Foto: Sports.ru |
Selalu menarik ketika membahas
pemain-pemain yang produktif mencetak gol meski tidak berposisi sebagai
penyerang. Yaya Toure dan Frank Lampard adalah contoh gelandang yang mampu
mencetak lebih dari 20 gol dalam semusim dan termasuk dalam kriteria tersebut. Kita juga mengenal Marco Materazzi, mantan
penggawa timnas Italia yang semasa bermainnya pernah dua kali mencetak dua
digit gol salam semusim. Capaian tersebut jelas menarik karena sejatinya
mencetak gol bukanlah tugas utama mereka di lapangan.
Di kompetisi Liga Primer Rusia kini,
terdapat pemain yang berpotensi menghadirkan cerita seperti pemain-pemain tadi.
Seorang gelandang bertahan asal klub CSKA Moskow bernama Bibras Natkho adalah
pemain yang dimaksud.
Natkho menjadi buah bibir kala berhasil
mencetak hat-trick ke gawang FK
Rostov pada sebuah laga kompetisi domestik, Agustus silam. Namun torehan ini
masih belum seberapa lantaran gelandang asal Israel ini mampu mempertahankan
ketajaman hingga kini berhasil mencetak delapan gol di Liga Primer Rusia.
Jumlah golnya untuk sementara ini mampu melampaui rekan-rekan setimnya seperti
Ahmed Musa, Seydou Doumbia maupun Zoran Tosic yang notabene berposisi sebagai
penyerang atau pemain sayap. Bahkan jika berbicara level kompetisi domestik,
jumlah gol Natkho sejauh ini hanya mampu disamai penyerang subur Zenit St
Petersburg asal Brasil, Hulk.
Kontribusi berupa produktivitas gol Natkho
tentu terbilang mengejutkan. Gelandang berusia 26 tahun ini adalah pendatang
baru di skuat CSKA arahan Leonid Slutsky, di mana ia harus bersaing dengan
nama-nama yang lebih tenar seperti Pontus Wernbloom, Rasmus Elm, Roman
Eremenko, Giorgi Milanov, hingga sang idola publik, Alan Dzagoev.
Kemahirannya dalam bertahan memberikan
keuntungan. Dalam skema 4-2-3-1 yang menjadi andalan Slutsky, keberadaan
seorang gelandang dengan naluri bertahan mutlak dibutuhkan. Cederanya Elm juga
turut berperan bagi pembuktian kualitas Natkho, sehingga waktu bermain
didapatkannya. Kini, Slutsky dapat menempatkannya dengan siapapun, baik dengan
Wernbloom, Eremenko maupun belakangan ini dengan Dzagoev. Bersama Natkho di
pusat permainan, CSKA pun menjelma sebagai tim yang amat menonjol dalam
penguasaan bola, akurasi umpan, hingga jumlah tembakan ke gawang lawan. Situs
Whoscored menempatkannya pada urutan teratas dalam dua aspek, yaitu akurasi
umpan dan tembakan ke gawang lawan, dan berada di urutan kedua dalam hal rataan
penguasaan bola di Liga Primer Rusia.
Sebagai bagian dari ruang mesin CSKA,
pemain yang juga seorang Muslim ini tidak hanya menonjol dalam bertahan. Natkho
juga memiliki kemampuan yang cukup apik sebagai pengatur serangan dan juga
sebagai pengumpan. Dengan visi yang baik, ia juga kerap mengirim umpan-umpan
diagonal kepada Tosic, Musa maupun Milanov yang kerap beroperasi di sayap.
Berbekal kemampuannya ini, Natkho juga telah membukukan empat assist. Jumlah ini sekaligus yang
terbanyak di CSKA sejauh ini.
Dengan catatan-catatan impresif ini, maka
tidaklah terlalu berlebihan jika menyebut Natkho adalah salah satu pemain
paling underrated di Eropa. Kemampuannya
yang lengkap adalah asetnya yang teramat besar untuk diabaikan.
Ditambah lagi, fakta bahwa CSKA mendatangkannya
dari PAOK Saloniki tanpa mengeluarkan uang transfer sepeserpun, membuatnya
layak dikedepankan sebagai salah satu pembelian terbaik.
Fakta statistik yang tak terbantahkan ini
sebetulnya juga tidak teramat mengejutkan jika melihat sepak terjang pemain bernomor
punggung 66 ini. Natkho sudah terpilih memperkuat timnas Israel dalam berbagai
kelompok umur -termasuk menjadi kapten tim U-19- dan hingga kini pun ia masih
menjadi andalan timnas senior. Artinya, Natkho memang pemain dengan kelas internasional. Bukan karir internasional biasa pula mengingat ia menjadi
minoritas Muslim dalam skuat yang didominasi pemain beragama Yahudi.
Keberhasilan Natkho menembus skuat Israel
dan hingga kini menjadi andalan juga menghadirkan kisah tersendiri. Kakek
buyutnya berasal dari Karachay-Cherkessia, wilayah utara pegunungan Kaukasus
yang berbatasan dengan Georgia, yang juga masih menjadi bagian dari negara
Rusia. Penduduk asli wilayah ini sering disebut sebagai Circassian. Sang kakek
buyut bersama para Muslim lainnya melakukan emigrasi ke wilayah Turki pada
pertengahan abad ke-19 sebelum kembali berpindah ke Kfar Kama, wilayah Israel
utara (yang sempat menjadi wilayah Palestina).
Di kota inilah Natkho lahir, lalu kemudian
tumbuh sebagai pesepak bola. Karir yuniornya dihabiskan di klub Hapoel Tel
Aviv, di mana ia kemudian memulai debut tim senior musim 2006-07 bersama Ben
Sahar, penyerang yang sempat bermain di Chelsea. Total, ia bermain sebanyak 147
kali untuk Hapoel, termasuk beberapa performa di kompetisi antarklub Eropa. Performa
gemilang ini kemudian membawanya ke Rusia di mana Rubin Kazan menjadi destinasi
selanjutnya. Di Kazan, ia menjadi pemain andalan dan bermain selama empat musim
sebelum hijrah ke PAOK. Semasa bermain di klub wilayah selatan Rusia tersebut,
harga pemain ini sempat menyentuh 12 juta euro menurut situs Transfermarkt,
menandakan bahwa ia bukanlah pemain dengan kelas medioker.
Seperti dikutip dari situs
Russianfootballnews, darah olahraga memang mengalir deras dari keluarga
besarnya. Adam, salah satu kerabatnya pernah bermain untuk klub Kuban
Krasnodar dan Druzhba-Maikop. Ia juga memiliki sepupu bernama Nili Natkho,
seorang mantan pebasket yang tewas dalam kecelakaan mobil tahun 2004 silam.
Beberapa kalangan menjuluki Natkho dengan
fantastis, yaitu Xavi dari Circassian. Bukan julukan sembarangan lantaran
merujuk pada playmaker Barcelona,
Xavi Hernandez. Meskipun memiliki kemiripan dalam beberapa aspek teknis, tentu
saja Xavi berada beberapa level di atas Natkho jika dilihat dari pengalaman
maupun pencapaian. Natkho juga belum teramat teruji lantaran belum pernah
bermain di liga top Eropa. Namun dengan menjadi pemain kunci di sebuah tim
papan atas Rusia, jalan menuju pengembangan karir jelas terbuka lebar untuknya.
No comments:
Post a Comment