Domenico Berardi, 19 tahun dan berbakat. Foto: footballmanagerstory.com |
Entah mengapa saya agak malas menulis soal AC Milan
belakangan ini. Seolah seluruh artikel dan tulisan yang ada telah mewakili. Sudah
terlalu obvious untuk dilakukan
analisa, terlalu basi untuk didebatkan, dan terlalu satir untuk dibela.
Kedatangan Keisuke Honda dan Adil Rami –Rami telah berlatih
bersama selama berbulan-bulan- seakan memberi harapan baru yang akan
memperbaiki performa Rossoneri pada paruh kedua Seri A 2013/2014. Honda diharap
memberi kualitas yang mereduksi mediokritas penciptaan peluang, sementara Rami
diharap mampu menambal kebocoran lini belakang. Pada kenyataannya, Cristian
Zapata yang terus dipasang meski pemain ini kerap salah posisi dan gegabah. Tolong
dipahami bahwa performa Zapata di Milan berbeda dengan Zapata yang berbaju
Udinese tiga-empat musim silam.
Debut Honda telah berlangsung kurang lebih setengah jam kala
bersua Sassuolo. Ya, Sassuolo klub promosi yang performanya juga sama tidak
konsistennya dengan Milan. Namun siapa sangka juara Seri B yang presidennya
terang-terangan mengaku sebagai Milanista ini ini membuat debut Honda di Italia
terasa hambar.
Honda masuk menggantikan Robinho, yang satu golnya di babak
pertama menjadi pledoi bagi Allegri untuk mempertahankannya meski dalam 20
menit babak kedua ia sudah terlihat clueless.
Saat akhirnya Honda masuk, permainan Milan berubah cukup drastis dengan
tambahan kelas yang dibawa oleh sang playmaker Jepang.
Berbagai kans bagus tercipta, lebih-lebih setelah ditarik
keluarnya pencetak poker, Domenico Berardi. Jangan sampai ketinggalan
informasi, Berardi yang dimiliki setengah-setengah oleh Sassuolo dan Juventus
ini baru berusia 19 tahun dan telah mencetak 11 gol di Seri A musim ini,
termasuk sebuah hattrick kala jumpa Sampdoria pada giornata 12 dan sebuah gol yang menahan imbang AS Roma di Olimpico
sepekan berselang.
Ditarik keluarnya prontagonis lawan setelah mereka unggul
ini mengingatkan saya pada cerita laga lawan Torino dan Livorno beberapa bulan
silam. Kala itu, Alessio Cerci dan Luca Siligardi ditarik keluar setelah tim
mereka unggul. Akibatnya, Milan berhasil mengunci laga dan gol tercipta tinggal
menunggu waktu. Khas Allegri.
Laga yang berlangsung di region Emilio-Romagna ini akhirnya
berakhir dengan kemenangan 4-3 untuk tuan rumah. Tiang gawang juga turut
memusuhi Milan, termasuk Honda dan Pazzini. Upaya yang dilancarkan baik
terencana maupun sporadis hanya mampu menambah sebuah gol di babak kedua. Mereka
tidak mampu mengejar gol demi gol yang dicetak Berardi, pemain kidal yang entah
kebetulan atau tidak memiliki karakteristik spesial untuk meluluhlantakkan
pertahanan Milan seperti yang dilakukan oleh Cerci, Siligardi, dan juga Leo
Messi di kancah UCL.
Setidaknya saya memperhatikan satu hal bahwa pertahanan Milan
memang sangat lemah menghadapi pemain menyerang kidal yang kerap bermain
melebar, baik sebagai inverted winger
maupun secunda punta (second striker). Urby Emanuelson yang kerap
dipasang sebagai bek kiri memang tidak memiliki kapasitas mumpuni untuk
bertahan dengan kuat. Dan pelatih Eusebio Di Francesco tahu betul bahwa
kualitas finishing yang dimiliki
Berardi lebih dari cukup untuk memanfaatkan celah di antara Emanuelson dan bek
tengah kiri, yang saat itu diisi Daniele Bonera.
Sekadar saran, mungkin Allegri dapat mencoba menempatkan
pemain berkaki natural kanan jika menghadapi lawan yang memiliki pemain bertipe
ini. Sebagaimana diketahui, menempatkan seorang bek kiri yang tidak kidal cukup
efektif untuk meredam seorang inverted winger.
Sudah bukan hal aneh, bukan jika dalam laga-laga memimpin
Milan, Allegri selalu berhasil menampilkan drama hingga laga usai. Dan skenario
roller-coaster sebagai kompensasi buruknya pertahanan memang terjadi. Menunjukkan sebuah tim yang immature. Serangkaian
peluang tercipta, bahkan banyak di antaranya berkategori peluang emas. Namun publik
Alberto Braglia -yang merupakan kandang asli Modena, digunakan Sassuolo karena
stadion Enzo Ricci tidak memenuhi syarat- urung melihat comeback dramatis Milan
dalam laga terakhir putaran pertama Seri A ini.
Sepertinya memang harus berkata arrivederci kepada kompetisi
UCL musim depan, dan harapkan partisipasi Eropa lewat jalur Coppa Italia,
kejuaraan yang ironisnya sudah 11 tahun tidak dimenangi Rossoneri.