Enam bulan lalu,
Max Allegri menjalani pekan-pekan ultimatum. Ia dihakimi atas hasil buruk Milan
yang membuat mereka terperosok hingga sempat menduduki peringkat 15.
Pertandingan ultimatum itu adalah melawan Napoli, Anderlecht, dan Juventus.
Sebelum ultimatum itu, Allegri dibuat malu oleh skuat Vincenzo Montella,
Fiorentina. Hasil 1-3 di kandang sendiri sungguh tak termaafkan. Namun Allegri
membawa Milan bangkit dengan meraih 2 kemenangan dan sebuah hasil seri dari 3
laga tersebut. 3 laga itu adalah awal dari kebangkitan Milan dalam meraih
rentetan hasil positif hingga kini menduduki tangga ketiga klasemen Seri a.
Kini, Allegri
masih menangani Milan dalam sebuah laga paling penting Milan musim ini, melawan
Siena. Hasil laga ini menentukan akan bermain di kompetisi Eropa yang mana Milan
musim depan. Tidak bosan-bosannya saya bilang, pencapaian ke zona ini adalah
sebuah fairytale bagi Milan, yang sebelumnya dipersiapkan untuk mengalami musim
overhaul.
Allegri berupaya
menyingkirkan warisan Carlo Ancelotti. Ia ingin Milan bermain sesuai caranya.
Ia mengumpulkan para petarung di lini tengah dan para penyerang modern yang
mampu melakoni berbagai peran di lini depan.
Tidak perlu saya
jelaskan bagaimana Riccardo Montolivo menjadi sepenting Andrea Pirlo di era
Ancelotti, sudah terlalu banyak yang menjelaskannya. Namun jika saya telisik,
Allegri berupaya mengikuti jejak tim yang lebih sangar dari Milan Ancelotti,
yaitu timnasi Brazil di tahun 1970.
Oh tentu saya
berkelakar. Mana ada tim yang bisa menyaingi hegemoni tim terbaik dunia
sepanjang masa itu. Tapi yang pasti, Allegri mengambil pendekatan yang sama
dengan Mario Zagallo ketika membawa Brazil merebut trofi Jules Rimet itu.
Allegri, seperti
mencontoh yang Zagallo lakukan saat itu, mengumpulkan pemain-pemain berkarakteristik
sama. Brazil terkenal dengan “five number 10” dengan menempatkan Pele, Tostao,
Jairzinho, Rivelino dan Gerson. Sementara Allegri mengumpulkan 5 orang pekerja
keras dalam timnya.
Bukan, saya
bukannya membicarakan pekerja keras seperti Gennaro Gattuso. Lihatlah komposisi
Balotelli, El Shaarawy, Boateng, Muntari dan Montolivo. Kesamaan dari mereka
semua adalah pekerja keras, dan kecuali Montolivo dan Balotelli, mereka lebih
“berteknik” daripada Gattuso. Dengan kata lain, Allegri menempatkan 5 pemain dengan
kedisiplinan taktik yang bagus, sekaligus memiliki imajinasi memadai untuk
mendominasi laga dan menciptakan peluang.
Seperti layaknya
tim Italia, Allegri membuat Milan bertahan dengan mengandalkan sistem dan
kuantitas pemain. Sadar tidak memiliki bek sekaliber Nesta dan Thiago Silva,
Allegri memaksimalkan Mexes-Zapata namun dengan lapisan pelindung yang lebih
baik. Bukan cuma Mexes-Zapata yang menjadi kekhawatiran Allegri, namun ia juga
memiliki dua full back tidak murni (Abate-Constant), seorang full back medioker
(Antonini) dan seorang full back pemula (De Sciglio).
Dengan cadangan
bek tengah seperti Yepes, Zaccardo dan Bonera, Allegri jelas tidak bisa
berharap mereka dapat menyamai level para legenda. Untuk itu, Allegri membuat
sistem pertahanan yang dimulai dari lini depan.
