Di antara
berita-berita transfer Milan yang cukup menggembirakan (jika tidak bisa
dikatakan impresif) pada liburan kompetisi ini, muncul berita yang amat
menggembirakan, yaitu terkait pembangunan stadion baru.
Rencana
pembangunan ini bukanlah berita baru, melainkan telah didengungkan sejak
beberapa tahun ke belakang, tepatnya saat kesulitan finansial Milan terkuak
telak –seiring penjualan para bintang dan ketidakmampuan mereka mendatangkan
penggantinya yang berujung dekadensi prestasi. Rencana ini kemudian mulai
dijalankan saat sang patron, Silvio Berlusconi akhirnya membuka pintu bagi
pihak lain yang ingin berinvestasi di klub berjuluk Rossoneri.
Februari
lalu, rancangan stadion yang akan berada di wilayah Portello dan tepat di
sebelah Casa Milan, museum dan toko resmi Milan, telah terdengar media.
Digambarkan, Milan akan membangun stadion di wilayah yang masih masuk hitungan
pusat kota Milan, yaitu hanya berjarak 2,5 km dari kawasan Duomo di Milano atau
Galeria Vittorio Emanuele II. Berbeda dengan lokasi stadion San Siro milik
pemerintah daerah yang selama ini mereka gunakan bersama FC Internazionale, di
mana stadion ini berjarak 9 km dari Duomo.
Dan tepat tanggal
(7/7) yang lalu, Milan akhirnya mendapatkan jawaban positif dari pemilik lahan,
yaitu Fondazione Fiera Milano untuk membangun stadion yang akan berkapasitas 48
ribu penonton ini. Anggukan kesetujuan dan penandatanganan berkas perjanjian
ini –meski tidak disebutkan dalam rilis pernyataan resmi kedua belah pihak-
tidak dapat dilepaskan begitu saja dari akuisisi sebagian saham Milan kepada
investor asal benua Asia yang diwakili oleh Bee Taechaubol, seorang pengusaha
asal Thailand.
Stadion ini
tentunya akan digunakan mereka sendiri, tidak lagi berbagi dengan klub lain. Dari
stadion ini, Milan juga dapat membuka episentrum gaya hidup yang baru dengan
cara menyewakan restoran, pusat perbelanjaan hingga hotel. Pusat kegiatan,
rekreasi dan gaya hidup. Tipikal penggunaan stadion modern yang tentu saja akan
menambah pendapatan klub secara signifikan.
Proyek besar
ini, seperti dikatakan joint-CEO mereka yaitu Barbara Berlusconi, memang belum
final. Proses “ketok palu” dan peletakan simbolis batu pertama masih harus
melalui berbagai izin dari pemerintah setempat, meski banyak pihak berpendapat
bahwa hal ini hanyalah formalitas. Meski demikian, “(Kota) Milan akan melangkah
seperti kota London” merujuk pada perkataan Barbara dalam komparasi kota Milan
dengan London, melihat begitu banyaknya klub-klub sepak bola berbasis di London
yang sebagian besar telah memiliki stadion sendiri.
Pernyataan ini
sekaligus menjadi jawaban atas kepastian nasib Inter Milan, yang juga memiliki
proyek stadion baru. Dengan menyisakan beberapa dokumen formalitas legal, Milan
akan memulai proyek pembangunan dalam beberapa bulan ke depan, di mana hal ini
memudahkan rencana Inter untuk menggolkan proyek mereka membeli dan
merevitalisasi San Siro. “Dengan memiliki dua stadion, kota Milan bisa menjadi
pelopor (di Italia),” ujar Marco Fassone, salah satu direktur Nerazzuri.
Menuju Modernisasi = Lepas Dari
Tradisi
Dari stadion
baru, Barbara yang juga putri dari Silvio Berlusconi menyatakan bahwa Milan
setidaknya dapat meraih tambahan pendapatan senilai 50-80 juta euro. Bagaimana
hitung-hitungannya? Sederhananya seperti ini:
Rata-rata
harga tiket (+/- 50 euro) x +/- 45.000 penonton = 2.250.000 euro per
pertandingan.
