Sabtu (30/5), seluruh pertandingan pekan
terakhir Liga Primer Rusia dimainkan secara serentak. Tidak seperti musim lalu
di mana pekan terakhir menjadi penentu gelar, pada musim ini, Zenit St.
Petersburg telah memastikan gelar mereka bahkan sejak kompetisi masih
menyisakan dua pertandingan.
Tidak ada kerusuhan yang ditimbulkan
suporter seperti pada musim lalu, yang mengakibatkan Zenit dihukum dengan
kekalahan 0-3 atas Dinamo Moskow. Peristiwa yang terjadi pada fase akhir musim
kompetisi tahun lalu ini kemudian dimanfaatkan CSKA Moskow untuk mencuri gelar
pada saat-saat akhir. Zenit telah belajar banyak dari kisah pahit musim lalu
tersebut dan mereka mendapatkan hasil positif karenanya. Mereka telah
tancap gas sejak awal, dan relatif nyaman memimpin klasemen.
Namun, bukan berarti tingkat keseruan
liga menjadi berkurang. CSKA, klub yang oleh pelatihnya, Leonid Slutsky
dijalankan dengan prinsip moneyball
mampu mempertahankan prestasi sebagai klub papan atas dengan permainan yang makin matang.
Kehebatan mereka baru dapat dihentikan sendiri oleh skuat bertabur bintang dari
Zenit. Dalam laga 'penentuan' pekan ke-21 saat perbedaan poin di antara mereka
masih tipis, skuat arahan Andre Villas-Boas berhasil menang tipis dengan skor
2-1. Sejak saat itulah CSKA seakan 'kehabisan bensin' untuk bertarung dengan
klub yang disponsori perusahaan gas raksasa, Gazprom ini dan harus puas
menduduki posisi kedua.
Kelihaian Slutsky makin terasa musim ini.
Ditinggal bomber andalan, Seydou Doumbia yang hengkang ke AS Roma pada pertengahan, ternyata tidak mengurangi ketajaman CSKA. Ia menjadikan dua
gelandangnya, Roman Eremenko dan Bibras Natkho sebagai sumber gol baru. CSKA tampil sebagai kesebelasan paling produktif di Rusia dengan Eremenko berhasil membukukan 13 gol, atau hanya kalah dari Hulk, bomber
Zenit yang keluar sebagai topskor dengan torehan 15 gol. Sementara Natkho, yang
notabene seorang gelandang bertahan, berhasil membukukan 11 gol. Produktivitas
dua gelandang ini juga merupakan andil dari permainan penyerang Nigeria, Ahmet Musa.
Ekspenyerang Vitesse Arnheim ini kerap menggunakan kecepatannya untuk bermain
melebar sehingga membuka ruang bagi para gelandang CSKA macam Eremenko dan
Natkho untuk mencetak gol.
Langkah CSKA bagaimanapun tidak mudah
untuk menjadi runner-up. Demi mendapat tiket terakhir zona Liga Champions ini
(Liga Rusia hanya mendapatkan dua jatah, yaitu untuk juara dan runner-up), CSKA
mendapat tekanan berarti dari tim kejutan, FC Krasnodar. Setelah kekalahan
dari Zenit tersebut, CSKA sempat mengecap periode negatif. Tiga kekalahan beruntun harus mereka rasakan sebelum kemudian
bangkit dengan meraih lima kemenangan dari enam laga terakhir.
Sementara itu, prestasi yang ditunjukkan FC Krasnodar
memang bagaikan angin segar bagi liga Rusia, padahal mereka baru berkompetisi
di Liga Primer tahun 2010. Dimotori gelandang senior, Roman Shirokov,
klub yang dimiliki pebisnis Sergei Galitsky ini tampil impresif sepanjang musim, dan
sempat menyalip CSKA di posisi kedua sebelum akhirnya poin mereka disamakan
kembali pada saat-saat terakhir. Mereka bahkan nyaris menempati posisi kedua
klasemen akhir karena pada hingga menit ke-80 laga pamungkas tersebut masih
unggul sebiji poin berkat hasil imbang atas tuan rumah Dinamo Moskow, sementara
pada saat bersamaan, CSKA tertinggal satu gol atas tuan rumah FK Rostov. Namun
secara dramatis, gol yang dibuat gelandang asal Swedia, Pontus Wernbloom pada
menit 82 ke gawang Rostov membuat poin kembali sama dan CSKA unggul selisih gol atas Krasnodar. Gol ini juga menjadi penentu terdegradasinya klub ini dari Liga Primer.
