Hold together, lose together, win together |
Sebuah pertunjukan mencekam kembali saya saksikan. Bukan,
bukan film horor yang menampilkan Sadako apalagi Pocong, tapi pertunjukan
mencekam dari lapangan hijau.
Setelah dipaksa menaiki roller
coaster di Bukit Jalil dalam pertunjukan timnas Indonesia di Piala AFF, saya
dipaksa menaiki lagi roller coaster di San Siro dalam pertunjukan Milan
menghadapi tim super hebat, berduit, kolektif, produktif, panutan di Italia
sekaligus memimpin klasemen, Juventus.
Juve adalah tim dengan ball possession terbaik, thanks to
Allegri dan Galliani yang melepas maestro passing Andrea Pirlo ke kota Turin. Pirlo
bersama Arturo Vidal dan Claudio Marchisio seolah bebas mem-bully lawan-lawan
mereka di seri a, dan kini mereka juga tampil hebat di Eropa. Dinamisnya lini
tengah Super Juve dilengkapi oleh Kwadwo
Asamoah dan Mauricio Isla, yang mereka datangkan dari Udinese. Soliditas lini
tengah itu seakan mampu menutupi kelemahan mereka yang tidak memiliki prima
punta kelas dunia.
Toh, siapa butuh prima punta handal ketika memiliki
gelandang-gelandang jempolan? Lagipula, Mirko Vucinic juga bukan striker
kacangan. Fabio Quagliarella juga mulai menemukan mojo-nya, belum lagi
Sebastian Giovinco yang makin menjadi. Gol-gol juga kerap diciptakan oleh
pemain belakang atau pemain cadangan. Nama-nama seperti Martin Caceres, Paul
Pogba atau Simone Padoin juga kerap mengisi papan skor dengan gol-gol mereka. Tidak
ada yang perlu dikhawatirkan, mereka kini menjadi tim yang too good to be true.
Tim hebat itu datang ke San Siro menghadapi Milan, yang
musim ini seolah tidak ada apa-apanya bagi mereka. Milan yang mereka anggap tim medioker, Milan yang mereka cela sedang bertarung di zona degradasi, Milan yang budget-nya
terbatas, Milan yang tetap menjadi one-man team setelah Zlatan
Ibrahimovic memberikan tongkat estafet itu kepada Stephan El Shaarawy, Milan
yang pertahanannya serapuh hati ABG labil, Milan yang pelatihnya tidak kreatif dan jauh dibanding pelatih muda jempolan mereka. Tapi memang
Milan yang itulah yang mengalahkan mereka semalam. Milan yang itu!
Pertandingan menghadapi Juventus justru menandai
keberhasilan Milan menghadapi serangkaian hujan badai di bulan November. Ketika
menyerah dari Fiorentina di San Siro, banyak yang meragukan apakah Allegri
mampu bertahan menghadapi tiga partai berat melawan Napoli, Anderlecht dan
Juventus. Nyatanya Allegri dengan luar biasa menjawab itu semua. Khusus
semalam, Allegri juga dengan elegan menjawab kehadiran Marco Van Basten di
tribun yang memunculkan spekulasi penggantian dirinya dengan eks legenda
Rossoneri itu.
Van Basten mungkin berbicara kepada Ariedo Braida yang duduk
disampingnya saat itu. “Apaan sih lo, ini tim baik-baik aja kok. Jangan lebay
deh!”
Milan yang sebenarnya memiliki possession bagus karena ada
Montolivo di mesin serangan sebenarnya memulai laga dengan baik. Mereka menekan
Juve, menciptakan banyak peluang meski gol yang mereka dapatkan adalah hasil
hukuman penalti meragukan.
“Itu terlihat seperti penalti dari pinggir lapangan. Tapi ketika
melihat tayangan ulang, itu bukan penalti.” Ujar Allegri.
“Itu memang bukan penalti, dan kami kalah. Namun terlepas
dari itu, kami memang tidak pantas menang. Seperti ada yang hilang.” Ujar
Gianluigi Buffon, kiper Juve.
Penalti ini seperti menuntaskan dendam setahun lalu kala gol
Sulley Muntari tidak disahkan. Buffon, yang tahun lalu dihujat Milanisti, kini berkomentar
sportif. Well done!
Terlepas dari kontroversi, pertandingan semalam tetaplah
menarik. Jika anda berpendapat seri a tidak seseru EPL, mungkin anda perlu
menonton pertandingan semacam tadi malam. Baik Milan maupun Juve semalam
bertanding dengan karakter dan disiplin taktik yang tinggi, serta kemauan keras
untuk memenangi pertandingan.
Juve terus menyerang setelah gol penalti Robinho, mereka
menunjukkan superioritas permainan lewat penguasaan mutlak ball possession: 61
berbanding 39%. Yang kurang dari Juve hanyalah efisiensi peluang. Dari keunggulan
penguasaan bola mutlak itu, Juve memang melepas 13 tendangan, namun hanya dua
yang tepat sasaran. Sementara Milan meski dikepung Juve, mampu melepas 15
tendangan dengan enam diantaranya mengarah ke Buffon.
Montolivo, yang semalam ditunjuk sebagai kapten benar-benar
menunjukkan kepantasannya. Ia yang kerap dibandingkan dengan Pirlo mampu
mengatur distribusi bola dengan baik. Ia membantu pertahanan dan serangan sama
baiknya, juga menunjukkan kepemimpinan luar biasa. Potret calon kapten pasca
hengkangnya Ambrosini musim depan dan kiprah Abbiati yang dikabarkan juga tidak
lama lagi di Milanello.
Pertahanan solid, diluar kebiasaan, mampu menjadi kunci
kemenangan Milan. Kuartet De Sciglio-Mexes-Yepes-Constant mampu tampil disiplin
dan luar biasa sepanjang 90 menit. Mereka berkali-kali melakukan tekel,
intersep, bloking dan clearance yang mampu menyelamatkan gawang Marco Amelia.
Amelia sendiri malam itu tidak tampil kagok seperti biasa. Ia mampu mengamankan
banyak crossing dan mengamankan dua tendangan pemain-pemain Juve.
Performa menggembirakan De Sciglio dan Constant juga sangat
patut disyukuri, karena Milan tidak perlu lagi repot-repot mencari bek sayap. Kini
keduanya bisa dikatakan telah menggeser Ignazio Abate yang lemah dalam bertahan
dan Luca Antonini yang angin-anginan.
Kemenangan ini mungkin hanya berharga tiga poin, tidak perlu
dibesar-besarkan. Posisi Milan di klasemen juga masih belum beranjak ke top
half. Namun kini Milan sudah mengalahkan sang capolista, artinya secara teori
mereka mampu mengalahkan siapapun. Walaupun lewat penalti kontroversial dan
terus diserang, kemenangan tetaplah kemenangan.
Jika performa konsisten dan hasil bagus terus diraih hingga
akhir tahun ini, tahun 2013 akan menjadi kebangkitan Milan menuju posisi ideal
zona Champions. Tambahan dua pemain di musim dingin seperti contohnya Cassano
dua tahun lalu akan semakin membantu pencapaian tujuan itu.