Pages

Saturday, December 26, 2015

AC Milan: Review Tahun 2015

Barbara-Galliani (photo from Bola.net/Ansa)

Begitu banyak perubahan terjadi kepada Milan sepanjang tahun 2015 ini, baik di dalam maupun luar lapangan. Reputasi klub berjuluk Rossoneri makin menukik lantaran absen dari kompetisi antarklub Eropa selama dua musim beruntun. Logikanya, dengan reputasi yang semakin terkikis, maka sponsor akan lebih sulit merapat dan pemain-pemain berkualitas akan sulit diboyong ke kubu San Siro, yang tentu saja akan membuat kesebelasan dengan akar Inggris ini makin terpuruk.

Namun klub sepak bola tidak dibangun hanya dalam satu dekade terakhir saja. Milan beruntung masih tidak malu-maluin jika dibicarakan sejarahnya, meskipun penggemar bola kekinian bakal menertawakan hal ini karena ketidaktahuan. Bagaimanapun, Presiden Silvio Berlusconi menghentikan pestanya, lalu bangkit dari sofa kulitnya yang empuk akibat geram menyaksikan sepak terjang klubnya. Ketiadaan Leonardo dan Ariedo Braida di kursi direksi, meski akan enggan diakui, menyisakan bentang kompetensi yang menganga.

Kolaborasi antara sang putri, Barbara, dengan sang tangan kanan Adriano Galliani, dinilainya belum saling mengisi. Barbara mengurusi bisnis, yang proyek besarnya adalah pembangunan stadion baru. Sementara Galliani, dengan pengalaman segudang di jendela transfer mengurusi rekrutmen pemain. Namun, tindak-tanduk Silvio kemudian meninggalkan tanda tanya, alih-alih pujian. Proyek pembangunan stadion baru sedianya bagai oase di tengah padang pasir batal akibat harga yang dianggap terlalu mahal dan ketidaksepakatan dengan Fondazione Fiera, pihak yang memiliki lahan di kawasan Portello.

Dari sisi finansial, alasan batalnya proyek ini memang patut dipertanyakan. Biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan infrastruktur merupakan pos yang dikecualikan dari koreksi UEFA Financial Fair Play. Mungkin saja pertimbangan Berlusconi adalah ketersediaan cash flow dan hutang yang akan semakin membengkak, dan pastinya para analis keuangan atau konsultan yang dipekerjakan untuk melakukan financial due diligence sudah menghitungnya dengan akurat.

Barbara Berlusconi, sang project leader pun meradang. “Seharusnya proyek stadion ini menjadi langkah besar bagi Milan. Namun akhirnya klub memutuskan untuk bertahan di San Siro. Sangat disayangkan. Mendekorasi ulang San Siro tentu lebih sulit ketimbang membuat stadion baru,” ujarnya. Memang mengherankan, pembatalan ini terjadi setelah proyek dikerjakan Barbara selama dua tahun.

Peralihan kepemilikan juga urung terjadi hingga detik ini. Negosiasi dengan Bee Taechaubol, orang yang ditunjuk oleh sebuah konsorsium dari Asia sebagai perwakilan, masih belum menemui titik terang. Tuntutan harga 480 juta euro sebagai ganti 48% saham Rossoneri sepertinya sulit dipenuhi (atau dianggap terlalu mahal) bagi konsorsium ini, padahal Berlusconi sudah keukeuh dengan harga ini. Pendukung pun sudah mempertanyakan kedalaman kantong dari konsorsium Asia ini.

Berlusconi pun akhirnya kembali menyuntikkan dana besar di bursa transfer sebelum Milan terpuruk semakin dalam. Sebesar 150 juta euro dikeluarkannya untuk membenahi skuat Milan yang memang sudah terlalu medioker dalam tiga musim terakhir. Hasilnya, pemain seperti Carlos Bacca, Andrea Bertolacci dan Alessio Romagnoli hadir. Ketiga pemain ini didatangkan dengan total harga 75 juta euro untuk memenuhi kebutuhan dari pelatih baru, Sinisa Mihajlovic.

Namun hasil-hasil di lapangan masih belum mencerminkan keberhasilan dari investasi besar Berlusconi. Posisi Milan di klasemen masih di bawah tiga besar, dan kekurangan masih terlihat jelas di sana-sini. Milan masih terlihat sulit mengalahkan lawan yang menumpuk pemain-pemainnya di kotak penalti, juga kerap gagal mempertahankan keunggulan. Akibatnya, Milan masih menderita kekalahan dari tim seperti Genoa, juga hanya mampu meraih hasil imbang melawan Atalanta, Carpi dan Hellas Verona. Melawan tim-tim besar seperti Inter, Juventus dan Fiorentina, Milan juga menderita kekalahan.

