Dua kemenangan dan dua kekalahan menjadi hasil Milan dalam
empat laga pembuka Seri A Italia musim ini. Tidak terlalu jelek, namun tidak
bisa dikatakan impresif. Terdapat lima hal yang dapat disimpulkan dari
perjalanan singkat Milan sampai saat ini.
Juraj Kucka Adalah
Kejutan
Kedatangan Kucka diantisipasi pendukung dengan datar, bahkan
cenderung pada keraguan. Gelandang komplit seperti Axel Witsel atau sosok yang
lebih kreatif seperti Roberto Soriano dan Diego Perotti lebih ditunggu
kehadirannya. Secara teknis, Kucka memang lebih baik ketimbang Andrea Poli dan
Antonio Nocerino, dua gelandang tengah Milan lainnya. Namun butuh lebih dari
seorang Kucka untuk memecahkan problem lini tengah Milan.
Tiga pertandingan telah dijalani, dan ternyata Kucka mematahkan
segala keraguan. Saat melawan Inter, ia bertarung tak kenal takut dengan
Kondogbia, Melo dan Guarin. Lalu saat melawan Palermo, meski sempat terpincang,
namun ia tetap bermain penuh dan bahkan memberi sebuah assist bagi gol sundulan Carlos Bacca.
Pembeliannya boleh jadi kandidat transfer terbaik Milan
musim ini, apalagi jika ia dapat mengulangi kolaborasinya dengan Andrea
Bertolacci seperti musim lalu.
Beri Bonaventura
Kepercayaan
Sejak musim lalu, Jack Bonaventura telah tampil baik. Ia
beberapa kali mencetak gol cantik dan menunjukkan kreativitas dalam membongkar
pertahanan lawan. Bonaventura juga dapat bermain di banyak posisi, entah
gelandang serang, gelandang tengah atau bahkan penyerang sayap.
Bonaventura mungkin tampil kurang meyakinkan dalam laga
pramusim, tapi bukan berarti ia pemain yang buruk. Ia hanya perlu beradaptasi
untuk bermain sebagai gelandang tengah-kiri, di mana ia juga dituntut untuk
menyerang dan bertahan sama baiknya, juga lebih aktif dalam mengisi jarak yang
timbul antara gelandang bertahan dan trequartista.
Lalu di mana Bonaventura sebaiknya bermain? Saat Bertolacci
pulih, sebaiknya taruh dia di posisi trequartista.
Tidak Ada Masalah Di Sektor
Bek Sayap
Sebelumnya, posisi ini kerap dituding sebagai titik lemah
Milan, tapi kini saya sudah tidak melihatnya sebagai kelemahan yang menonjol. Cederanya
Ignazio Abate memberi berkah terselubung bagi Davide Calabria. Ketika tampil menggantikan
Abate dalam laga melawan Palermo, Calabria begitu tenang, percaya diri dan
rajin. Satu yang menonjol darinya adalah umpan silang dan ketenangannya dalam
bertahan.
Soal De Sciglio yang kurang ajeg di sisi kiri, ya memang demikian adanya. Naturalnya, De Sciglio
adalah seorang bek kanan berkaki dominan kanan yang tentu saja secara naluriah lebih
sering menggiring dan menendang bola dengan kaki kanannya.
Saat bermain sebagai bek kiri, De Sciglio terlihat agak kaku
ketika membantu serangan, karena ia kerap terpaksa memindahkan bola ke kanannya
di saat semestinya menendang dengan kaki kiri. Jika pun terdesak menendang
dengan kaki kiri, akurasinya jauh berkurang. Sekarang tinggal bagaimana
Mihajlovic membagi menit bermainnya dengan Calabria dan Abate saat bek kiri
Luca Antonelli pulih dari cedera. Ah, betapa membanggakan bukan, ketika seluruh
full back Milan diisi oleh
pemain-pemain lulusan akademi?
Staffetta De Jong-Montolivo
Dirotasinya dua kapten ini menunjukkan beberapa hal. Pertama,
Mihajlovic berhasil menunjukkan ‘who’s in
charge’ kepada para pemainnya. Lalu setelahnya, Mihajlovic sukses
memotivasi Montolivo yang ia cadangkan di dua laga awal, untuk membuktikan
bahwa ia masih berguna untuk tim. Terbukti, performa Montolivo mulai menuai
pujian.
Tantangan Mihajlovic selanjutnya adalah kapan harus merotasi
dua pemain ini. Dua pemain ini berbeda karakter, dan siapa pun yang diturunkan,
akan berpengaruh pada jalannya laga. Jika salah satu terlalu sering
dicadangkan, tentu akan berpengaruh pada mentalitasnya dalam menghadapi
atmosfer pertandingan. Miha juga perlu melakukan pendekatan personal agar
keduanya tetap merasa penting.
Alternatif Taktik
Mematangkan pola 4-3-1-2 tentu butuh waktu. Namun tidak
seharusnya pola ini mengurangi fleksibilitas Milan ketika bermain, yang
akibatnya, mereka bisa saja kehilangan arah di tengah laga sulit karena
keterbatasan ide.
Namun sayangnya, Miha tidak memiliki pemain yang lihai
bermain di berbagai posisi, juga tidak memiliki barisan pemain dengan kemampuan
seimbang antara menyerang dan bertahan. Pendek kata, Miha tidak dibekali amunisi
untuk bermain pragmatis, alias menyesuaikan taktik dengan kekuatan (dan
kelemahan) lawan.
Sejauh yang telah terlihat, jika ingin berimprovisasi, Miha
hanya dapat menerapkan sedikit penyesuaian berupa pergantian pemain di tengah
laga, atau pergeseran posisi –misalnya Kucka yang kerap bergeser dari sisi
kanan ke kiri lapangan, atau Bonaventura dari gelandang tengah ke trequartista. Tidak terlalu terlihat
penerapan micro tactic, karena dari
pengelihatan awam saya, Miha masih berjuang memperbaiki mentalitas dan
pendekatan permainan dari para pemainnya.
Hasilnya memang mulai kelihatan, karena sekarang
pemain-pemain Milan terlihat selalu ‘lapar’ dan tak takut pada lawan. Namun
demikian, Milan masih terlihat buntu ketika menghadapi lawan yang menumpuk
banyak pemain di daerahnya. Sebaliknya, pertahanan Milan kocar-kacir dan lini
tengah Milan kalah tenaga ketika menghadapi tim yang lebih kuat.
Kematangan sebagai tim juga belum terlihat. Terbukti, dalam
kemenangan atas Empoli atau Palermo, Milan terlihat sulit mempertahankan
keunggulan dan mengakhiri laga dengan kemenangan nyaman, mutlak dan meyakinkan.
Semoga saja semua ini tumbuh seiring waktu, dan hal ini memang baru dapat
dievaluasi ketika kompetisi memasuki paruh kedua.
No comments:
Post a Comment