Dalam satu
musim kompetisi liga domestik, Milan minimum menggelar laga kandang sebanyak 19
kali. Jadi total semusim, Milan akan mendapatkan sekitar 40 juta euro. Ini baru
dari sektor penonton, belum menghitung penyewaan ruangan dan lapangan untuk
acara non-sepak bola yang bisa saja mencapai 10 juta euro per tahun. Ditambah lagi, kemungkinan penjualan stadium naming right yang bisa menghasilkan 10 juta euro per tahun. Dan jangan
lupa, asumsi ini hanya berlaku untuk kompetisi liga domestik saja, belum
termasuk ajang kompetisi antarklub Eropa.
Pendek kata,
ucapan Barbara bahwa Milan dapat menyisihkan uang untuk pembelian pemain baru
per musimnya bukanlah omong kosong belaka. Milan dapat mengikuti Juventus
sebagai klub Italia pertama yang memiliki stadion sendiri, juga mengikuti
proyek Roma dan Udinese yang saat ini tengah memulai pembangunan stadion, dan
dalam skala yang lebih besar, Milan juga akan berdiri sejajar dengan klub-klub
papan atas lain yang telah lama menikmati guyuran fulus dari kepemilikan
stadion.
Bagaimanapun,
tidak melulu aspek finansial jika membicarakan klub sepak bola. Ada romantisme,
sejarah dan kenangan-kenangan yang harus ditinggalkan seiring langkah relokasi
mereka dari San Siro. Stadion terbesar di Italia ini tidak bisa dilepaskan dari
sejarah kesuksesan (dan kegagalan) Milan. Romantisme semacam ini tentu tidak
dapat dikesampingkan begitu saja, terlebih jika para legenda seperti Franco
Baresi dan Gianni Rivera telah angkat bicara.
Menurut
Rivera, mendukung Milan selain di San Siro akan terasa berbeda. Sementara Baresi
dengan senada juga mengatakan bahwa San Siro telah menyimpan banyak kenangan. Namun
kedua legenda ini juga mengemukakan bahwa inilah satu-satunya cara bagi Milan
jika ingin terus menjadi klub papan atas di Italia dan juga di Eropa.
Keputusan ini,
tentu saja menjadi kabar gembira bagi kubu Inter. Mereka tidak perlu
meninggalkan rumput bersejarah dan tiang gawang San Siro, meskipun untuk itu
mereka harus mengeluarkan banyak uang, bahkan amat mungkin lebih banyak
ketimbang 300 juta euro yang akan digelontorkan Milan dalam proyek stadion di
Portello. Inter harus lebih dahulu membeli San Siro (Oke, Giuseppe Meazza)
kepada pemerintah setempat, lalu mereka juga harus mengeluarkan biaya besar
untuk merenovasi stadion. Si Merah membuka lembaran baru, Si Biru melanggengkan
memori.
Lalu
bagaimana pengaruh proyek ini pada kelompok suporter kedua klub? Apakah masih
ada sebutan Curva Sud bagi Milanisti atau Curva Nord bagi Interisti, mengingat
sebutan ini tercipta atas pembagian ‘lapak’ mereka ketika masih berbagi San
Siro, ketika mereka bergantian mendukung tim kesayangan dari pintu dan kursi
yang sama, ketika Derby Della Madonnina yang megah itu begitu khas dengan latar
pemandangan San Siro. Romantisme seperti ini, kelak akan berganti tempat, atau
bahkan berbagi bentuk.
Namun
setidaknya, cerita ini toh tidak akan memadamkan rivalitas dan gengsi di antara
kedua kubu yang telah berlangsung lebih dari seabad. Karena kota Milan, publik sepak
bola Italia dan bahkan publik sepak bola dunia akan tetap menantikan derby
panas antara kedua tim. Keberhasilan proyek stadion baru Milan, berarti pula
keberhasilan Inter membeli San Siro, sekaligus kebangkitan bagi dua tim kota
mode untuk kembali ke papan atas Italia sekaligus Eropa, karena duo Milan ini
telah 10 kali merebut Liga Champions (Milan 7, Inter 3), lebih dari kota-kota
lain di Italia, dan hanya mampu disamai kota Madrid di Eropa.
Fondazione Fiera Milano untuk membangun stadion yang akan berkapasitas 48 ribu penonton ini, jangan lupa pasang tim favorit anda bersama agen taruhan bola terpercaya
ReplyDelete