kecepatannya, Balotelli melepaskan tendangan sangat keras ke pojok kanan gawang Manuel Neuer, yang selanjutnya tampak bertepuk tangan atas gol ala Kojiro Hyuga dalam serial kartun Jepang, Kapten Tsubasa tersebut. Balotelli nampak seperti mengumpulkan segala potensinya sebelum pertandingan ini, dan meledakkannya di saat yang tepat. Ini adalah kali pertama Italia mampu mencetak dua gol di babak pertama sejak pertandingan mereka melawan Rumania di Euro 2000.

Joachim Loew membuat dua pergantian di awal babak kedua. Miroslav Klose dan Marco Reus masuk menggantikan Mario Gomez yang terisolasi dan Lukas Podolski yang menghilang. Penduduk Polandia yang mayoritas mendukung Jerman karena faktor kedekatan dan keberadaan dua pemain asal mereka, Podolski dan Klose terus meneriakkan dukungannya dengan meneriakkan “scheibe.. scheibe.. scheibe” dengan mengagumkan. Pergantian yang sempat merepotkan barisan pertahanan Italia karena pergerakan Reus mampu memecah konsentrasi Balzaretti dan sempat meloloskan Philip Lahm. Pertahanan Italia yang super ketat kembali perlu mendapatkan kredit. Belum lagi menyebut Gigi Buffon tampil dengan kelasnya yang sejajar dengan Iker Casillas. Anak-anak muda Jerman frustasi karena tidak kunjung mampu membongkar pertahanan Italia terlihat kehilangan semangat tempur, yang sepertinya hilang dari tim Jerman yang biasanya dikenal mampu tampil pantang menyerah hingga akhir.

Masuknya Antonio Di Natale, Alessandro Diamanti dan Thiago Motta menjaga ritme serangan balik Italia yang berbahaya. Andai penyelesaian akhir mereka lebih tenang, mereka bahkan bisa mencetak dua atau tiga gol tambahan lewat dua kans Marchisio dan satu peluang Di Natale. Mereka juga tidak perlu membiarkan Ozil mencetak gol penalti yang sempat menaikkan asa para skuad Der Panzer, yang di akhir-akhir laga menjadikan Manuel Neuer sebagai libero dengan formasi 1-3-2-3-2. Dalam tweetnya, Opta menyebut statistik pertandingan yang sebenarnya cukup berimbang dengan Jerman sedikit memegang kendali. Jerman melepaskan 20 tendangan, 8 diantaranya tepat sasaran. Italia melepaskan 11 dengan 4 tepat sasaran. Ball possession dimenangi Jerman dengan 56 berbanding 44 persen, dan Jerman mampu memperoleh tendangan penjuru sebanyak 14 kali berbanding nihil untuk Italia.

Italia membuktikan diri sebagai tim yang penuh tradisi hebat dan lekat dengan anomali sejarah seperti saya pernah tuliskan di preview pertandingan ini di tulisan sebelumnya. Kekuatan Jerman dengan segala progress mereka dalam beberapa tahun terakhir mentah ditangan tim dengan sejarah unik. Italia seolah meneriakkan slogan Jas Merah (Jangan melupakan sejarah). Jerman juga meneruskan catatan antiklimaks mereka pada Piala Dunia 2002, 2006 dan 2010 serta Piala Eropa 2008. Di kejuaraan itu, Jerman selalu tampil impresif di babak penyisihan namun kalah di babak semifinal atau final.

Prediksi saya bahwa Italia akan berbicara jauh hingga ke final dan mungkin menjadi juara akhirnya menjadi kenyataan. Juga prediksi saya di babak penyisihan dalam post match review Italia melawan Spanyol dalam salah satu pertandingan paling seru yang pernah saya saksikan. Prestasi final Italia ini seolah menyempurnakan siklus enam tahunan mereka mampu melaju ke final turnamen besar sejak tahun 1994. Jika di 1994 dan 2000 mereka takluk di partai puncak, tahun 2006 mereka mampu menjadi juara. Lalu apakah tahun 2012 ini saatnya Italia kembali juara? Well, who knows.

Apapun hasil di final nanti, pencapaian Prandelli adalah sesuatu yang brilian. Prandelli mampu membawa Italia ke final setelah dua tahun lalu Italia hancur-hancuran di Piala Dunia. Prandelli juga tidak lagi memiliki pemain-pemain bermental juara dan berkharisma macam Francesco Totti, Alex Del Piero, Fabio Cannavaro atau Paolo Maldini dalam timnya. Sosok itu kini hanya dimiliki dalam diri Gianluigi Buffon, Daniele De Rossi dan Andrea Pirlo.