Kita tidak
pernah melihat Balotelli hanya menunggu di mulut gawang lawan. Selain karakter
Balo yang memang sering bermain ke dalam, Allegri menginstruksikannya untuk
menjadi perebut bola pertama saat lawan menguasai bola. Sebagai bukti sahih,
jumlah tekel per game yang ia miliki meningkat dari 0.6 per game saat ia masih
di Manchester City menjadi 1.1 tekel per game.
Sementara dua
winger yang ditempati El Shaarawy dan Boateng atau Niang selalu ditugasi dobel
oleh Allegri. Selain membantu penyerangan, mereka juga diwajibkan melakukan
track back guna membantu dua full back. Kita sering sekali melihat El Shaarawy
melakukan intersep ataupun tekel penting setelah lawan mampu mengadali De
Sciglio atau Constant.
Dua gelandang
dinamis, Montolivo dan Muntari atau Flamini juga memiliki defensive awareness
yang baik. Selain melapis lini tengah, mereka juga tidak jarang ikut membantu
full back, terlebih jika menghadapi lawan yang memiliki winger berbahaya. Dan
terlebih lagi, kedua pemain ini juga dituntut mendistribusi bola baik ke sayap
maupun langsung ke tengah.
Antonio Labbate,
jurnalis sepak bola Italia mengatakan bahwa kehadiran Balotelli mengubah
dimensi permainan Milan, meski ada pula pengaruhnya pada ketajaman El Shaarawy.
Labbate mengemukakan bahwa meski El Shaarawy hanya mencetak 1 gol sejak
kehadiran Balotelli, namun mereka masih berada pada tahap adaptasi. Jika proses
adaptasi berjalan lancar, mereka berdua akan membentuk barisan depan yang
menakutkan musim depan.
Jika lebih
diamati lagi, kehadiran Balotelli bukannya mengurangi ketajaman El Shaarawy,
namun memberi sumber gol alternatif bagi
Milan, yang sebelum datangnya Balo dipegang tunggal oleh Il Faraone. Dan yang
spesial, kehadiran Balo juga memberi motivasi ekstra bagi Pazzini. Sang bomber secara
mengejutkan mampu mencetak 15 gol sejauh ini, dimana beberapa diantaranya ia
cetak melalui doppietta dan tripletta.
Pazzini memang
berbeda dengan Balo. Kehadiran Pazzo membuat permainan Milan seperti tim-tim
Inggris yang mengandalkan crossing. Namun energi yang Pazzini timbulkan
menjadikan permainan Milan yang diperkuatnya sangat menghibur dan memikat. Bola
seperti lebih sering berada di pertahanan lawan.
Laga lawan Siena
nanti akan bersamaan dengan laga Fiorentina lawan Pescara. Baik Siena maupun
Pescara sudah tidak mencari apapun di Seri a karena mereka sudah terdegradasi. Agak
sedikit melenceng dari konteks, rivalitas Toscana antara Siena dengan
Fiorentina bisa jadi mempengaruhi laga ini. Siena juga sering diasosiasikan
dengan Juventus -yang notabene bitter rival dari Fiorentina- terbukti dengan arus perpindahan pemain yang
deras diantara kedua kubu.
Bagi para
penggila teori konspirasi, laga ini jelas rawan match-fixing. Kompetisi Seri a
memang kental reputasinya dengan permainan kotor semacam ini. Milan harus
berhati-hati dan fokus. Milan harus menang dengan meyakinkan agar
tudingan-tudingan yang ditakutkan akan muncul menjadi sirna. Allegri butuh
lebih dari sekadar teriakan “DAI!! DAI!! DAI!!” demi meloloskan Milan ke Liga
Champions, yang juga sekaligus pertaruhan bagi karirnya di Rossoneri. Sosok Mister
yang memang bukan rahasia lagi tidak disukai oleh Berlusconi, yang katanya sih
sudah menyiapkan nama-nama seperti Luciano Spaletti, bahkan Clarence Seedorf
sebagai calon pengganti Allegri.
Pergi atau
tinggal, yang penting menangkan dulu laga untuk dikenang ini, Allegri!
No comments:
Post a Comment