“A win is a win.” Mungkin begitulah yang bisa didapat Milan
dari pertandingan penutup di putaran pertama kompetisi underrated, Seri a. Kemenangan
tipis atas Siena meskipun tidak diraih dengan cara spektakuler toh tetap tidak
mengubah fakta bahwa inilah kemenangan kelima dari enam laga terakhir
Rossoneri.
Well, pekan yang makin aneh ketika melihat rival turut
bertumbangan. Inter tumbang 0-3 ditangan Udinese, Fiorentina menyerah 0-2
ditangan Pescara, Roma menyerah 1-4 atas Napoli, dan yang mengejutkan tentu
saja Juventus yang menyerah dari 10 pemain Sampdoria 1-2 di Juventus Stadium.
Ini seolah pesan bagi Bianconeri bahwa Seri a masih jauh
dari usai karena kursi mereka di capolista tidaklah seempuk sebelumnya. Lazio mengintai
dengan selisih tinggal lima poin. Juventus, bagaimanapun juga memang sangat
wajar untuk memenangi seri a musim ini mengingat kualitas yang mereka punya
ditambah inkonsistensi dari para pesaingnya. Tapi kekalahan semalam tentu
membuat Antonio Conte perlu memainkan kembali lagu Butterflies and Hurricanes guna
menyemangati para pemainnya, terutama menularkan spirit kemenangan pada si anak
baru, Federico Peluso.
Kelucuan memang kerap terjadi disini saban pertandingan Liga
Eropa bergulir. Timeline di twitter as usual berisi celoteh para fanboy yang
lucu-lucu. Salah satunya ketika ada yang bilang “keep dreaming” saat saya
ngetwit lini belakang Milan menghadapi Siena diisi Italiano. Apakah Ignazio
Abata-Mattia De Sciglio-Francesco Acerbi-Luca Antonini bukan Italiano? Antonini
memang gak jadi starter semalam, tapi tetap saja dia bermain 30 menit. Lagipula
musim lalu juga Milan sering menggunakan kuartet Italiano di lini belakang
mereka dengan kombinasi Abate-Nesta-Bonera-Antonini. Saya tidak sedang bermimpi
tentunya.
Anyway, Milan seperti yang saya kemukakan di paragraf sebelumnya
memang tampil dengan kuartet lini belakang serba darurat karena berbagai
alasan. Meski “hanya” menghadapi Siena dan pertandingan berlangsung di San
Siro, tetap ada kekhawatiran mengenai kebocoran lini belakang. Ditambah lagi
pertandingan ini adalah yang pertama setelah winter break, yang biasanya sulit
diprediksi hasilnya. Milan juga menyerah dari Atalanta dan Sampdoria di San
Siro.
Kemarahan memang kadang menjadi bahan bakar hebat untuk
menang. Milan marah karena aksi rasisme baru menyerang mereka beberapa hari
sebelum pertandingan ini. Sikap Kevin Prince Boateng dan sisa tim menuai pujian
dari berbagai kalangan, dan Milan membawanya dalam pertandingan lawan Siena
kemarin.
Setelah melalui babak pertama yang menggemaskan karena tidak
satupun peluang berhasil dimanfaatkan, Milan memulai babak kedua masih dengan
kurang meyakinkan. Untungnya Allegri cepat menyadari situasi dan menarik keluar
Antonio Nocerino yang bermain kurang impresif, lalu memasukkan Bojan, sang penyelamat
Milan musim ini.
Akan makin banyak Milanisti yang merasa lebih mengerti
taktik ketimbang Allegri, terlebih setelah kesekian kalinya Bojan mampu bermain
apik setelah masuk dari bangku cadangan. Mengulangi kiprahnya lawan Roma di
giornata sebelumnya, semalam Bojan memecah kebuntuan setelah rangkaian upaya
Rossoneri gagal. Hebatnya, Bojan melakukannya dengan sundulan!
Seperti ada kekuatan dalam gol ini, yang melepas crossing
terukur sehingga Bojan tidak perlu melompat adalah Boateng. Gol ini sontak
mengingatkan saya pada Alberto Paloschi, yang empat tahun lalu juga menjadi
game changer setelah sentuhan pertamanya di pertandingan yang juga lawan Siena
mampu memenangkan Milan.
Grazie, La Masia boy |
Moral Milan meningkat setelah gol ini. El Shaarawy tetaplah impresif meski semalam kembali absen mencetak gol. Ia penuh determinasi, membantu pertahanan, menciptakan peluang, melepas banyak umpan dan juga tidak mengambil penalti, padahal Edinson Cavani, pesaingnya di jajaran topskor, sudah mencetak 4 gol dari titik putih yang membuatnya sudah mencetak dua gol lebih banyak dari Il Faraone.
Penalti meragukan yang didapat Milan akhirnya dieksekusi
Giampaolo Pazzini yang membuat margin melebar menjadi dua gol. Mengejutkan, ini
adalah gol ke 8 Pazzo musim ini dari 18 pertandingannya. Statistik yang jauh
meningkat dari musim lalu bersama Inter dimana ia hanya mencetak 5 gol dari 33
pertandingan.
Jika ada hal yang mengganggu, tentu saja cederanya Kevin
Constant, bek yang semalam bermain paling baik. Pemain berposisi asli gelandang
serang yang menjadi transformasi sukses Milan ini harus digantikan Luca
Antonini, yang masih saja belum memberikan impresi positif kepada Milanisti. Hal
lain yang mengganggu adalah kembali bobolnya gawang Milan lewat sundulan. Kali ini
Michele Paolucci berhasil menggetarkan gawang Christian Abbiati, setelah
sebelumnya sang kiper melakukan penyelamatan gemilang atas tendangan Alessandro
Rosina yang mungkin bisa mengubah jalannya pertandinan.
Kemenangan ini ditambah kombinasi kekalahan dari para rival memang
masih tetap membuah Milan tertahan di posisi 7, namun selisih poin yang tinggal
2 dari Roma di peringkat enam tetap patut disyukuri. Ditambah lagi, konstelasi
klasemen banyak berubah diatas Milan, terutama anjloknya Inter ke posisi 5
dengan nilai 35, sama dengan Fiorentina diatasnya. Bahkan jika menarik sedikit
lagi keatas, selisih Milan dengan Lazio di posisi kedua kini 9 poin. Secara matematis
dan melihat tren positif Milan belakangan ini tentu saja optimisme patut
dipelihara.
Milan juga tidak boleh lengah karena tim-tim yang berada
dibawah mereka, Parma dan Udinese juga tengah meraih momen positif lewat
kemenangan mereka. Selain Udinese yang mencukur Inter di Friuli, Parma juga membukukan
kemenangan 2-1 atas Palermo. Ishak Belfodil kembali mencetak gol, gol keempatnya
dari lima pertandingan terakhir. Calon bintang telah lahir di liga pencetak bintang.
Apapun itu, tetap saja kemenangan di kandang sendiri plus kekalahan
para rival ini menjadi pekan aneh namun menyenangkan. Una giornata perfetta!
No comments:
Post a Comment