Pages

Sunday, May 8, 2016

Debat Kusir Sepak Bola Menyerang Dan Sepak Bola Ultra Defensif



Segera setelah keberhasilan Atletico Madrid menyingkirkan Bayern Muenchen dalam semifinal Liga Champions musim 2015-16, terjadi perdebatan yang memang tak pernah usai menyoal sepak bola negatif. Oleh sebagian pengagum sepak bola menyerang, kemenangan Los Rojiblancos dipandang tidak layak. Kesebelasan asal kota Madrid ini disebut hanya menunggu lawan berbuat kesalahan, lalu melancarkan serangan balik mematikan, bagaikan kucing garong yang menunggu ibu-ibu lengah dalam mengawasi ikan asin yang akan digorengnya. Licik dan kurang bermartabat.

Ribut-ribut soal ini rasanya hampir setiap tahun terjadi, dan bukan hal yang sama sekali baru. Tidak sedikit yang mengutuk kesebelasan yang memainkan sepak bola negatif walaupun tidak sedikit pula yang membelanya.

Kalau bicara selera, saya jelas lebih menyukai sepak bola menyerang. Johan Cruyff, Gustavz Sebes, Rinus Michels, Tele Santana dan Pep Guardiola adalah sedikit tokoh pelatih atau pelaku sepak bola yang saya kagumi. Saya juga menyukai skill tinggi yang dimiliki pemain seperti Roberto Baggio, visi luar biasa dari Juan Roman Riquelme, juga kepemimpinan Socrates dan kisah Laszlo Kubala. Karena itulah blog ini bernama Classic Number 10, bukannya Center Half, Stopper atau Bek Sayap.

Sepak bola jelas tidak dapat disamakan dengan olahraga-olahraga beregu lain. Dalam olahraga bola voli misalnya, terjadi banyak angka yang tercipta dalam satu pertandingan. Begitu pula bola basket, atau bahkan futsal sekalipun yang mirip dengan sepak bola. Dalam olahraga yang perpindahan skornya terjadi begitu cepat, memang wajar saja jika upaya menggagalkan peluang mencetak angka akan diberi penghargaan lebih. Sepak bola? Dalam 90 menit pertandingan, malah begitu banyak yang berakhir tanpa satu gol pun.

Padahal, gol adalah tujuan utama sebuah kesebelasan bermain. Sebanyak apapun umpan pendek yang dilakukan, dan seberapa besar penguasaan bola yang dimiliki, tidak akan ada gunanya jika sebuah kesebelasan tidak mampu mencetak gol. Mencetak gol sebanyak mungkin semestinya menjadi tujuan utama mengapa sebuah kesebelasan bertanding sepak bola. Maka karena itulah, kesebelasan yang bermain hanya untuk melimitasi peluang lawan mencetak gol akan lebih tidak disukai.

Kembali ke kemenangan Atletico, akan sangat wajar jika banyak yang mencaci ketimbang memuji. Kisah sukses Atleti melaju ke babak final mengulangi cerita yang mereka jalani dua tahun silam menurut pendapat saya tidak bisa disamakan dengan kisah kemenangan tim underdog. Kesebelasasn Atletico Madrid sekarang berbeda dengan FC Porto tahun 2004 misalnya, apalagi Leicester City yang memenangi Liga Primer Inggris musim 2015-16.

Sejak ditangani Diego Pablo Simeone, Atleti telah bertransformasi dari kesebelasan yang semula hanya menjadi bayang-bayang duopoli Real Madrid-Barcelona, menjadi kesebelasan dengan kekuatan yang kini nyaris setara. Kekuatan finansial mereka pun, meski masih berada jauh di bawah Madrid-Barca, namun telah berada jauh di atas level Valencia, Sevilla atau Villareal misalnya. Pendek kata, Atleti kini bukanlah kesebelasan medioker yang miskin dan teraniaya, tetapi kini mereka telah merangkak naik menjadi bagian dari golongan elit.

Sekadar menafsirkan kegusaran banyak orang, para penggemar sepak bola menyerang menyayangkan pilihan taktik Atleti yang memilih untuk bermain dengan mentalitas kucing garong dan kesebelasan gurem. Hanya menunggu lawan berbuat kesalahan, lalu melancarkan serangan balik yang efektif dan mematikan. Dengan barisan pemain-pemain ciamik seperti Koke, Saul Niguez, Antoine Griezman, hingga Fernando Torres yang tengah bangkit, para penggemar sepak bola jelas berharap Simeone menginstruksikan kesebelasannya untuk meladeni armada Pep Guardiola dengan berani dan terbuka.