Sementara jauh disana, dua orang lelaki paruh baya turut berbahagia dengan kemenangan Italia, namun air muka mereka selalu berubah setiap menyaksikan seorang pemain bernama Andrea Pirlo. Di sebuah kedai kopi, dua orang bernama Max Allegri dan Adriano Galliani makin terdiam ketika Andrea Pirlo diumumkan sebagai man of the match. Espresso mereka yang memang pahit akan terasa semakin pahit saja.

Allegri dengan aksen selatannya kemudian berseloroh, yang jika di twitter cocok dengan tagar #AwalnyaSederhana. "Kita sudah punya Cassano dan Montolivo. Mengapa tidak sekalian beli Balotelli?" Galliani menjawab "Tapi bagaimana dengan Ibra? Kamu kan 100 persen mengandalkannya dalam setiap serangan. Lagipula, Silvio tidak akan membiarkannya pergi." #kemudianhening

9 comments:

  1. Oezil cenderung bergerak ke kanan (centre-right bias), di setiap pertandingan Jerman. Sedangkan Pirlo 90% mengalirkan bolanya ke sisi lebar lapangan (ball towards to the flank).

    ReplyDelete
    Replies
    1. Loew berusaha pegang lini tengah dengan pasang Kroos. Padahal kalo ada Thomas Mueller dari awal, bek Italia bakal lebih kerepotan.

      Delete
  2. Dit, ini pertandingan baru selesai jam empat pagi dan sepagi ini tulisan ini udah ada di blog lo? You should consider changing career as a reporter or sportjournalist ;D

    Good review, anyway :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yah semoga ada yg bersedia menampung gw nin.. hahaha... Emang beda sih kalo passion :D

      Delete
  3. Lini tengah Jerman terlihat bingung di babak pertama. Toni Kroos ini sebetulnya overlapping posisi sama Oezil & Khedira. Ketika Oezil ke kanan dan Kroos ke tengah, di sana ada Khedira yang akhir-akhir ini sering diplot maju. Jerman jg terlambat memasukkan Reus. Harusnya kombinasi Mueller - Reus dipasang dari awal. Tapi apapun itu, Italia sukses mematikan pergerakan bola Jerman. Ruang-ruang eksploitasi ditutup, dan Jerman kebanyakan harus mengirim bola lewat crossing. Terakhir, antisipasi counter-attack Jerman ternyata luar biasa buruk. Good work! :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Agak mengherankan emang Kroos dipasang, bukan Mueller atau Reus dari awal. Jerman harusnya terus eksploitasi sisi pertahanan Italia, bukan beradu langsung di tengah dimana Italia banak menumpuk pemain. Semoga bisa better lawan Spanyol ntar :D

      Delete
  4. Sedikit info tambahan dan koreksi, sebenarnya Balzaretti itu bukan pemain kidal, naturalnya adalah kaki kanan. Di awal karirnya di Torino, dan waktu dipinjamkan Varese dan Siena, Balzaretti justru hampir selalu bermain menjadi bek kanan.

    Ketika pindah ke Juventus pun, Balzaretti masih sering ditempatkan di kanan (belum inti) dan Zambrotta bermain di kiri. Nah ketika Juve turun ke Seri B, Zambrotta pun hengkang baru Balzaretti mulai sering dimainkan di kiri.

    Ketika bersama Fiorentina, Balza malah kembali lagi ke posisi RB karena left back sudah merupakan milik Manuel Pasqual. Di Palermo lah dia rajin bermain sbg bek kiri dan mulai terkenal di kancah serie A. TAPI pernah ada satu pertandingan dimana dia harus bermain lagi menjadi bek kanan.

    Jadi naturalnya Balzaretti ini yah bisa bermain di kedua sayap cuma memang dasar terkenalnya krn kehebatannya di kiri dan jg baru setahun dua tahun terakhir ini, sehingga byk yang jarang tahu asal muasal Balzaretti.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Good point, thanks for info.

      Btw, kalo emang bener Balza natural footnya kanan, dia bertransformasi dengan baik karena sama sekali gak ketauan kalo dia dominan kanan. Dia kelihatan agak kaku nendang pake kaki kanan, pas dapet peluang aja dia pindahin bolanya ke kaki kiri dan gol, sayangnya offside.

      Delete
    2. hehe klo peluangnya ditendang pake kaki kanan jd kaya peluangnya Marchisio dong? :p kliatan kaku normal imo, after all ini pertama kalinya dia maen di RB setelah 4-5 tahun fasih di kiri. But from what i saw in his early days, he is a right footed player, or maybe he's one of those players who has both feet work just fine makanya dulu Juve pun ga ragu mindahin dia ke kiri? possible.

      Delete