Segera setelah keberhasilan
Atletico Madrid menyingkirkan Bayern Muenchen dalam semifinal Liga Champions
musim 2015-16, terjadi perdebatan yang memang tak pernah usai menyoal sepak
bola negatif. Oleh sebagian pengagum sepak bola menyerang, kemenangan Los
Rojiblancos dipandang tidak layak. Kesebelasan asal kota Madrid ini disebut
hanya menunggu lawan berbuat kesalahan, lalu melancarkan serangan balik
mematikan, bagaikan kucing garong yang menunggu ibu-ibu lengah dalam mengawasi
ikan asin yang akan digorengnya. Licik dan kurang bermartabat.
Ribut-ribut soal ini rasanya
hampir setiap tahun terjadi, dan bukan hal yang sama sekali baru. Tidak sedikit
yang mengutuk kesebelasan yang memainkan sepak bola negatif walaupun tidak
sedikit pula yang membelanya.
Kalau bicara selera, saya jelas
lebih menyukai sepak bola menyerang. Johan Cruyff, Gustavz Sebes, Rinus
Michels, Tele Santana dan Pep Guardiola adalah sedikit tokoh pelatih atau
pelaku sepak bola yang saya kagumi. Saya juga menyukai skill tinggi yang dimiliki pemain seperti Roberto Baggio, visi luar
biasa dari Juan Roman Riquelme, juga kepemimpinan Socrates dan kisah Laszlo
Kubala. Karena itulah blog ini bernama Classic Number 10, bukannya Center Half, Stopper atau Bek Sayap.
Sepak bola jelas tidak dapat
disamakan dengan olahraga-olahraga beregu lain. Dalam olahraga bola voli
misalnya, terjadi banyak angka yang tercipta dalam satu pertandingan. Begitu
pula bola basket, atau bahkan futsal sekalipun yang mirip dengan sepak bola.
Dalam olahraga yang perpindahan skornya terjadi begitu cepat, memang wajar saja
jika upaya menggagalkan peluang mencetak angka akan diberi penghargaan lebih. Sepak
bola? Dalam 90 menit pertandingan, malah begitu banyak yang berakhir tanpa satu
gol pun.
Padahal, gol adalah tujuan utama
sebuah kesebelasan bermain. Sebanyak apapun umpan pendek yang dilakukan, dan
seberapa besar penguasaan bola yang dimiliki, tidak akan ada gunanya jika sebuah
kesebelasan tidak mampu mencetak gol. Mencetak gol sebanyak mungkin semestinya
menjadi tujuan utama mengapa sebuah kesebelasan bertanding sepak bola. Maka
karena itulah, kesebelasan yang bermain hanya untuk melimitasi peluang lawan
mencetak gol akan lebih tidak disukai.
Kembali ke kemenangan Atletico,
akan sangat wajar jika banyak yang mencaci ketimbang memuji. Kisah sukses
Atleti melaju ke babak final mengulangi cerita yang mereka jalani dua tahun
silam menurut pendapat saya tidak bisa disamakan dengan kisah kemenangan tim underdog. Kesebelasasn Atletico Madrid
sekarang berbeda dengan FC Porto tahun 2004 misalnya, apalagi Leicester City
yang memenangi Liga Primer Inggris musim 2015-16.
Sejak ditangani Diego Pablo
Simeone, Atleti telah bertransformasi dari kesebelasan yang semula hanya
menjadi bayang-bayang duopoli Real Madrid-Barcelona, menjadi kesebelasan dengan
kekuatan yang kini nyaris setara. Kekuatan finansial mereka pun, meski masih
berada jauh di bawah Madrid-Barca, namun telah berada jauh di atas level
Valencia, Sevilla atau Villareal misalnya. Pendek kata, Atleti kini bukanlah kesebelasan
medioker yang miskin dan teraniaya, tetapi kini mereka telah merangkak naik
menjadi bagian dari golongan elit.
Sekadar menafsirkan kegusaran
banyak orang, para penggemar sepak bola menyerang menyayangkan pilihan taktik
Atleti yang memilih untuk bermain dengan mentalitas kucing garong dan kesebelasan
gurem. Hanya menunggu lawan berbuat kesalahan, lalu melancarkan serangan balik
yang efektif dan mematikan. Dengan barisan pemain-pemain ciamik seperti Koke,
Saul Niguez, Antoine Griezman, hingga Fernando Torres yang tengah bangkit, para
penggemar sepak bola jelas berharap Simeone menginstruksikan kesebelasannya
untuk meladeni armada Pep Guardiola dengan berani dan terbuka.