Jika memang demikian, mereka mungkin lupa bahwa timnas Brasil tahun 1994 adalah timnas Brasil yang berciri defensif. Pada saat berlaga di babak final melawan Italia, mereka lebih banyak bermain aman, dan tidak lupa menjaga Roberto Baggio, pemain berbahaya Italia dengan ketat. Kesebelasan asuhan Carlos Alberto Pareira ini pada akhirnya memaksakan laga diakhiri dengan adu tendangan penalti yang akhirnya mereka menangi. 

Pareira menggelar taktik ini atas dasar kewaspadaannya pada kehebatan Italia. Namun pendekatan Pareira jelas berbeda ketika lawan yang dihadapi adalah Rusia atau Kamerun, yang kemampuannya berada di bawah mereka. Hal yang sama dapat kita lihat dari Atleti. Mereka akan mendominasi permainan saat menghadapi Rayo Vallecano atau Granada, tetapi jelas keadaannya berbeda ketika menghadapi Barcelona. Pendek kata, mau kesebelasan kita bermain seperti apa adalah pilihan mutlak yang tidak bisa dihakimi. Ini hanyalah pilihan taktik, sesederhana itu.

Kemenangan yang didapat dengan mendominasi penguasaan bola dan menghibur dengan pertunjukan skill tentu saja merupakan kemenangan yang paripurna. Tapi percayalah, kemenangan yang didapat dari kecerdikan dan kesabaran pun akan terasa tidak kalah sempurnanya. Saya pernah merasakannya saat mengalahkan tim yang di atas kertas lebih kuat dalam turnamen classmeeting SMA dulu. Ini menjadi salah satu kekayaan dari olahraga sepak bola yang tidak dimiliki olahraga lain. Dalam balapan Formula 1 misalnya, sangat jarang kita melihat pebalap tim gurem berbagi podium dengan pebalap Ferrari, Red Bull atau McLaren.

Pada akhirnya, mengatur seperti apa sepak bola harus dinikmati adalah sebuah kesia-siaan. Ini hanyalah soal selera, dan kita tidak dapat menyalahkan selera pribadi yang tentunya subjektif. Seperti halnya kita tidak bisa mencibir orang yang lebih doyan makan dada ayam penyet daripada paha ayam penyet, makan bubur ayam diaduk atau tidak diaduk, atau makan soto ayam dengan kuah dicampur atau dipisah. Mendebatkan siapa yang benar antara Guardiola dan Simeone, sepak bola menyerang melawan sepak bola ultra defensif hanyalah membuang-buang waktu. Suka atau tidak, kemenangan akan bergilir antara kesebelasan dengan gaya berbeda tersebut, namun sayangnya perdebatan mengenai siapa yang pantas menang, sepertinya tidak akan berakhir karena memang mungkin sudah sifat dasar manusia untuk merasa bahwa pilihan dan seleranya adalah yang paling benar.

1 comment:

  1. Situs Taruhan Ayam Indonesia yang populer di AgenS128, yang bisa anda mainkan disini dengan nyaman dan aman.

    Dengan minimal deposit hanya Rp 50.000 saja sudah bisa mainkan semua permainan yang ada di dalamnya.

    Bonus Cashback Rollingan bisa anda dapatkan setiap minggu di hari selasa

    Cara perhitungan Bonus Cashback, dihitung dari win/lose dati hari senin sampai minggu per periode, dan dibagikan setiap hari Selasa

    BONUS BESAR KLIK DISINI
    AGEN SBOBET
    JUDI BOLA ONLINE
    SABUNG AYAM S128
    SABUNG AYAM SV388
    AGEN SBOBET, MAXBET
    PROMO BONUS SABUNG AYAM
    FREECHIPS SABUNG AYAM
    JUDI TARUHAN SABUNG AYAM
    BANDAR BOLA TERPERCAYA
    AGEN SITUS TARUHAN BOLA
    AGEN SBOBET
    SITUS JUDI TARUHAN TERPERCAYA 2019
    TANGKASNET
    JUDI CASINO ONLINE

    Untuk info selanjutnya, bisa hubungi kami di:
    WEBSITE : https://www.linktr.ee/s128agen
    BBM : D8B84EE1 / AGENS128
    WA : 0852-2255-5128 .

    Terima kasih .. Salam Agens128 :)

    ReplyDelete