Semasa kecil di lapangan sepak bola, sudah tercipta image bahwa yang paling jago di lapangan adalah seorang striker. Striker dalam sebuah tim sepak bola anak-anak biasanya adalah sosok yang memiliki keunggulan fisik dibanding teman-temannya. Lari cepat, tendangan keras, gocekan mantap adalah skill wajib yang dimiliki striker cilik demi mendapatkan respek dari kawan dan lawan. Ditambah ego besar, karena dirinya selalu ingin menjadi yang terbaik, ingin dipandang dan menjadi pemimpin tidak resmi dimata kawan-kawannya.
Tapi, orang macam ini biasanya punya kelemahan yang nyata yaitu sifat pemarah. Kekuatannya tidak akan ada artinya jika emosinya terpancing. Provokasi lawan atau kegagalan mencetak gol sering kali membuat pemain hebat ini justru merugikan tim sendiri.
Saya punya teman masa kecil yang memiliki sifat persis seperti itu. Memiliki sepasang kaki yang kokoh dan sifat yang selalu ingin dipuji, teman saya itu sering membuat lawan gentar dengan kekuatan tendangan dan determinasinya.
Namun di banyak kesempatan, terutama dalam pertandingan besar, teman saya ini tidak mampu mengontrol emosinya. Berkelahi di lapangan tidak jarang dilakukannya, walaupun setelah itu dia menyesal.
Siapa yang tidak kenal Zlatan Ibrahimovic. Milan sungguh beruntung memiliki striker jangkung yang punya skill olah bola ajaib ini yang membuatnya dijuluki Ibrakadabra. Ibra diakui dunia sebagai striker dengan skill terbaik, walaupun sering terkesan malas mengejar bola.
Meski peran utamanya adalah sebagai finisher, justru dia sering memberi assist yang berkelas. Di Milan versi Max Allegri, Ibra memiliki tuntutan permainan yang berbeda.
Allegri memang mengakui bahwa dia menjadikan Ibra sebagai pusat permainan timnya. Memberikan bola kepadanya lalu menjadikannya pencetak gol utama. Di banyak kesempatan, muncullah Ibradependencia atau ketergantungan pada Ibra.
Namun di Milan, Ibra tidak melulu diberi peran mencetak gol. Jika sedang diserang, Ibra sering terllihat membantu pertahanan, kadang pula dia menjadi seorang false-nine, bahkan false-ten yang membuat lawan sulit menjaganya. Milan-nya Allegri adalah Milan yang dinamis.
Allegri menyukai pemain-pemain yang banyak berlari dan aktif melakukan pressing. Karena itulah pemain-pemain seperti Mark Van Bommel, Kevin Prince Boateng, dan Antonio Nocerino menemukan mojo-nya di Milan, sementara pemain stylish macam Andrea Pirlo dibuang.
Memiliki Ibra adalah jaminan memenangkan gelar liga, dan itu sudah terbukti di sepanjang kariernya. Kini manajemen membidik target lebih tinggi lagi yaitu gelar Scudetto dan juga Liga Champions, ketika Ibra belum pernah meraihnya.
Pada pertandingan first knock-out minggu lalu, Milan berhasil memenangi leg pertama secara meyakinkan 4-0 atas Arsenal. Walaupun segalanya bisa terjadi di Emirates Stadium, Allegri telah mematahkan trauma Milan atas klub-klub Inggris. Dan lebih menggembirakan lagi, Ibra mencetak gol di laga itu.
Di liga Italia sendiri, Ibra kembali menjadi pesakitan setelah diskors tiga pertandingan akibat tindakan emosionalnya menampar Salvatore Aronica saat melawan Napoli. Kejadian ini mengulangi catatannya musim lalu ketika dia diusir dua kali di putaran kedua seri A, yang membuatnya absen dalam beberapa pertandingan.
Dan sama seperti musim lalu, Milan berhasil melalui pertandingan tanpa Ibra dengan kemenangan. Allegri mampu menjawab tudingan Ibradependencia dengan mengandalkan kolektivitas dan kemampuan banyak pemainnya dalam mencetak gol. 17 pemain Milan sudah muncul di score-sheet, yang merupakan tertinggi di seri A.
Allegri sudah memiliki plan b, yang memungkinkan Milan tetap tampil baik meski tanpa Ibra. Allegri lebih memercayai pemain muda. Ketimbang memainkan Pippo Inzaghi, Allegri lebih memilih Stephan El-Shaarawy sekarang yang permainannya makin menanjak.
Tanpa Ibra yang mengandalkan skill ajaib dan kekuatan fisiknya saat menyerang, Allegri mengubah pendekatan ke arah kecepatan dan kolektivitas. Pemain seperti Kevin-Prince Boateng, Robinho, dan Urby Emanuelson kini menjadi pilar-pilar penting dalam skema tanpa Ibra milik Allegri.
Dukungan manajemen yang brilian di bursa transfer juga amat membantu kerja Allegri, dengan memberikannya banyak pemain-pemain berguna untuk tim. Allegri mampu membuat Maxi Lopez, Djamel Mesbah dan Sulley Muntari langsung tampil bagus dan cepat menyatu dengan skema permainan.
Muntari datang di saat yang tepat. Milan memang memiliki 12 gelandang musim ini, tapi pemain seperti Van Bommel, Claerance Seedorf, Gennaro Gattuso dan Massimo Ambrosini memiliki kondisi fisik yang rentan karena usia dan sebagian lagi seperti Alex Merkel, Alberto Aquilani, Rodney Strasser dan Mathieu Flamini masih berada di ruang perawatan.
Mengandalkan Emanuelson dan Nocerino terus menerus tentu bukan langkah bijak, karena jika mereka cedera maka praktis tidak ada pelapis. Kehadiran Muntari memang penting, walaupun dalam beberapa waktu terakhir permainannya menurun. Ingat, Milan adalah tim yang memiliki reputasi bagus dalam mengembalikan performa pemain yang anjlok.
Dengan mulai kembalinya pemain-pemain cedera dari ruang perawatan, Milan bisa berharap untuk meraih kejayaan musim ini, dengan atau tanpa Ibra di lapangan.
(Tulisan ini juga dimuat di Berita Satu http://www.beritasatu.com/blog/olahraga/1416-milan-tidak-tergantung-ibrahimovic.html)
WOOWWW.. blog kamu kreatif banget, sampe betah deh..
ReplyDeletesalam kenal yah nti kalo ada waktu liat-liat n kunjungi blog aku yah, aq juga udah follow blog kamu tuh... Herry