Barbara-Galliani (photo from Bola.net/Ansa) |
Begitu banyak perubahan terjadi
kepada Milan sepanjang tahun 2015 ini, baik di dalam maupun luar
lapangan. Reputasi klub berjuluk Rossoneri makin menukik lantaran absen dari kompetisi antarklub
Eropa selama dua musim beruntun. Logikanya, dengan reputasi yang semakin
terkikis, maka sponsor akan lebih sulit merapat dan pemain-pemain berkualitas
akan sulit diboyong ke kubu San Siro, yang tentu saja akan membuat kesebelasan dengan
akar Inggris ini makin terpuruk.
Namun klub sepak bola tidak
dibangun hanya dalam satu dekade terakhir saja. Milan beruntung masih tidak
malu-maluin jika dibicarakan sejarahnya, meskipun penggemar bola kekinian bakal
menertawakan hal ini karena ketidaktahuan. Bagaimanapun, Presiden Silvio Berlusconi menghentikan
pestanya, lalu bangkit dari sofa kulitnya yang empuk akibat geram menyaksikan
sepak terjang klubnya. Ketiadaan Leonardo dan Ariedo Braida di kursi direksi,
meski akan enggan diakui, menyisakan bentang kompetensi yang menganga.
Kolaborasi antara sang putri, Barbara, dengan sang tangan kanan Adriano Galliani, dinilainya belum saling mengisi.
Barbara mengurusi bisnis, yang proyek besarnya adalah pembangunan stadion baru.
Sementara Galliani, dengan pengalaman segudang di jendela transfer mengurusi rekrutmen
pemain. Namun, tindak-tanduk Silvio kemudian meninggalkan tanda tanya,
alih-alih pujian. Proyek pembangunan stadion baru sedianya bagai oase di tengah
padang pasir batal akibat harga yang dianggap terlalu mahal dan
ketidaksepakatan dengan Fondazione Fiera, pihak yang memiliki lahan di kawasan
Portello.
Dari sisi finansial, alasan batalnya proyek ini memang patut dipertanyakan. Biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan infrastruktur merupakan pos yang dikecualikan dari koreksi UEFA Financial Fair Play. Mungkin saja pertimbangan Berlusconi adalah ketersediaan cash flow dan hutang yang akan semakin membengkak, dan pastinya para analis keuangan atau konsultan yang dipekerjakan untuk melakukan financial due diligence sudah menghitungnya dengan akurat.
Barbara Berlusconi, sang project
leader pun meradang. “Seharusnya proyek stadion ini
menjadi langkah besar bagi Milan. Namun akhirnya klub memutuskan untuk bertahan
di San Siro. Sangat disayangkan. Mendekorasi ulang San Siro tentu lebih sulit
ketimbang membuat stadion baru,” ujarnya. Memang mengherankan, pembatalan ini terjadi setelah proyek dikerjakan Barbara selama dua tahun.
Peralihan kepemilikan juga urung
terjadi hingga detik ini. Negosiasi dengan Bee Taechaubol, orang yang ditunjuk
oleh sebuah konsorsium dari Asia sebagai perwakilan, masih belum menemui titik
terang. Tuntutan harga 480 juta euro sebagai ganti 48% saham Rossoneri
sepertinya sulit dipenuhi (atau dianggap terlalu mahal) bagi konsorsium ini,
padahal Berlusconi sudah keukeuh
dengan harga ini. Pendukung pun sudah mempertanyakan kedalaman kantong dari
konsorsium Asia ini.
Berlusconi pun akhirnya kembali
menyuntikkan dana besar di bursa transfer sebelum Milan terpuruk semakin dalam.
Sebesar 150 juta euro dikeluarkannya untuk membenahi skuat Milan yang memang
sudah terlalu medioker dalam tiga musim terakhir. Hasilnya, pemain seperti
Carlos Bacca, Andrea Bertolacci dan Alessio Romagnoli hadir. Ketiga pemain ini
didatangkan dengan total harga 75 juta euro untuk memenuhi kebutuhan dari
pelatih baru, Sinisa Mihajlovic.
Namun hasil-hasil di lapangan
masih belum mencerminkan keberhasilan dari investasi besar Berlusconi. Posisi
Milan di klasemen masih di bawah tiga besar, dan kekurangan masih terlihat
jelas di sana-sini. Milan masih terlihat sulit mengalahkan lawan yang menumpuk
pemain-pemainnya di kotak penalti, juga kerap gagal mempertahankan keunggulan.
Akibatnya, Milan masih menderita kekalahan dari tim seperti Genoa, juga hanya
mampu meraih hasil imbang melawan Atalanta, Carpi dan Hellas Verona. Melawan tim-tim
besar seperti Inter, Juventus dan Fiorentina, Milan juga menderita kekalahan.
