Pages

Tuesday, May 22, 2012

Menonton “Swansea City” di Liga Indonesia

The attractive side of Indonesian football

Seorang teman berkata "Gue kagak minat nonton pertandingan Liga Indonesia, mau IPL atau ISL sama aja. Mending nonton Liga Inggris." Kata-katanya menggambarkan ketidakpedulian, atau mungkin ketidaksukaannya kepada sepakbola Indonesia, realita yang sebenarnya harus dia sadari ketimbang mati-matian membela klub Eropa yang jauh disana dan tidak memiliki hubungan apapun dengan dia.

"Liga Indonesia itu mainnya kasar dan gak enak dilihat, wasit juga sering gak bener, bikin males nontonnya." Begitu lanjutnya. Saya mulai mengerti alasannya, yang mungkin juga alasan ini diamini sebagian besar orang Indonesia yang mengaku sebagai pecinta sepakbola.

Itu baru masalah teknis pertandingan, belum lagi bicara konflik dualisme federasi yang mungkin akan membuat bertambah mumet lagi pikiran teman saya itu, bertambah malas lagi menonton pertandingan sepakbola Indonesia.

Teman saya itu mungkin belum pernah menyaksikan pertandingan yang dimainkan oleh sebuah tim dari Kalimantan. Tim yang memainkan sepakbola dengan atraktif dan sangat enak dilihat. Tim itu adalah Persiba Balikpapan, tim yang berdiri pada tahun 1950 dan prestasi tertingginya adalah posisi 3 Liga Super Indonesia tahun 2009 (bukan babak delapan besar Liga Indonesia pada tahun 2006 - seperti tertulis sebelumnya). Tim yang secara tradisi bukanlah tim papan atas ini mampu memainkan sepakbola yang berfilosofi ball possession.

Beberapa kali saya menyaksikan mereka bertanding, mereka membuat saya merasa tidak sedang menyaksikan liga Indonesia. Selain Persipura dan Sriwijaya FC, merekalah tim yang enak ditonton, dengan kadar kenikmatan yang berbeda.

Jika Persipura dan Sriwijaya FC didukung skill tinggi dan materi pemain yang bagus, Persiba tidak seperti itu. Persiba adalah salah satu dari sedikit tim di Indonesia yang konsisten memainkan pola 4-3-3 dengan baik sepanjang musim ini. Lini tengah adalah senjata utama mereka dimana disitu bercokol 3 gelandang yang memainkan perannya dengan sangat eksepsional. Umpan-umpan pendek mereka peragakan, tidak seperti tim Indonesia lainnya yang umumnya mengandalkan umpan panjang.

Esteban Gullien berposisi sebagai deep-lying playmaker. Serangan selalu berawal dari pemain asal Uruguay yang juga piawai dalam eksekusi bola mati ini. Dia bisa dibilang Andrea Pirlo liga Indonesia. Gullien didukung oleh pasangan gelandang tengah box-to-box terbaik saat ini, Ahmad Sembiring dan Asri Akbar. Serangan tim berjuluk Beruang Madu inipun makin variatif didukung oleh dua bek sayap yang sering naik, Supriadi dan Heri Susilo. Sebuah pola permainan yang jarang diperlihatkan oleh tim dari Indonesia.

Khusus Ahmad Sembiring dan Asri Akbar, dynamic duo ini kerap muncul dari lini kedua dan bergerak ke segala arah permainan. Sering melepas tembakan jarak jauh ataupun muncul memanfaatkan pantulan dari lone-striker sekaligus kapten Aldo Baretto. Jika Anda melihat aksi Asri Akbar saat mereka bertandang ke Stadion Siliwangi menghadapi Persib Bandung, Anda akan melihat betapa efektifnya peran dari gelandang berusia 28 tahun itu. Dan bisa dibayangkan jika tim nasional Indonesia diisi oleh mereka berdua dan ditopang Ahmad Bustomi sebagai gelandang bertahan.

Prahara yang Persiba timbulkan bagi lawan tidak berhenti disitu saja, dua penyerang sayap gesit yang sama-sama berasal dari Jepang, Kenji Adachihara dan Shohei Matsunaga kerap memainkan variasi berupa crossing ataupun gerakan cut-inside yang diakhiri tembakan menyilang. Bahkan mereka kerap melakukan switching posisi yang sangat membingungkan lini pertahanan lawan.