Poin identik antara CSKA dan Krasnodar membuka perdebatan bagi publik. Pada pekan ke-20, CSKA sempat mendapatkan
'kemudahan' kala bertanding melawan Arsenal Tula. Pertandingan itu berlangsung
tanpa dihadiri penonton di kota Moskow, yang notabene home base dari CSKA.
Arsenal Tula juga menurunkan skuat mudanya pada saat itu. Hal ini dilakukan
klub asuhan mantan gelandang timnas Rusia era 2000an awal, Dmitry Alenitchev
sebagai bentuk protes terkait dipindahnya venue laga kandang mereka ke Moskow akibat dinilai buruknya kualitas rumput Arsenal Central Stadium
di kota Tula. Laga tersebut akhirnya dimenangi cukup mudah oleh CSKA, yang
tentu saja turut berandil dalam perebutan tempat kedua ini.
Bagaimanapun, Liga Primer Rusia tetap
memiliki daya tarik tersendiri untuk diikuti. Di samping pengalaman
menyaksikan nama-nama klub dan pemain-pemain yang relatif asing di telinga, di
liga ini pula terdapat cukup banyak pemain-pemain yang sebelumnya kita kenal
berkiprah di Eropa Barat seperti Axel Witsel, Mathieu Valbuena, Domenico
Criscito, Kim Kallstrom hingga Kevin Kuranyi. Bukan berarti pemain-pemain ini
sudah tidak laku lagi di liga yang lebih besar, namun daya tarik kompetisi yang
tengah bangkit (dan juga bayaran yang menarik) di negara terluas dunia inilah
yang membuat mereka rela meninggalkan glamornya liga di Eropa bagian barat.
Tidak hanya itu, banyak pula pemain-pemain potensial namun kurang terdengar
yang bermain di kompetisi ini seperti penyerang CSKA, Carlos Strandberg, Saba
Kvervelia yang impresif di Rubin Kazan, hingga Oleg Shatov yang kian bersinar
di Zenit.
Namun jelas harus diakui bahwa tidak
mudah untuk menyukai liga Rusia. Di samping situasi geopolitik yang menampilkan
negara mereka sebagai pencetus konflik, liga Rusia juga masih saja mengalami
masalah mendasar seperti kekerasan antarsuporter dan masalah rasialisme. Kondisi ini jelas akan berpengaruh pada keinginan pihak-pihak korporasi untuk menanamkan uangnya di persepakbolaan negara ini. Pemerataan infrastruktur juga belum terlaksana, yang pada puncaknya berakibat
digesernya tempat pertandingan resmi liga akibat tidak memadainya kualitas
lapangan. Belum lagi masalah finansial yang menjerat beberapa klub seperti
Anzhi Makhachkala, FK Rostov dan klub-klub kecil lain seperti Amkar Perm dan FC
Ufa, dan juga sanksi Financial Fair Play yang menimpa FC Krasnodar dan Lokomotiv Moskow akibat nilai
kerugian finansial yang melebihi batas toleransi UEFA. Satu hal lagi, tidak mudah juga bagi penggemar di Indonesia untuk menyaksikan siaran langsung Liga Primer Rusia secara rutin. Fox Sports 3 yang biasanya cukup sering menyiarkan pertandingan secara langsung pada musim lalu, tidak lagi menyajikan hal yang sama pada musim ini, sehingga tidak jarang kita yang berada di sini terpaksa harus mengandalkan media streaming.
Pendek kata, liga ini masih banyak PR untuk dapat menyaingi hegemoni liga-liga besar di sebelah barat mereka. Dan realistis saja, untuk saat ini, cukuplah Liga Rusia dipandang sebagai tontonan alternatif bagi mereka yang bosan menyaksikan liga-liga yang lebih terkenal.
Pendek kata, liga ini masih banyak PR untuk dapat menyaingi hegemoni liga-liga besar di sebelah barat mereka. Dan realistis saja, untuk saat ini, cukuplah Liga Rusia dipandang sebagai tontonan alternatif bagi mereka yang bosan menyaksikan liga-liga yang lebih terkenal.