Jika memang demikian, mereka
mungkin lupa bahwa timnas Brasil tahun 1994 adalah timnas Brasil yang berciri
defensif. Pada saat berlaga di babak final melawan Italia, mereka lebih banyak
bermain aman, dan tidak lupa menjaga Roberto Baggio, pemain berbahaya Italia
dengan ketat. Kesebelasan asuhan Carlos Alberto Pareira ini pada akhirnya
memaksakan laga diakhiri dengan adu tendangan penalti yang akhirnya mereka
menangi.
Pareira menggelar taktik ini atas
dasar kewaspadaannya pada kehebatan Italia. Namun pendekatan Pareira jelas
berbeda ketika lawan yang dihadapi adalah Rusia atau Kamerun, yang kemampuannya
berada di bawah mereka. Hal yang sama dapat kita lihat dari Atleti. Mereka akan
mendominasi permainan saat menghadapi Rayo Vallecano atau Granada, tetapi jelas
keadaannya berbeda ketika menghadapi Barcelona. Pendek kata, mau kesebelasan
kita bermain seperti apa adalah pilihan mutlak yang tidak bisa dihakimi. Ini hanyalah
pilihan taktik, sesederhana itu.
Kemenangan yang didapat dengan
mendominasi penguasaan bola dan menghibur dengan pertunjukan skill tentu saja
merupakan kemenangan yang paripurna. Tapi percayalah, kemenangan yang didapat
dari kecerdikan dan kesabaran pun akan terasa tidak kalah sempurnanya. Saya pernah
merasakannya saat mengalahkan tim yang di atas kertas lebih kuat dalam turnamen
classmeeting SMA dulu. Ini menjadi
salah satu kekayaan dari olahraga sepak bola yang tidak dimiliki olahraga lain.
Dalam balapan Formula 1 misalnya, sangat jarang kita melihat pebalap tim gurem berbagi
podium dengan pebalap Ferrari, Red Bull atau McLaren.
Pada akhirnya, mengatur seperti
apa sepak bola harus dinikmati adalah sebuah kesia-siaan. Ini hanyalah soal
selera, dan kita tidak dapat menyalahkan selera pribadi yang tentunya
subjektif. Seperti halnya kita tidak bisa mencibir orang yang lebih doyan makan
dada ayam penyet daripada paha ayam penyet, makan bubur ayam diaduk atau tidak
diaduk, atau makan soto ayam dengan kuah dicampur atau dipisah. Mendebatkan siapa
yang benar antara Guardiola dan Simeone, sepak bola menyerang melawan sepak bola
ultra defensif hanyalah membuang-buang waktu. Suka atau tidak, kemenangan akan bergilir
antara kesebelasan dengan gaya berbeda tersebut, namun sayangnya perdebatan
mengenai siapa yang pantas menang, sepertinya tidak akan berakhir karena memang
mungkin sudah sifat dasar manusia untuk merasa bahwa pilihan dan seleranya
adalah yang paling benar.
Situs Taruhan Ayam Indonesia yang populer di AgenS128, yang bisa anda mainkan disini dengan nyaman dan aman.
ReplyDeleteDengan minimal deposit hanya Rp 50.000 saja sudah bisa mainkan semua permainan yang ada di dalamnya.
Bonus Cashback Rollingan bisa anda dapatkan setiap minggu di hari selasa
Cara perhitungan Bonus Cashback, dihitung dari win/lose dati hari senin sampai minggu per periode, dan dibagikan setiap hari Selasa
BONUS BESAR KLIK DISINI
AGEN SBOBET
JUDI BOLA ONLINE
SABUNG AYAM S128
SABUNG AYAM SV388
AGEN SBOBET, MAXBET
PROMO BONUS SABUNG AYAM
FREECHIPS SABUNG AYAM
JUDI TARUHAN SABUNG AYAM
BANDAR BOLA TERPERCAYA
AGEN SITUS TARUHAN BOLA
AGEN SBOBET
SITUS JUDI TARUHAN TERPERCAYA 2019
TANGKASNET
JUDI CASINO ONLINE
Untuk info selanjutnya, bisa hubungi kami di:
WEBSITE : https://www.linktr.ee/s128agen
BBM : D8B84EE1 / AGENS128
WA : 0852-2255-5128 .
Terima kasih .. Salam Agens128 :)