Sebelum menuliskan ini, saya sempat berpikir, bagaimana jika
saya disebut sebagai seorang fan yang selalu bersikap negatif terhadap
kebijakan tim favorit. Namun kemudian saya kembali berpikir, ah masa bodoh. Di dunia maya yang tiada
batas ini, siapapun boleh menyuarakan pendapatnya.
Saya memang selalu menekan tombol favorite pada lini masa sebuah akun penggemar Milan, setiap kali
akun tersebut memberitakan nama-nama pemain yang menjadi target pembelian
Rossoneri. Terlihat kurang kerjaan, tapi sebetulnya saya sedang menebak-nebak
bagaimana Milan akan menjadi sebuah tim pada lima musim ke depan.
Milan sudah mendatangkan Andrea Bertolacci, dan dalam
beberapa jam ke depan setelah posting entri ini, Carlos Bacca akan menyusul
sebagai rekrutan baru. Dua nama ini memang tampil ciamik musim lalu. Bertolacci
tak pelak adalah aktor utama lini tengah Genoa yang begitu impresif, sementara
Bacca adalah striker berkelas kontinental yang telah dua kali memberi gelar
Liga Europa kepada Sevilla. Untuk dua pemain ini, Milan harus mengeluarkan uang
sebesar 50 juta euro, dengan rincian Bertolacci 20 juta, dan Bacca 30 juta
sesuai buy out clause.
Tentang dua nama ini, saya jelas memandangnya secara
positif. Bertolacci masih muda, yaitu 24 tahun. Ia juga mampu bermain sama
baiknya sebagai gelandang tengah atau gelandang serang. Asli Italia pula, yang
tentu sejalan dengan keinginan Silvio Berlusconi yang ingin melihat Milan
didominasi pemain-pemain Italia. Lalu Bacca, well, ia memang sudah berusia 29 tahun. Tapi jangan lupa bahwa saat
mendatangkan Pippo Inzaghi dari Juventus tahun 2001 lalu, Pippo juga telah
berusia 28 tahun, dan nyatanya ia mencuat sebagai salah satu penyerang terbaik
yang pernah dimiliki Il Diavolo Rosso. Siapa tahu Bacca dapat meneruskan jejak
Pippo. Sebagai pemain, Bacca memang tidak seelegan Lionel Messi dan tidak
seklinis Gonzalo Higuain, namun sang penyerang asal Kolombia memiliki daya
juang, cara bermain yang sederhana namun efektif, juga amat berbahaya di kotak
penalti lawan.
Soal harga yang selangit, memang menjadi ganjalan. Harga Bertolacci
dan Bacca menurut situs Transfermarkt masing-masing senilai 10,5 dan 14 juta
euro saja. Dilihat dari perspektif ini, Milan jelas telah membayar terlalu
mahal. Ditambah lagi banyak pihak yang juga menyuarakan hal senada. Namun bagi
klub yang tengah berada pada situasi terpuruk seperti Milan, uang memang
satu-satunya yang bisa mereka tawarkan kepada para incaran, meskipun premis ini
tidak berlaku pada Geoffrey Kondogbia.
Eskalasi berita transfer, juga posisi Milan yang memang amat
membutuhkan pemain-pemain baru berlabel bintang memang menjadikan Milan sebagai
‘tambang emas’ baik bagi klub pemilik, agen pemain, hingga pemain incaran
sendiri. Mereka bisa saja dengan mudahnya mengipasi harga pemain hingga ke
level tertinggi, toh Milan sudah pasti mengupayakan tercapainya kata deal. Harga pemain yang diincar Milan
seperti mengalami inflasi. Ibarat mencari mobil sewaan untuk mudik pada hari
raya lebaran, di mana para penyewa akan memberi harga yang amat jauh di atas
harga normal. Apa boleh buat, untuk saat ini, Milan tidaklah memiliki bargaining power akibat tidak jelasnya
proyek mereka.
Namun betapa sebalnya saya mendengar keberminatan Milan pada
pemain-pemain lain yang usianya sudah di atas 28 tahun. Luiz Adriano dan Zlatan
Ibrahimovic tepatnya. Pemain-pemain yang lebih cocok memasuki nominasi peraih Golden Foot award,
penghargaan untuk pemain dengan pencapaian atletis tertentu yang diperuntukkan
bagi mereka yang sudah berusia di atas 28 tahun (Zlatan bahkan pernah
memenanginya tahun 2012). Oke, dua pemain ini memang memiliki kemampuan atletik
yang istimewa, dan sepertinya masih dapat mempertahankan level permainan dalam
waktu dua-tiga tahun ke depan. Tapi tetap saja hal ini memperlihatkan Milan
sebagai klub yang masih saja mencari solusi instan. Mengapa tidak membeli
penyerang muda berbakat seperti saat mereka mendatangkan Andriy Shevchenko atau
Ricardo Kaka? Sudah hilangkah ketajaman scouting
Milan?
Membeli dan menggaji pemain mahal berusia di atas 28 tahun hanya
akan memaksa Milan untuk kembali merogoh kocek dalam-dalam dalam dua-tiga tahun
ke depan. Terlebih, pemain-pemain dengan usia tersebut tidak lagi memiliki resale value. Milan pun harus rela
melepas mereka dengan harga murah, menunggu kontrak mereka habis, atau memutus
kontrak seperti dalam kasus Sulley Muntari. Milan boleh saja memiliki pemilik
baru yang kaya raya, namun seperti diketahui, di era Financial Fair Play, klub
sepak bola tidak bisa lagi dijalankan dengan penuh pemborosan.
No comments:
Post a Comment