Kemajuan Yang Mulai Dirasakan
“Saya sudah mengeluarkan 150 juta
euro, tapi Milan masih sulit menang. Saya marah, memangnya Anda tidak?”
Pernyataan keras Berlusconi ini tentu
saja menyudutkan Mihajlovic. Padahal jika melihat performa tim secara
keseluruhan, Mihajlovic telah melakukan pekerjaannya dengan maksimal. Berikut
beberapa di antaranya:
Pembelian Yang Membawa Hasil
Berlusconi perlu menyadari bahwa
membutuhkan lebih dari satu jendela transfer dan uang 150 juta euro untuk
merombak skuat yang terlalu medioker namun bergaji besar. “Bacca, Bertolacci
dan Romagnoli memang berharga mahal, tapi ketiganya menjadi pemain penting
sejauh ini,” ungkap Mihajlovic.
Ucapan yang tidak salah karena
Bacca sudah mencetak 8 gol hanya dari 13 tembakan ke gawang musim ini.
Bayangkan jika servis yang didapat penyerang Kolombia ini lebih baik.
Bertolacci memang belum menjustifikasi harga 20 juta euro, namun dalam beberapa
penampilan, produk asli AS Roma ini menambah kreativitas di lini tengah.
Sementara Romagnoli telah menjadi bek tengah andalan meski usianya masih 20
tahun.
Keberhasilan pemain-pemain ini
menjadi starter, bersama Juraj Kucka dan Luiz Adriano membuktikan bahwa pembelian
pemain gratisan namun sudah tua dan habis hanyalah menumpuk masalah. Ada harga,
ada rupa. Berlusconi tentu familiar dengan hal ini karena ketika datang kali
pertama sebagai presiden, ia langsung mengeluarkan uang banyak untuk membeli
trio Belanda yaitu Ruud Gullit, Marco Van Basten dan Frank Rijkaard. Begitu pula
saat ia mendatangkan Andriy Shevchenko, Filippo Inzaghi Rui Costa dan
Alessandro Nesta. Mereka semua memang mahal, tapi bersinonim dengan kejayaan.
Investasi sebesar 150 juta euro
memang besar, namun jika dikatakan menyelesaikan semua masalah pun tidak. Setidaknya
masih butuh tambahan beberapa pemain di lini belakang dan tengah untuk membawa
tim ini sejajar dengan para penghuni papan atas. Dan tentu saja kesabaran untuk
menjadikan pemain-pemain ini menyatu mendukung taktik Mihajlovic.
Penjualan Para ‘Dead Woods’
Di era Mihajlovic pula Milan
berhasil memangkas pengeluaran gaji dan menyingkirkan pemain-pemain yang sudah ‘bagus
banget ya enggak, tapi jelek banget ya enggak’ seperti Michael Essien, Sulley
Muntari, Cristian Zaccardo, Daniele Bonera. Dalam beberapa bulan ke depan, kita
mungkin tidak akan lagi melihat Cristian Zapata, Philippe Mexes, Antonio
Nocerino, Jose Mauri, Alessio Cerci, Andrea Poli, Suso atau Nigel De Jong.
Bukan hanya mereka saja, posisi Keisuke
Honda dan Diego Lopez pun terancam, meski performa mereka hanya cemerlang kalah
dibanding pesaing mereka.
Penjualan atau pelepasan
pemain-pemain ini bukan hanya memberi Milan tambahan pendapatan, tapi juga
penghematan signifikan atas biaya gaji yang sudah membengkak dan merampingkan
skuat yang sudah terlalu gemuk. Untuk tim yang tidak mengikuti kejuaraan Eropa,
memiliki 28 pemain bagaikan pria lajang Jakarta membawa tiga koper pakaian
hanya untuk menginap tiga hari di Lembang.
Bangkitnya Youth Project
Ketika Pippo Inzaghi menangani
Milan musim lalu, sempat terpendar harapan akan diturunkannya pemain-pemain
Primavera Milan, mengingat Inzaghi dipromosikan dari sana. Namun ironisnya, tidak
ada satu pun pemain-pemain muda ini yang angkat nama di tim senior di bawah
kepemimpinan Pippo. Saya bukannya ingin menyalahkan Pippo, karena mungkin
tekanan besar untuk meraih hasil positif lah yang membawa pertimbangan Pippo
untuk tidak menurunkan pemain-pemain muda yang dinilainya belum siap.
Namun di tangan Mihajlovic, youth project bukan sekadar wacana.
Mihajlovic dengan berani menurunkan Davide Calabria beberapa kali di posisi bek
kanan. M’baye Niang juga mulai menunjukkan kepercayaan diri dan ketajaman. Dan tidak
lain, Mihajlovic berjasa besar dalam mempromosikan Gianluigi Donnarumma, kiper wonderkid berusia 16 tahun yang kini
telah menjadi dagangan paling mahal dari Mino Raiola, sang super agen.
No comments:
Post a Comment