Pages

Friday, November 2, 2012

The Debt United



Sebagai pendukung klub, mana yang anda pilih antara stabilitas keuangan yang bagus namun prestasi biasa saja atau performa lapangan yang bagus namun memiliki resiko besar di finansial? Jawabannya jelas relatif. Sebagai “pendukung sejati”, boleh jadi anda akan selalu membela apapun kebijakan klub, boleh jadi pula hanya peduli akan performa di lapangan dan tidak peduli akan tabel dan kurva njelimet yang menunjukkan performa keuangan klub. Namun suka atau tidak suka, angka-angka inilah yang menentukan kelangsungan hidup sebuah klub.

Ambil contoh Leeds United. Para pendukung klub ini sempat mengalami ketegangan membanggakan saat berlaga di semi final Liga Champions musim 2000/2001. Anda yang sudah bermain Playstation sejak era Winning Eleven 12 tahun lalu mungkin senang memakai tim ini sebagai jagoan karena lawan akan sulit menandingi kecepatan lari Harry Kewell, kemampuan duel udara Mark Viduka, kekuatan bertahan Rio Ferdinand, hingga akuratnya tendangan bebas kaki kiri Ian Harte.

Kekalahan di semifinal Liga Champions ternyata tidak terbayar oleh hasil di Liga Primer. Leeds hanya menduduki peringkat kelima karena kalah bersaing dengan Newcastle United. Kegagalan lolos ke Liga Champions ini berbuntut panjang karena berarti kegagalan mendapatkan pemasukan besar untuk melunasi utang-utang mereka.

Disitulah awal kehancuran The Whites dimulai. Pemain-pemain hebat tersebut tidak mampu menyelamatkan klub dari kebangkrutan. Nyatanya, hutang yang timbul akibat kebijakan transfer dan gaji tinggi pemain membuat kehebatan Leeds tergerus hingga harus menjual pemain-pemain mahal mereka. Pelucutan kekuatan tim membuat performa semakin menurun. Setelah terdegradasi ke Championship Division musim 2003/2004, Leeds masuk administrasi tahun 2007, yang kemudian mengharuskan mereka bermain di divisi tiga. Anda tentu tidak mau klub favorit anda bernasib seperti itu.

Kekhawatiran akan jeratan badai finansial mulai menghinggapi pendukung Manchester United sejak tahun 2005. United mulai menjadi klub dengan hutang menumpuk sejak Malcolm Glaazer mengambil alih klub 7 tahun lalu. Seperti dilansir CNBC, Glazer mengambilalih Manchester United dengan nilai 1,4 miliar US Dollar. Glazer membeli klub dengan utang sebesar 600 juta US Dollar untuk mengakuisisi klub yang menurut survei memiliki 659 juta pendukung di seluruh dunia (sumber lain 330 juta) dari pengusaha Irlandia John Magnier dan JP McManus. Sebuah klub dengan image global.

Hutang tentu saja berbunga. Hutang akuisisi United membebankan setan merah pada kewajiban membayar bunga sebesar 60 juta poudsterling per tahunnya. Glazer tahu persis bahwa dengan image yang mendunia, pendapatan komersial United akan sanggup melunasi pembayaran bunga hutangnya. Tidak heran, banyak suporter United yang membenci Glazer karena hal ini tentu melemahkan United di bursa transfer.

Ironis memang karena dari perspektif finansial, United selalu menjadi salah satu yang terdepan. Firma keuangan Deloitte menempatkan United di posisi ketiga Deloitte Football Money League 2011 dan majalah Forbes menempatkan United sebagai The Most Valuable Soccer Club selama 8 tahun berturut-turut.

Selama ini, Glazer dapat duduk tenang di rumahnya di Florida, jauh dari markas latihan United di Carrington. Glazer yang jarang menonton langsung di Old Trafford juga tidak pernah mendengarkan nyanyian pengusirannya oleh para pendukung. Dia juga mungkin tidak peduli-peduli amat pada syal hijau-emas yang diayun-ayunkan puluhan ribu pendukung yang diinisiasi oleh sekelompok pendukung yang tergabung dalam MUST (Manchester United Supporters Trust). Toh selama dalam kepemilikannya prestasi United tetaplah stabil. 4 gelar Premiership, sebuah gelar Liga Champions plus dua kali menjadi finalis dalam kurun waktu 7 tahun jelas bukan prestasi buruk, malah menjadi catatan positif dalam Curiculum Vitae sang pengusaha.

