Agung Supriyanto (18), The Next Indonesia Hitman |
Setiap perjalanan pasti ada cerita menarik yang tertinggal. Begitu pula perjalanan tim nasional Indonesia dalam menjalani babak kualifikasi Piala Asia U-22.
Dipilihnya Riau sebagai tempat dari kualifikasi ini menjadikan hal menarik. Stadion Utama Riau kabarnya baru 90% tahap penyelesaian, namun mereka cukup sukses menyelenggarakan acara berskala internasional ini. Kota ini juga turut memberikan cerita tersendiri karena cuacanya. Cuaca yang panas dan lembap membuat pengatur pertandingan memberikan waktu time out selama satu menit di masing-masing babak karena panasnya cuaca lapangan yang membuat para pemain cepat kehausan. Mengingatkan kita pada Piala Dunia 1994 di Amerika Serikat.
Sebelum pertandingan terakhir babak kualifikasi melawan Singapura, Indonesia memang sudah dipastikan tersingkir karena poin maksimal mereka adalah 9 jika menang, tidak cukup untuk melewati Oman dan Yaman sebagai dua tim peringkat tiga terbaik untuk melengkapi 14 tim yang telah terlebih dahulu lolos ke babak utama. Dalam kegagalan, tersimpan optimisme dan harapan. Harapan yang jika salah disikapi hanya akan menjadi harapan kosong dan angan-angan belaka.
Saya melihat harapan tersebut pada tim muda ini. Bermaterikan pemain muda yang kelak akan menjadi tulang punggung tim nasional di masa depan, tim ini memainkan sepak bola yang cukup baik dan menunjukkan organisasi permainan yang baik dalam membangun serangan.
Pemain potensial turut bermunculan macam Nurmufid, Rasyid, Aji Saka, dan lainnya. Tapi ada satu sosok pemain yang berbakat sekaligus langka di tim nasional kita, dialah Agung Supriyanto, striker tim nasional Indonesia bernomor punggung 18.
Striker berusia 20 tahun ini adalah anggota dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) berpangkat Sersan Dua. Tanpa disangka, pemain yang sebelumnya tidak dikenal secara nasional ini mampu mencetak empat gol dalam lima pertandingan kualifikasi Piala Asia U-22, lebih dari setengah total gol yang disarangkan Indonesia ke gawang lawan.
Secara teknis, Agung memiliki kemampuan menahan bola dan membuka ruang yang baik. Dia juga bisa dijadikan sebagai pemantul bola untuk membebaskan rekan-rekannya dari lini kedua untuk menjebol gawang lawan.
Sebelum pertendingan ini, Agung sempat membuat gol dengan penyelesaian yang klinis dan dingin saat menghadapi Timor Leste dan mengamankan kemenangan Indonesia. Tapi kemampuannya sebagai striker haus gol benar-benar dia tunjukkan saat laga terakhir kualifikasi melawan Singapura pada hari Minggu, 15 Juli 2012 lalu.
Setelah menunjukkan ketangguhan mentalnya saat mencetak gol dari eksekusi penalti yang sempat diulang, Agung memamerkan aksi briliannya beberapa menit kemudian.
Mendapat umpat terobosan dari Syahroni lewat skema serangan balik, Agung berlari kencang dan beradu sprint dengan bek Singapura. Masih dalam keadaan berlari cepat sambil menggiring bola, Agung melepaskan tendangan keras mendatar yang kemudian bersarang telak di pojok bawah gawang Singapura. Cepat, tegas, dan klinis.
Sekilas terlihat itu adalah gol yang wajar dicetak oleh seorang striker, tapi jarang terlihat gol semacam itu dibuat oleh striker Indonesia. Terjadilah live-tweet berjamaah sesaat setelah gol tersebut. Para pengamat sepak bola di media sosial langsung menyamakan kemampuan tersebut dengan yang dimiliki striker legendaris Indonesia, Kurniawan Dwi Yulianto. Tanpa bermaksud mengecilkan kemampuan striker-striker lokal lainnya, gol tadi memang sesuatu yang sudah lama tidak terlihat dalam permainan tim nasional Indonesia.
Entah kebetulan atau tidak, Agung kini bermain di klub PPSM Magelang. Klub ini diperkuat oleh Kurus. Dengan kebiasaan bermain bersama sang legenda, Agung berhasil mengkopi dengan baik kemampuan langka Kurus tersebut, bahkan ia bisa melebihi potensi sang legenda. The next Indonesia hitman is born.
Agung adalah tipe striker klasik yang memiliki keunggulan fisik berupa kecepatan, kekuatan, dan akurasi tendangan. Sebuah skill dasar yang memang sewajarnya dimiliki oleh seorang striker.
Beberapa saat kemudian, darah muda Agung akhirnya mengalahkan logikanya. Provokasi dan permainan kasar dari bek Singapura membuatnya lepas kontrol dan nyaris menghajar pemain lawan jika tidak ditahan oleh rekan-rekannya dan wasit. Ketegasan wasit dalam pertandingan berlevel internasional akhirnya memaksa Agung meninggalkan lapangan setelah menerima kartu kuning kedua. Sebuah pelajaran berharga buat sang penyerang muda potensial.
Dengan segala fakta ini, semoga masyarakat kini tidak berlebihan mengekspos Agung dan tidak memberikan perbandingan tidak berdasar yang hanya akan membuat sang pemain menjadi terbebani. Lihatlah bagaimana Andik permainannya tidak maksimal di babak kualifikasi ini. Memang ada faktor cedera, namun ekspektasi berlebihan dari masyarakat sedikit banyak memberi andil pada permainannya.
Pebandingan-perbandingan tidak berdasar dan ekspos yang berlebihan terhadap sang kapten telah membuat pemain harapan bangsa ini terbebani. Dalam akun twitternya, Andik bahkan sampai meminta masyarakat untuk tidak membandingkannya dengan pemain-pemain kelas dunia.
Sudah saatnya kita bersikap kalem dalam menyikapi fenomena semacam ini, seperti halnya masyarakat bersikap berlebihan dalam menyikapi fenomena bakat luar biasa Andik. Jangan biarkan pemain yang sebenarnya belum mencapai potensi terbaiknya dan kariernya masih panjang ini terjebak dalam sirkus media yang melenakan sekaligus menggelikan, hingga sang pemain menjadi lupa bahwa pekerjaan utamanya adalah bermain bola untuk negara, bermandi keringat dan debu di lapangan, berjibaku menghadapi lawan, bukan ber-make up tebal di layar kaca atau menjawab mention di twitter dari para penggemar maupun pembencinya satu per satu.
Biarkanlah penggedor masa depan kita ini bersinar dan membuktikan semua di lapangan, dunianya yang nyata.
Iya ya, gol semacam itu memang jarang dilihat di Indonesia. Boaz sekalipun jarang kek gitu.
ReplyDeletekisahnyataku.com