Sebuah
pertandingan yang diwarnai kisah comeback,
alias kisah kesebelasan yang mampu membalikkan keadaan dari kalah ke menang,
selalu menyisakan cerita yang tidak mudah basi. Bahkan banyak orang yang akan
membicarakan pertandingan semacam ini meski waktu telah lama berlalu.
Siapa
yang tidak ingat comeback Liverpool
dalam final Liga Champions 2005 melawan AC Milan? Meski kejadian ini sudah
berlalu satu dekade lamanya, dan walaupun Milan berhasil membalas kekalahan itu
pada final kejuaraan yang sama tahun 2007, tetap saja memori pahit akan
peristiwa Istanbul 2005 ini masih sulit dilupakan Milanisti.
Dalam
setiap kejadian comeback yang luar biasa, tentu saja ada peranan dari pelatih.
Bukan hanya dalam hal taktik, karena amat mungkin sang pelatih sudah mengisi
kepala pemain-pemainnya dengan berbagai studi taktikal sejak seminggu sebelum
pertandingan. Sang pelatih ini akan melakukan team talk, atau berbicara kepada
tim untuk memberi evaluasi, arahan dan motivasi yang dibutuhkan.
Jamie
Carragher, eks penggawa Liverpool yang turut menjadi bagian dari peristiwa
Istanbul 2005 menceritakan bagaimana pelatih Rafa Benitez, yang meski kemampuan
bahasa Inggrisnya tidak terlalu bagus pada saat itu, melakukan team talk yang
begitu diingatnya.
"Cobalah
cetak satu gol, dan lihat apa yang terjadi" dan selanjutnya adalah sejarah.
Saat
itu memang tidak semata team talk yang mengubah hasil akhir, melainkan
perubahan taktik. Benitez mengubah formasi 4-2-3-1 andalannya menjadi 3-5-2.
Carragher menirukan instruksi Benitez kepada Luis Garcia dan Steven Gerrard
untuk menghambat distribusi bola dari Andrea Pirlo. Sekali lagi, sisanya adalah
sejarah.
Akhir
pekan lalu, terjadi salah satu comeback terbaik dalam sejarah sepak bola Rusia,
dan mungkin saja dalam sejarah sepak bola saat CSKA Moskow membalikkan keadaan
dari tertinggal 0-3 dari tuan rumah Mordovia Saransk pada babak pertama menjadi keunggulan 6-4 pada akhir
pertandingan.
Apa
yang dikatakan Leonid Slutsky, pelatih CSKA di jeda pertandingan untuk
memotivasi pemainnya sungguh unik. "Saya meminta pemain saya untuk bermain
di kota Irkutsk pada ajang Piala Rusia jika tidak memenangi laga ini."
Untuk
diketahui, Irkutsk adalah sebuah kota di utara Rusia yang menjadi kandang dari
kesebelasan Baikal Irkutsk. Hari Rabu (23/9) ini, CSKA bertandang ke kota itu.
Slutsky sendiri telah memberi isyarat akan mengistirahatkan sebagian pemain
inti untuk menghemat tenaga menjalani tiga ajang sekaligus.
Team talk unik dan
agak nyeleneh ini ternyata memancing
reaksi dari publik penduduk remote area
Irkutsk. Bebeapa menganggap Slutsky menganggap remeh kompetisi ini, dan
khususnya klub Baikal Irkutsk. Seluruh tiket pertandingan terjual, dan meski
kabar ini belum dapat dikonfirmasi, namun panitia telah menyiapkan ratusan
'kursi darurat' untuk penonton yang tidak kebagian tiket.
Dan
tidak hanya itu, Slutsky juga membuat perubahan, meski tidak dalam formasi
permainan. Ia menarik keluar gelandang serang andalannya, Roman Eremenko untuk
memberi tempat kepada Kiril Panchenko, gelandang serang yang jarang bermain.
Tanpa diduga, adalah Panchenko yang memperkecil kekalahan pada awal babak kedua
lewat sundulannya menyambut umpan silang Zoran Tosic, gol yang memompa semangat
bertarung anak-anak CSKA hingga akhirnya berhasil mencetak lima gol tambahan.
Team
talk yang inspiratif juga mewarnai comeback lainnya seperti pertandingan
Newcastle United melawan Arsenal tahun 2011. Saat Newcastle tertinggal 0-4 pada
45 menit pertama, pelatih Alan Pardew menginstruksikan pemainnya untuk agresif.
"Lalu mereka bermain seperti singa," ujarnya. Papan skor pun
menunjukkan kedudukan akhir 4-4.
Dan
semalam, Milan nyaris mengulangi cerita dahsyatnya team talk dari pelatih
lawan. Unggul 3-0 atas Udinese di Friuli pada babak pertama, Lo Zebrette
berhasil mencetak dua gol cepat pada babak kedua. Beruntung, Milan masih bisa
mempertahankan skor 3-2 hingga akhir pertandingan.
Saya
tidak tahu persis apa yang dikatakan pelatih Udinese Stefano Colantuono pada
jeda pertandingan. Ia hanya berkomentar bahwa Udinese setidaknya layak meraih satu poin. Namun jelas hal ini meruntuhkan kesempurnaan performa Milan
pada babak pertama. Ketika suporter Milan begitu terbawa euforia karena merasa
pelatih Mihajlovic telah menemukan winning formula, team talk Colantuono
merusaknya, dan akhirnya mengembalikan Milan pada imaji awal: tim yang masih immature.
No comments:
Post a Comment