Kemajuan Yang Mulai Dirasakan
“Saya sudah mengeluarkan 150 juta euro, tapi Milan masih sulit menang. Saya marah, memangnya Anda tidak?”

Pernyataan keras Berlusconi ini tentu saja menyudutkan Mihajlovic. Padahal jika melihat performa tim secara keseluruhan, Mihajlovic telah melakukan pekerjaannya dengan maksimal. Berikut beberapa di antaranya:

Pembelian Yang Membawa Hasil
Berlusconi perlu menyadari bahwa membutuhkan lebih dari satu jendela transfer dan uang 150 juta euro untuk merombak skuat yang terlalu medioker namun bergaji besar. “Bacca, Bertolacci dan Romagnoli memang berharga mahal, tapi ketiganya menjadi pemain penting sejauh ini,” ungkap Mihajlovic.

Ucapan yang tidak salah karena Bacca sudah mencetak 8 gol hanya dari 13 tembakan ke gawang musim ini. Bayangkan jika servis yang didapat penyerang Kolombia ini lebih baik. Bertolacci memang belum menjustifikasi harga 20 juta euro, namun dalam beberapa penampilan, produk asli AS Roma ini menambah kreativitas di lini tengah. Sementara Romagnoli telah menjadi bek tengah andalan meski usianya masih 20 tahun.

Keberhasilan pemain-pemain ini menjadi starter, bersama Juraj Kucka dan Luiz Adriano membuktikan bahwa pembelian pemain gratisan namun sudah tua dan habis hanyalah menumpuk masalah. Ada harga, ada rupa. Berlusconi tentu familiar dengan hal ini karena ketika datang kali pertama sebagai presiden, ia langsung mengeluarkan uang banyak untuk membeli trio Belanda yaitu Ruud Gullit, Marco Van Basten dan Frank Rijkaard. Begitu pula saat ia mendatangkan Andriy Shevchenko, Filippo Inzaghi Rui Costa dan Alessandro Nesta. Mereka semua memang mahal, tapi bersinonim dengan kejayaan.

Investasi sebesar 150 juta euro memang besar, namun jika dikatakan menyelesaikan semua masalah pun tidak. Setidaknya masih butuh tambahan beberapa pemain di lini belakang dan tengah untuk membawa tim ini sejajar dengan para penghuni papan atas. Dan tentu saja kesabaran untuk menjadikan pemain-pemain ini menyatu mendukung taktik Mihajlovic.

Penjualan Para ‘Dead Woods’
Di era Mihajlovic pula Milan berhasil memangkas pengeluaran gaji dan menyingkirkan pemain-pemain yang sudah ‘bagus banget ya enggak, tapi jelek banget ya enggak’ seperti Michael Essien, Sulley Muntari, Cristian Zaccardo, Daniele Bonera. Dalam beberapa bulan ke depan, kita mungkin tidak akan lagi melihat Cristian Zapata, Philippe Mexes, Antonio Nocerino, Jose Mauri, Alessio Cerci, Andrea Poli, Suso atau Nigel De Jong.

Bukan hanya mereka saja, posisi Keisuke Honda dan Diego Lopez pun terancam, meski performa mereka hanya cemerlang kalah dibanding pesaing mereka.

Penjualan atau pelepasan pemain-pemain ini bukan hanya memberi Milan tambahan pendapatan, tapi juga penghematan signifikan atas biaya gaji yang sudah membengkak dan merampingkan skuat yang sudah terlalu gemuk. Untuk tim yang tidak mengikuti kejuaraan Eropa, memiliki 28 pemain bagaikan pria lajang Jakarta membawa tiga koper pakaian hanya untuk menginap tiga hari di Lembang.

Bangkitnya Youth Project
Ketika Pippo Inzaghi menangani Milan musim lalu, sempat terpendar harapan akan diturunkannya pemain-pemain Primavera Milan, mengingat Inzaghi dipromosikan dari sana. Namun ironisnya, tidak ada satu pun pemain-pemain muda ini yang angkat nama di tim senior di bawah kepemimpinan Pippo. Saya bukannya ingin menyalahkan Pippo, karena mungkin tekanan besar untuk meraih hasil positif lah yang membawa pertimbangan Pippo untuk tidak menurunkan pemain-pemain muda yang dinilainya belum siap.

Namun di tangan Mihajlovic, youth project bukan sekadar wacana. Mihajlovic dengan berani menurunkan Davide Calabria beberapa kali di posisi bek kanan. M’baye Niang juga mulai menunjukkan kepercayaan diri dan ketajaman. Dan tidak lain, Mihajlovic berjasa besar dalam mempromosikan Gianluigi Donnarumma, kiper wonderkid berusia 16 tahun yang kini telah menjadi dagangan paling mahal dari Mino Raiola, sang super agen.

No comments:

Post a Comment