Saat bertahan, mereka berlaku sebagai unit dimana para pemain saling melapis sehingga membentuk pertahanan solid yang dikomandoi bek asal Kroasia, Tomislav Labudovic yang berduet dengan Rahmat Latif. Lini pertahanan mereka makin aman dengan berdirinya Made Wirawan dibawah mistar gawang. Kiper yang tampil sangat gemilang saat Indonesia menahan imbang tanpa gol Arab Saudi dalam partai uji coba ini adalah salah satu penjaga gawang terbaik Indonesia saat ini.

Semua itu diramu oleh kejeniusan pelatih asal Inggris, Peter Butler. Pelatih yang berpengalaman di region ASEAN dan Australia itu mampu membuat tim yang bermain sangat menarik dan menguasai ball possession. Secara hiperbolik, kita bisa bandingkan mereka dengan Swansea City, Borussia Monchengladbach, Athletic Bilbao dan bahkan Barcelona sebagai master of tiki taka. Mereka adalah tim-tim yang dianggap memainkan sepakbola paling menarik saat ini.

Sayangnya Butler sudah tidak lagi menangani Persiba karena permasalahan yang kabarnya menyangkut masalah keuangan dan legalitas ISL yang turut membuat visa kerjanya bermasalah. Tugas berat kini berada di pundak pelatih baru mereka asal Jerman, Hans-Peter Schaller yang menggantikan Butler untuk tetap mempertahankan posisi Persiba di papan atas kompetisi ISL.

Kepergian Butler karena alasan non-teknis ini sangatlah disayangkan. Persiba dibawanya menjadi sebuah tim yang tengah menanjak dan nyaman di papan atas sekaligus memainkan sepakbola indah. Fondasi dan filosofi yang sudah dibangun terancam ambruk dan harus dibangun lagi dari awal. Padahal menurut Butler, Indonesia adalah permata sepakbola dunia yang terpendam. “Terbanglah ke Indonesia dan tontonlah pertandingan sepakbola langsung di Stadion, Anda tidak akan terkejut karena sebuah pertandingan yang disaksikan 40 hngga 50 ribu penonton bukanlah hal aneh disini.” Tutup Butler.

Terima kasih Butler, telah membawa “Swansea City” ke liga Indonesia.

4 comments:

  1. Esteban, Sembiring (dan Bustomi) sebenarnya sudah berkolaborasi di Arema musim lalu. Kombinasi midfield mereka memang bagus.

    Kolektivitas permainannya kentara, tidak seperti Carlos de Melo atau Luciano Leandro dulu yg lebih dominan. 3 pemain di atas justru jadi sebuah unit.

    ReplyDelete
  2. setuju Mas. Esteban, Bustomi & Ahmad Sembiring atau Asri Akbar memang sebuah unit yang perannya mampu menggantikan sosok fantasista yang umumnya sangat diandalkan tim. Sesuai kolektivitas yang memang dituntut oleh sepakbola modern sekarang, mereka mainnya sabar dari kaki ke kaki gak sekedar passing ngawur kedepan dan mengandalkan sprint semata.

    ReplyDelete
  3. Artikel yang cukup menarik... Setuju bahwa Persiba, Sriwijaya, dan Persipura memainkan sepak bole terbaik saat ini. Saya sekedar masukan aja nih bro:

    1. Prestasi tertinggi Persiba itu dua musim lalu, finish peringkat ketiga di bawah Arema & Persipura.

    2. Mungkin bisa memakai foto yang lebih update karena yang dibicarakan adalah Persiba musim ini sedangkan yang ada di foto adalah Persiba musim lalu dengan komposisi pemain yang banyak berubah.

    3. Tambahan: Sembiring, Bustomi, dan Esteban tidak pernah benar-benar berkolaborasi di Arema. Bustomi menjadi pelapis ketika Sembiring masih menjadi starter di Arema 3 musim lalu, sedangkan Esteban datang setengah musim setelah Sembiring hijrah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sip.. Thanks atas koreksi dan masukannya, segera diupdate..

      Delete