Pages

Wednesday, May 15, 2013

Laga Untuk Dikenang


Enam bulan lalu, Max Allegri menjalani pekan-pekan ultimatum. Ia dihakimi atas hasil buruk Milan yang membuat mereka terperosok hingga sempat menduduki peringkat 15. Pertandingan ultimatum itu adalah melawan Napoli, Anderlecht, dan Juventus. Sebelum ultimatum itu, Allegri dibuat malu oleh skuat Vincenzo Montella, Fiorentina. Hasil 1-3 di kandang sendiri sungguh tak termaafkan. Namun Allegri membawa Milan bangkit dengan meraih 2 kemenangan dan sebuah hasil seri dari 3 laga tersebut. 3 laga itu adalah awal dari kebangkitan Milan dalam meraih rentetan hasil positif hingga kini menduduki tangga ketiga klasemen Seri a.

Kini, Allegri masih menangani Milan dalam sebuah laga paling penting Milan musim ini, melawan Siena. Hasil laga ini menentukan akan bermain di kompetisi Eropa yang mana Milan musim depan. Tidak bosan-bosannya saya bilang, pencapaian ke zona ini adalah sebuah fairytale bagi Milan, yang sebelumnya dipersiapkan untuk mengalami musim overhaul.

Allegri berupaya menyingkirkan warisan Carlo Ancelotti. Ia ingin Milan bermain sesuai caranya. Ia mengumpulkan para petarung di lini tengah dan para penyerang modern yang mampu melakoni berbagai peran di lini depan.

Tidak perlu saya jelaskan bagaimana Riccardo Montolivo menjadi sepenting Andrea Pirlo di era Ancelotti, sudah terlalu banyak yang menjelaskannya. Namun jika saya telisik, Allegri berupaya mengikuti jejak tim yang lebih sangar dari Milan Ancelotti, yaitu timnasi Brazil di tahun 1970.

Oh tentu saya berkelakar. Mana ada tim yang bisa menyaingi hegemoni tim terbaik dunia sepanjang masa itu. Tapi yang pasti, Allegri mengambil pendekatan yang sama dengan Mario Zagallo ketika membawa Brazil merebut trofi Jules Rimet itu.

Allegri, seperti mencontoh yang Zagallo lakukan saat itu, mengumpulkan pemain-pemain berkarakteristik sama. Brazil terkenal dengan “five number 10” dengan menempatkan Pele, Tostao, Jairzinho, Rivelino dan Gerson. Sementara Allegri mengumpulkan 5 orang pekerja keras dalam timnya.

Bukan, saya bukannya membicarakan pekerja keras seperti Gennaro Gattuso. Lihatlah komposisi Balotelli, El Shaarawy, Boateng, Muntari dan Montolivo. Kesamaan dari mereka semua adalah pekerja keras, dan kecuali Montolivo dan Balotelli, mereka lebih “berteknik” daripada Gattuso. Dengan kata lain, Allegri menempatkan 5 pemain dengan kedisiplinan taktik yang bagus, sekaligus memiliki imajinasi memadai untuk mendominasi laga dan menciptakan peluang.

Seperti layaknya tim Italia, Allegri membuat Milan bertahan dengan mengandalkan sistem dan kuantitas pemain. Sadar tidak memiliki bek sekaliber Nesta dan Thiago Silva, Allegri memaksimalkan Mexes-Zapata namun dengan lapisan pelindung yang lebih baik. Bukan cuma Mexes-Zapata yang menjadi kekhawatiran Allegri, namun ia juga memiliki dua full back tidak murni (Abate-Constant), seorang full back medioker (Antonini) dan seorang full back pemula (De Sciglio).

Dengan cadangan bek tengah seperti Yepes, Zaccardo dan Bonera, Allegri jelas tidak bisa berharap mereka dapat menyamai level para legenda. Untuk itu, Allegri membuat sistem pertahanan yang dimulai dari lini depan.

