European zone, here we come! |
Sebuah pertunjukan
menghibur kembali diperagakan dalam laga-laga Liga Italia Seri a di awal tahun
2013 ini, pertunjukan yang menurut saya tidak kalah dengan yang dipertontonkan
oleh EPL.
Setelah sebelumnya
menyaksikan bagaimana Fiorentina berjibaku melawan tangguhnya Napoli -diantaranya disuguhi gol setengah lapangan Facundo Roncaglia-, saya
kemudian disuguhi atraksi menawan dari anak-anak Milanello saat menghadapi
Bologna. Pesta Spaghetti Bolognaise akhirnya terlaksana.
Masih belum mampu berpesta di babak pertama
Dalam laga ke 11
di San Siro musim ini tersebut, Milan seperti biasa memulai laga dengan positif
dan menguasai ball possession. Allegri memasang tridente El Shaarawy, Pazzini
dan Niang dan menghapus spekulasi bahwa Il Faraone akan diistirahatkan. El
Shaarawy nyatanya menyingkirkan keraguan banyak pihak terkait penurunan
performanya. Meski tidak mencetak gol di babak pertama ini –juga hingga usai
pertandingan- namun pergerakan tanpa lelah dan skill eksepsionalnya
berkontribusi pada raihan 7 tembakan di babak pertama.
Statistik El
Shaarawy sendiri cukup memuaskan. Dari 7 tembakan yang dilakukan pemain-pemain
Rossoneri, 3 diantaranya adalah hasil jerih payahnya. Berdasarkan catatan saya,
beginilah catatan El Shaarawy.
Stephan El Shaarawy: Pass (12/15), Dribble (3/5), Shots
(2/3), Tackle 1, Cross (0/1), Intercept 2, Foul ag 1, Headers (0/1).
Tampilnya Niang
di sisi kanan penyerangan memang sempat membuat banyak pihak ragu. Nyatanya, Niang
memang membukukan catatan dribbling yang apik, ia sukses 4 kali melewati lawan
dalam 6 percobaan. Jika kehilangan bola, pemain ini memiliki kecenderungan
untuk merebutnya kembali. Crossing-nya juga sering menimbulkan prahara di lini
pertahanan lawan. Kelihaiannya ini memang mengonfirmasi bakat besar penyerang
yang baru berusia 18 tahun ini. Work rate-nya sangat tinggi. Namun memang dasar
masih hijau, pengambilan keputusannya seringkali salah dan kontrol bolanya sering
terlepas.
Selain Riccardo
Montolivo yang mampu melakukan 33 passing dengan 26 diantaranya tepat sasaran,
di babak pertama ini Kevin Constant menunjukkan aksi terbaiknya. Keahliannya mengiris
pertahanan lawan lewat kecepatan, kemampuan dribble dan crossingnya yang
menawan menjadikannya penampil terbaik di babak pertama ini. Constant tidak
hanya apik menyerang, dalam bertahan yang memang menjadi tugas utamanya, pemain
kelahiran Guinea ini juga tetap disiplin. Itulah kelebihan Constant yang
membuatnya menjadi kandidat transfer terbaik Rossoneri musim ini. Yang luar
biasa, Constant berhasil dalam seluruh upaya dribelnya.
Kevin Constant: Pass (17/21), Dribble (7/7), Shot (0/1),
Cross (1/2), Intercept 2, Foul against 1.
I am the best dribbler! Get away! |
Gelombang serangan Milan yang membara di
menit 30 hingga akhr babak pertama tidak membuahkan gol. Peluang terbaik
didapat Giampaolo Pazzini ketika
sundulannya mampu ditepis kiper Federico Agliardi, juga Constant yang terlambat
menembak setelah menerima umpan terobosan cantik Montolivo.
Di sisi lain, Milan terbantu dengan
penampilan kurang impresif Bologna. Kelelahan karena habis meladeni Inter Milan
di Coppa Italia midweek lalu membuat anak asuh Stefano Pioli ini tampil seperti
Milan saat menghadapi Sampdoria minggu lalu. Mereka jelas kelelahan. Alessandro
Diamanti yang biasanya tampil menginspirasi juga tidak mampu membangkitkan
timnya.
Kecenderungan
lamban mencetak gol
Melihat penampilan bagus di babak pertama
dan Bologna yang tidak memberi perlawanan lebih, memang nampaknya hanya masalah
waktu saja bagi Milan untuk memecah kebuntuan. Di babak kedua, Milan lebih
banyak menyerang lewan crossing dan karena itu Pazzini jadi lebih berbahaya. Setelah
serangkaian kegagalan memanfaatkan bola-bola yang sebenarnya menjadi makanan
empuknya, akhirnya di menit 65 sang striker yang sekilas mirip aktor Bradley
Cooper ini mampu mencetak gol juga.
Memanfaatkan crossing Abate, Pazzini
dengan liat mampu mengalahkan penjaganya dan melepas tendangan mendatar. Bek Bologna
sempat melakukan blok namun tetap tidak mampu mencegah terjadinya gol. Setelah gol
itu, Milan kian percaya diri, begitu juga Pazzini. Setelah sebelumnya banyak
melakukan turn over, dan gagal memanfaatkan crossing, kepercayaan diri sang
striker membuat Milan seperti memiliki Ruud Van Nistelrooy di masa jayanya.
