Pages

Thursday, April 18, 2013

Hari Ini Pasti Menang: "Memanusiakan" Seorang Superstar

Ijinkan saya memberikan review singkat terhadap film yang baru saya saksikan kemarin, yaitu Hari Ini pasti Menang (HIPM) arahan sutradara Andibachtiar Yusuf.
Ucup, panggilan dari sutradara yang memang sering mengangkat tema sepak bola dalam film-filmnya ini membuat gebrakan yang sangat berani dalam filmnya kali ini. Ia mengangkat cerita yang sangat berbeda dari film sepak bola kebanyakan. Cerita yang satir.
Di film berdurasi 2 jam ini, diceritakan bahwa sepak bola Indonesia sudah maju, bertolak belakang dari keadaan sebenarnya. Indonesia baru saja tersingkir dari babak perempat final Piala Dunia tahun 2014 di Brasil, dan bintang utama Gabriel Omar Baskoro baru saja meraih gelar topskor. Namun bukan itu yang hendak diangkat oleh film ini.
Alih-alih menampilkan fragmen-fragmen utopis atau menonjolkan heroisme yang mampu membuncahkan harapan, film ini justru menonjolkan sisi gelap dari sebuah industri sepak bola yang sudah tertata rapi dan mapan. Sisi gelap tersebut adalah judi.
Beginilah kerjanya. Judi adalah konsekuensi logis dari sebuah pertunjukan seru. Judi sepak bola menjamur dari pangkalan ojek hingga restoran mewah. Dalam hal ini, sepak bola Indonesia memang sudah sedemikian seru dan majunya sampai-sampai para bandar judi kelas kakap tertarik ambil bagian dalam permainan ini. Judi yang melibatkan perputaran uang miliaran rupiah inilah yang kemudian membuat para pelakunya melakukan apapun agar keuntungannya berlipat ganda. Dalam hal sepak bola, pengaturan skor alias match fixing adalah hal yang menjadi permainannya.
Di film itu sudah coba dijelaskan bahwa cukup hanya “memegang” pelatih, pengatur pertandingan, dan satu atau dua pemain untuk mewujudkan niat kotor mereka. Dan hal ini memang nyatanya terjadi di industri sepak bola yang sudah advanced di Eropa. Dan disampaikan pula bahwa meski judi melanda persepakbolaan, namun tidak berpengaruh pada prestasi tim nasional, merujuk pada pencapaian tim nasional Italia yang menjuarai Piala Dunia 2006 meski liganya dirusak skandal calciopoli.
Saya dulu pernah menanyakan kepada Bang Ucup apakah GO8 akan dijadikan seperti Kapten Tsubasa-nya Indonesia. Ia saat itu bilang bahwa hal ini akan tergantung dari respon penonton pada film HIPM. Tapi GO8 sendiri sudah banyak dibikin dalam berbagai versi. Komik, novel, akun twitter, bahkan game interaktif Liga Utama sudah dibuat dalam upaya kian memperkuat image GO8 kepada kita semua.
Oke, dalam hal hype memang GO8 sudah dijadikan seperti Kapten Tsubasa. Tapi Bang Ucup lewat HIPM ini memberi taste yang berbeda dari bintang kebanyakan. Karakter GO8 dibuatnya lebih “manusiawi” dimana sang bintang pujaan digambarkannya terlibat dalam permainan para kartel judi itu. GO8 juga digambarkannya memiliki arogansi ala superstar, yang juga termasuk pada praktek gaya hidup hedonisme dan bermain wanita.
Hilanglah sudah image sang bintang yang sempurna tanpa cacat jago di lapangan, setia pada pasangan dan punya perilaku yang baik yang umumnya dijadikan sebagai karakter tokoh utama. Mungkin cerita ini lebih mirip cerita dari komik sepak bola jaman dulu, Roel Djiikstra, dimana praktek-praktek kotor persepakbolaan turut dipertontonkan.
Di film ini juga ditampilkan berbagai tokoh menarik yang memang bersinggungan langsung dengan sepak bola. Menteri Olahraga, pengusaha, bandar judi, eksekutor bandar, suporter, hingga jurnalis idealis. Keberadaan mereka saling berkaitan, meski bisa ditebak bahwa seorang jurnalis idealis pada karakter Andien, teman masa kecil Gabriel, tidak sanggup untuk membongkar kartel ini seorang diri.
Pada akhirnya, Gabriel berkontemplasi setelah ayahnya meninggal dunia akibat serangan jantung. Ini didapatnya setelah kekecewaannya pasca mendapati anaknya yang selalu ia banggakan ternyata tercebur dalam lingkaran setan perjudian ini. Kontemplasi GO8 berakhir pada kesadaran sang pemain bahwa ia adalah pemain sepak bola, seorang duta kejujuran dan sportivitas yang memang hanya harus memikirkan sepak bola itu sendiri, bukan pundi-pundi kekayaan yang bisa ia dapat lewat cara kotor. Berangkat pada kesadaran tersebut dan kecintaannya pada sosok ayah, yang diperankan dengan sangat apik oleh aktor Mathias Muchus, GO8 akhirnya kembali ke “jalan yang benar”.
“Football is a stage of drama” memang menjadi slogan yang dipajang film ini. Quote dari Pele tersebut memang seolah menunjukkan bahwa sepak bola lebih dari sekadar pertandingan olahraga sebelas lawan sebelas. Ada tawa, tangis, rasa frustasi, kebanggaan, kesedihan dan segala rasa dalam hidup yang bercampur menjadi satu di lapangan hijau. Dan ada kalanya dimana faktor-faktor diluar lapangan bisa berpengaruh besar pada apa yang terjadi di lapangan. Hal-hal tak kasat mata yang memang sulit dilihat oleh orang awam.
Akhir kata, film ini menyampaikan dengan lancar apa yang hendak disampaikan, terlepas dari beberapa akting kaku dan potongan-potongan cerita yang sempat membuat penonton harus berpikir lebih dulu. Gambaran rapi kartel judi, kehidupan seorang bintang, perjuangan seorang jurnalis idealis, pelatih berprestasi, ayah yang jujur, dan juga realita-realita sepak bola lainnya yang memang menjadi bagian tak terpisahkan dari permainan yang, kata Bill Shankly, is a matter of life and death.

(Tulisan ini lebih dulu dimuat di blog Football Fandom)

No comments:

Post a Comment