Glazer mungkin tidak terlalu mengerti sepak bola, namun setidaknya dia tahu bahwa prestasi demi prestasi yang ditorehkan skuad Sir Alex Ferguson akan mengalihkan perhatian para suporter pada sektor finansial. United memang tetap bertahan sebagai klub elit berkat tangan dingin Fergie dan pemain-pemain seperti Paul Scholes, Nemanja Vidic, Wayne Rooney, Ryan Giggs dan Patrice Evra yang mampu bermain dengan standar tertinggi mereka dalam waktu yang lama.

Glazer ”hanya” mengeluarkan uang transfer pemain sebesar 150 juta euro (bersih), bandingkan dengan Roman Abramovich yang memoles Chelski dan Sheik Mansour dengan jumlah jauh lebih besar. Glazer bahkan harus menjual Cristiano Ronaldo seharga 80 juta euro ke Real Madrid karena United memang tidak lagi memiliki cukup taji di bursa transfer. Sementara Chelsea menggunakan utang untuk membeli pemain dan Arsenal menggunakannya untuk membangun stadion, hutang Manchester United selama ini yang berjumlah nyaris 500 juta pound tersebut diputar oleh Glazers untuk membeli perusahaan lain. Kebencian suporter makin membesar ketika harga tiket terus naik. Dengan kenaikan harga tiket hingga 42% sejak Glazer mengambilalih klub, Glazer telah mengambil sepak bola dari kaum pekerja.

Keadaan menjadi tidak bersahabat bagi pengusaha keturunan Yahudi Lithuania ini musim lalu. Kalah selisih gol dari Manchester City di Premier League dan tersingkir di babak penyisihan grup Liga Champions adalah sinyal tanda bahaya. Tidak ingin suporter semakin berisik, Glazer mengambil langkah strategis dengan menggelar Initial Public Offering (IPO) saham United di New York.

Glazer memiliki alasan bagus mengapa mengadakannya di New York. Investor Amerika Serikat familiar dengan kepemilikan Glazer pada klub NFL Tampa Bay Buccaners dan First Allied Corp, selain itu penempatan Manchester United sebagai Most Valuavble Soccer Club oleh majalah Forbes yang berbasis di Amerika Serikat juga ditengarai akan menempatkan United pada posisi tawar yang bagus. Tidak hanya itu, Glazer memindahkan markas holding company United ke Cayman Island, yurisdiksi Tax Haven yang dikenal memegang erat kerahasiaan bank dan tarif pajaknya rendah. Dengan demikian, United adalah klub asal kota Manchester di Inggris dengan pemilik di Florida, sahamnya terdaftar di NYSE, dan perusahaan induknya berlokasi di Cayman Island. Makin lama makin mirip Lord Voldemort dengan horcrux-nya.

Tujuan dari IPO senilai 100 juta US Dollar tersebut seperti telah banyak dikupas oleh media, adalah untuk membantu mengurangi hutang dari klub termasuk bunganya. Teorinya, dengan dibayarnya bunga, beban keuangan klub tentu akan berkurang, dan United memiliki dana segar untuk bermain di bursa transfer pemain.

Namun kabar terakhir justru menyebutkan bahwa harga saham United kini berada di kisaran 14 US Dollar per lembar, bukan 16-18 seperti ekspektasi mereka sebelumnya. Chris Smith dari Forbes bahkan tidak menyarankan untuk membeli saham A United, saham yang dilepas untuk publik. Saham yang tidak akan membuat anda memperoleh dividen dan hanya bernilai sepersepuluh dari saham B yang dimiliki pihak keluarga Glazer. Sejarah juga berbicara bahwa tim-tim olahraga bukanlah ”pemain” yang bagus di bursa saham. Jangan lupa bahwa dengan skema ini, Glazer tidak akan kehilangan kekuasaannya atas United.

Kedatangan Robin Van Persie dan Shinji Kagawa dengan total lebih dari 40 juta pound adalah bentuk pancingan dan kibasan angin surga yang dilakukan Glazer kepada fans United untuk menunjukkan bahwa United baik-baik saja dan Opa Glazer amat peduli pada klub ini. Ini juga ditunjang dengan deal baru terkait sponsorship senilai 200 juta pound dengan Chevrolet untuk durasi 7 tahun, tentu akan tetap memberikan pemasukan komersial yang besar sekaligus memperpanjang kiprah Glazer di United.

Keluarga Glazer percaya meskipun ditangan mereka Manchester United bertransformasi menjadi The Debt United, namun dengan skema-skema transaksi keuangan canggih yang kerap mereka jalankan plus tangan dingin Fergie, semuanya akan baik-baik saja. Setidaknya begitulah menurut mereka, untuk saat ini.

(Tulisan ini telah dimuat di @bolatotal - www.bolatotal.com -)

No comments:

Post a Comment