Benar saja, beberapa menit setelahnya,
aksi terbaik Pazzini tercipta. Dengan teknikal, ia mengontrol crossing dari
Boateng dan mengangkat bola melewati kepala pemain lawan sebelum menghujamkan
bola ke gawang Agliardi untuk kedua kalinya. Untuk pertama kalinya, gol yang
mungkin terbaik sepanjang karir eks striker Inter ini membuat saya melonjak
spontan didepan televisi. Gol yang dari prosesnya dapat disamakan dengan gol
cantik Paul Gascoigne di Euro 1996 setelah ia mengangkat bola melewati kepala
Colin Hendry sebelum menjebol gawang Skotlandia. Gol ke 10 Pazzo musim ini,
dimana 5 diantaranya tercipta ke gawang Bologna. He likes Spaghetti Bolognaise
a lot.
A goal to remember |
Milan seharusnya bisa mengakhiri
pertandingan dengan gol ini, namun kenyataannya permainan Bologna berkembang
dengan masuknya dua pemain muda, Taider dan Christian Pasquato. Dalam sebuah
momen, Pasquato berhasil menyundul bola hasil crossing, yang sialnya malah
dihalau Mexes ke gawang sendiri. Sayang sekali gol bunuh diri ini menodai
catatan penampilan impresif sang bek Prancis sepanjang pertandingan.
Gol yang menaikkan semangat anak-anak Bologna
ini memang membuat tim yang sebelumnya tertidur selama 80 menit berubah garang
dalam 10 menit terakhir. Milan terus ditekan, sementara serangan balik yang
kemudian mereka andalkan selalu mentah akibat kurang tenangnya para pemain di
daerah final third. Beruntung kebangkitan itu hanya di 10 menit akhir, jika
pertandingan masih tersisa 10 menit lagi, bukan tidak mungkin Bologna mampu
menyamakan kedudukan.
Kesimpulan:
Pemantapan pola 4-3-3
Pola
4-3-3 dan penempatan Kevin Prince Boateng di posisi mezz’ala, juga Mathieu
Flamini menemani Montolivo memang menjadi kunci bertenaganya lini tengah Milan.
Boateng memang belum menemukan jodohnya dengan gawang lawan seperti musim lalu,
namun agresivitasnya kadangkala berguna bagi tim. Sementara Montolivo memang
menjadi andalan dalam hal distribusi bola. Pemain ini selalu menjadi passer
terbanyak Milan yang menjadikan Milan sebagai tim dengan ball possession terbaik
nomor dua di Italia dibawah Juventus.
Serangan sayap Milan juga berjalan baik. El Shaarawy yang sering melakukan cut-inside lalu melepas tembakan dan Niang yang mulai percaya diri dengan melakukan cross down the line selalu dibantu overlap kedua full back yang mengirim variasi crossing baik melalui early cross maupun down the line. Dua gol Pazzini kemarin adalah hasil dari dua skema umpan silang tersebut.
Permasalahan
akan muncul jika Pazzini absen. Sebagai striker, kemampuan Pazzini menyambut
umpan silang masih salah satu yang terbaik di Italia. Ketajamannya di kotak penalti
membuatnya mampu meraih produktivitas dua kali lipat ketimbang tahun lalu ia
banyak ditempatkan di sayap.
Jika
Pazzini absen, Allegri biasanya menempatkan Bojan sebagai ujung tombak, dimana
gaya main Bojan sangat berbeda dengan Pazzini. Bojan dengan 1st
touch eksepsional lebih piawai dalam bola daerah maupun permainan kombinasi
berbekal hasil latihannya di La Masia. Berpartner dengan pemain seperti El
Shaarawy, Niang, atau bahkan Urby Emanuelson yang lebih banyak menggiring bola
memang menjadikan Bojan belum maksimal menjadi starter di posisi ujung tombak.
Bojan
lebih berguna ditempatkan sebagai trequartista dalam skema 4-2-1-3 dimana ia
bergerak bebas dibelakang si nomor 9. Dalam hal ini, Allegri memiliki
preferensi untuk menurunkan Boateng, dan untungnya ia telah menyadari bahwa
Boateng adalah seorang Mezz’ala bernomor 8 ketimbang fantasista bernomor 10.
Lalu
dengan peningkatan performa yang juga memantapkan skema 4-3-3 ini, apakah Milan
masih butuh kehadiran Ricardo Kaka? Well, pembahasan itu akan saya kupas tuntas
di tulisan berbeda.
Sebuah
display yang menawan memang diperagakan Milan, namun sedikit kekhawatiran bakal
timbul terkait kesulitan mereka untuk membobol gawang lawan di babak pertama. Musim
ini gol-gol Milan sebagian besar tercipta di babak kedua. Di satu sisi, hal ini
menunjukkan mental bertanding yang bagus dari tim ini karena tidak mudah
menyerah, namun di lain sisi menunjukkan bahwa ketidakmampuan mengakhiri
perlawanan lawan dengan cepat bukanlah ciri seorang petarung yang baik. Milan
perlu memperbaiki hal ini karena jika lambat mencetak gol saat megnhadapi tim
kuat, lawan akan lebih dulu melancarkan pukulan mematikan sebelum Milan sempat
bangkit. Bercerminlah pada pertandingan lawan AS Roma.
Bagaimanapun, kemenangan ini menjadikan
Milan naik ke posisi 6 klasemen sementara, posisi tertinggi Rossoneri musim
ini, ironisnya. Milan menggeser Roma yang ditahan Inter di Olimpico beberapa
jam setelah pertandingan ini. Kini, selisih Milan tinggal sembilan angka dari
posisi 3, posisi impian Milan musim ini.
No comments:
Post a Comment