Pages

Monday, September 21, 2015

Lima Pelajaran Yang Didapat Milan Dari Empat Pekan Pertama Seri A 2015-16

Dua kemenangan dan dua kekalahan menjadi hasil Milan dalam empat laga pembuka Seri A Italia musim ini. Tidak terlalu jelek, namun tidak bisa dikatakan impresif. Terdapat lima hal yang dapat disimpulkan dari perjalanan singkat Milan sampai saat ini.

Juraj Kucka Adalah Kejutan
Kedatangan Kucka diantisipasi pendukung dengan datar, bahkan cenderung pada keraguan. Gelandang komplit seperti Axel Witsel atau sosok yang lebih kreatif seperti Roberto Soriano dan Diego Perotti lebih ditunggu kehadirannya. Secara teknis, Kucka memang lebih baik ketimbang Andrea Poli dan Antonio Nocerino, dua gelandang tengah Milan lainnya. Namun butuh lebih dari seorang Kucka untuk memecahkan problem lini tengah Milan.

Tiga pertandingan telah dijalani, dan ternyata Kucka mematahkan segala keraguan. Saat melawan Inter, ia bertarung tak kenal takut dengan Kondogbia, Melo dan Guarin. Lalu saat melawan Palermo, meski sempat terpincang, namun ia tetap bermain penuh dan bahkan memberi sebuah assist bagi gol sundulan Carlos Bacca.

Pembeliannya boleh jadi kandidat transfer terbaik Milan musim ini, apalagi jika ia dapat mengulangi kolaborasinya dengan Andrea Bertolacci seperti musim lalu.

Beri Bonaventura Kepercayaan
Sejak musim lalu, Jack Bonaventura telah tampil baik. Ia beberapa kali mencetak gol cantik dan menunjukkan kreativitas dalam membongkar pertahanan lawan. Bonaventura juga dapat bermain di banyak posisi, entah gelandang serang, gelandang tengah atau bahkan penyerang sayap.

Bonaventura mungkin tampil kurang meyakinkan dalam laga pramusim, tapi bukan berarti ia pemain yang buruk. Ia hanya perlu beradaptasi untuk bermain sebagai gelandang tengah-kiri, di mana ia juga dituntut untuk menyerang dan bertahan sama baiknya, juga lebih aktif dalam mengisi jarak yang timbul antara gelandang bertahan dan trequartista.

Lalu di mana Bonaventura sebaiknya bermain? Saat Bertolacci pulih, sebaiknya taruh dia di posisi trequartista.

Tidak Ada Masalah Di Sektor Bek Sayap
Sebelumnya, posisi ini kerap dituding sebagai titik lemah Milan, tapi kini saya sudah tidak melihatnya sebagai kelemahan yang menonjol. Cederanya Ignazio Abate memberi berkah terselubung bagi Davide Calabria. Ketika tampil menggantikan Abate dalam laga melawan Palermo, Calabria begitu tenang, percaya diri dan rajin. Satu yang menonjol darinya adalah umpan silang dan ketenangannya dalam bertahan.

Soal De Sciglio yang kurang ajeg di sisi kiri, ya memang demikian adanya. Naturalnya, De Sciglio adalah seorang bek kanan berkaki dominan kanan yang tentu saja secara naluriah lebih sering menggiring dan menendang bola dengan kaki kanannya.

Saat bermain sebagai bek kiri, De Sciglio terlihat agak kaku ketika membantu serangan, karena ia kerap terpaksa memindahkan bola ke kanannya di saat semestinya menendang dengan kaki kiri. Jika pun terdesak menendang dengan kaki kiri, akurasinya jauh berkurang. Sekarang tinggal bagaimana Mihajlovic membagi menit bermainnya dengan Calabria dan Abate saat bek kiri Luca Antonelli pulih dari cedera. Ah, betapa membanggakan bukan, ketika seluruh full back Milan diisi oleh pemain-pemain lulusan akademi?

Staffetta De Jong-Montolivo
Dirotasinya dua kapten ini menunjukkan beberapa hal. Pertama, Mihajlovic berhasil menunjukkan ‘who’s in charge’ kepada para pemainnya. Lalu setelahnya, Mihajlovic sukses memotivasi Montolivo yang ia cadangkan di dua laga awal, untuk membuktikan bahwa ia masih berguna untuk tim. Terbukti, performa Montolivo mulai menuai pujian.

Tantangan Mihajlovic selanjutnya adalah kapan harus merotasi dua pemain ini. Dua pemain ini berbeda karakter, dan siapa pun yang diturunkan, akan berpengaruh pada jalannya laga. Jika salah satu terlalu sering dicadangkan, tentu akan berpengaruh pada mentalitasnya dalam menghadapi atmosfer pertandingan. Miha juga perlu melakukan pendekatan personal agar keduanya tetap merasa penting.

Alternatif Taktik
Mematangkan pola 4-3-1-2 tentu butuh waktu. Namun tidak seharusnya pola ini mengurangi fleksibilitas Milan ketika bermain, yang akibatnya, mereka bisa saja kehilangan arah di tengah laga sulit karena keterbatasan ide.

Namun sayangnya, Miha tidak memiliki pemain yang lihai bermain di berbagai posisi, juga tidak memiliki barisan pemain dengan kemampuan seimbang antara menyerang dan bertahan. Pendek kata, Miha tidak dibekali amunisi untuk bermain pragmatis, alias menyesuaikan taktik dengan kekuatan (dan kelemahan) lawan.

Sejauh yang telah terlihat, jika ingin berimprovisasi, Miha hanya dapat menerapkan sedikit penyesuaian berupa pergantian pemain di tengah laga, atau pergeseran posisi –misalnya Kucka yang kerap bergeser dari sisi kanan ke kiri lapangan, atau Bonaventura dari gelandang tengah ke trequartista. Tidak terlalu terlihat penerapan micro tactic, karena dari pengelihatan awam saya, Miha masih berjuang memperbaiki mentalitas dan pendekatan permainan dari para pemainnya.

Hasilnya memang mulai kelihatan, karena sekarang pemain-pemain Milan terlihat selalu ‘lapar’ dan tak takut pada lawan. Namun demikian, Milan masih terlihat buntu ketika menghadapi lawan yang menumpuk banyak pemain di daerahnya. Sebaliknya, pertahanan Milan kocar-kacir dan lini tengah Milan kalah tenaga ketika menghadapi tim yang lebih kuat.

Kematangan sebagai tim juga belum terlihat. Terbukti, dalam kemenangan atas Empoli atau Palermo, Milan terlihat sulit mempertahankan keunggulan dan mengakhiri laga dengan kemenangan nyaman, mutlak dan meyakinkan. Semoga saja semua ini tumbuh seiring waktu, dan hal ini memang baru dapat dievaluasi ketika kompetisi memasuki paruh kedua.

No comments:

Post a Comment