Kita tidak pernah melihat Balotelli hanya menunggu di mulut gawang lawan. Selain karakter Balo yang memang sering bermain ke dalam, Allegri menginstruksikannya untuk menjadi perebut bola pertama saat lawan menguasai bola. Sebagai bukti sahih, jumlah tekel per game yang ia miliki meningkat dari 0.6 per game saat ia masih di Manchester City menjadi 1.1 tekel per game.

Sementara dua winger yang ditempati El Shaarawy dan Boateng atau Niang selalu ditugasi dobel oleh Allegri. Selain membantu penyerangan, mereka juga diwajibkan melakukan track back guna membantu dua full back. Kita sering sekali melihat El Shaarawy melakukan intersep ataupun tekel penting setelah lawan mampu mengadali De Sciglio atau Constant.

Dua gelandang dinamis, Montolivo dan Muntari atau Flamini juga memiliki defensive awareness yang baik. Selain melapis lini tengah, mereka juga tidak jarang ikut membantu full back, terlebih jika menghadapi lawan yang memiliki winger berbahaya. Dan terlebih lagi, kedua pemain ini juga dituntut mendistribusi bola baik ke sayap maupun langsung ke tengah.

Antonio Labbate, jurnalis sepak bola Italia mengatakan bahwa kehadiran Balotelli mengubah dimensi permainan Milan, meski ada pula pengaruhnya pada ketajaman El Shaarawy. Labbate mengemukakan bahwa meski El Shaarawy hanya mencetak 1 gol sejak kehadiran Balotelli, namun mereka masih berada pada tahap adaptasi. Jika proses adaptasi berjalan lancar, mereka berdua akan membentuk barisan depan yang menakutkan musim depan.

Jika lebih diamati lagi, kehadiran Balotelli bukannya mengurangi ketajaman El Shaarawy, namun memberi sumber gol alternatif  bagi Milan, yang sebelum datangnya Balo dipegang tunggal oleh Il Faraone. Dan yang spesial, kehadiran Balo juga memberi motivasi ekstra bagi Pazzini. Sang bomber secara mengejutkan mampu mencetak 15 gol sejauh ini, dimana beberapa diantaranya ia cetak melalui doppietta dan tripletta.

Pazzini memang berbeda dengan Balo. Kehadiran Pazzo membuat permainan Milan seperti tim-tim Inggris yang mengandalkan crossing. Namun energi yang Pazzini timbulkan menjadikan permainan Milan yang diperkuatnya sangat menghibur dan memikat. Bola seperti lebih sering berada di pertahanan lawan.

Laga lawan Siena nanti akan bersamaan dengan laga Fiorentina lawan Pescara. Baik Siena maupun Pescara sudah tidak mencari apapun di Seri a karena mereka sudah terdegradasi. Agak sedikit melenceng dari konteks, rivalitas Toscana antara Siena dengan Fiorentina bisa jadi mempengaruhi laga ini. Siena juga sering diasosiasikan dengan Juventus -yang notabene bitter rival dari Fiorentina-  terbukti dengan arus perpindahan pemain yang deras diantara kedua kubu.

Bagi para penggila teori konspirasi, laga ini jelas rawan match-fixing. Kompetisi Seri a memang kental reputasinya dengan permainan kotor semacam ini. Milan harus berhati-hati dan fokus. Milan harus menang dengan meyakinkan agar tudingan-tudingan yang ditakutkan akan muncul menjadi sirna. Allegri butuh lebih dari sekadar teriakan “DAI!! DAI!! DAI!!” demi meloloskan Milan ke Liga Champions, yang juga sekaligus pertaruhan bagi karirnya di Rossoneri. Sosok Mister yang memang bukan rahasia lagi tidak disukai oleh Berlusconi, yang katanya sih sudah menyiapkan nama-nama seperti Luciano Spaletti, bahkan Clarence Seedorf sebagai calon pengganti Allegri.

Pergi atau tinggal, yang penting menangkan dulu laga untuk dikenang ini, Allegri!

No comments:

Post a Comment