Pages

Friday, January 20, 2012

Perjuangan Klub Sepak Bola dari Selatan Italia

“Beberapa hari setelah mencetak gol ke gawang Milan, ada seorang fans yang menghampiri saya, lalu memberikan saya seekor kuda balap miliknya.” Demikianlah pengakuan penyerang Napoli, Ezequiel Lavezzi kepada wartawan. Lavezzi, yang oleh para Neapolitan sudah dianggap nyaris setara dengan Diego Maradona memang sangat terkesan dengan fanatisme warga Naples terhadap tim sepak bola mereka, Societa Sportiva Calcio Napoli.

Seperti halnya di wilayah Basque dan Catalonia di Spanyol, wilayah selatan Italia memang mewakili sikap inferior terhadap wilayah tertentu lainnya. Perasaan inferior yang secara naluriah bisa berubah menjadi kebencian yang ditumpahkan ke lapangan hijau lewat penampilan terbaik adalah sebuah kepuasan tersendiri yang merupakan sisi lain yang menarik dari sepak bola.

Wilayah selatan Italia sering diperlakukan seolah warga negara kelas dua oleh mereka yang berada di utara. Pasalnya, Italia bagian utara adalah wilayah industri maju yang diisi oleh kota segitiga emas, yaitu Milan, Turin, dan Genova. Karakter disiplin, well-manneredwell-organized tapi dingin dan kaku itu berbanding terbalik dengan karakter keras, lugas, kurang disiplin, tapi hangat dan ramah dari wilayah selatan.

Semua orang pasti pernah mendengar cerita tentang mafia, sindikat kejahatan terorganisir yang berbasis di selatan Italia. Baru-baru ini diberitakan bahwa sindikat kejahatan Camorra, yang notabene salah satu yang tertua di Italia mengincar pemain-pemain Napoli dan kerabatnya.

Pesepakbola, terutama yang bergaji besar adalah target mereka. Edinson Cavani dan Marek Hamsik baru-baru ini menjadi korban perampokan dan perampasan mereka. Betapa sepak bola adalah bagian tidak terpisahkan dari sebuah masyarakat, dan perlindungan terhadap pesepakbola adalah pekerjaan rumah yang menanti Italia selatan, jika ingin para pesepakbola jago itu bertahan.

Italia selatan secara geografis dan klimatologi memang tidak seberuntung utara. Curah hujan tinggi di musim hujan dan panas yang menyengat di musim panas, kontur tanah yang tidak rata, menjadikan Italia selatan miskin hasil bumi karena sulit penggarapannya. Kontribusi selatan terhadap perekonomian Italia dinilai masih rendah.

Hal ini berpengaruh ke sektor sepak bola. Prestasi klub sepak bola mereka seperti Napoli, Palermo, Cagliari apalagi Reggina, Messina  dan Livorno jauh di bawah bayang-bayang klub utara seperti Milan, Juventus, ataupun Inter. “Kami adalah kaki, kalian bola.” Mungkin itulah yang ada di benak orang-orang Italia utara merujuk pada peta negara mereka yang berbentuk seperti sebuah kaki wanita yang menendang bola.

Keajaiban sesaat sepak bola Italia selatan yang paling terkenal tentu kisah Diego Maradona, yang sempat membawa kejayaan bagi Napoli di tahun 80-an. Maradona menjadi simbol budaya dan seolah menjadi dewa di Napoli setelah memberi dua gelar seri A dan satu gelar Piala UEFA, prestasi yang masih belum bisa diulangi hingga saat ini.

Nomor 10 Napoli dipensiunkan untuk menghormati jasa-jasanya. Jauh sebelum kebintangannya di kota Napoli, kedatangan Diego dari Barcelona dengan transfer tujuh juta pound yang merupakan nilai fantastis saat itu adalah prakarsa para petinggi Napoli yang bersikeras mendatangkan sang bintang demi memperbaiki keadaan mereka.  

"It is time that this city stops suffering, at least in the stadium." Demikian pernyataan Napoli saat kedatangan si anak emas. Penyambutan lebih dari 90 ribu orang di stadion San Paolo saat kedatangan perdananya adalah hal yang pertama kali terjadi di dunia olahraga. Pengkultusan tidak masuk akal yang mendekati ketuhanan, demikianlah sihir Maradona saat itu.


lebih lengkap lagi di http://www.beritasatu.com/blog/olahraga/1323-perjuangan-klub-sepak-bola-dari-selatan-italia.html

No comments:

Post a Comment