Pages

Wednesday, December 5, 2012

Kontroversi dan Inkonsistensi dibalik kelegaan

1st Seri a winning streak this season


Pernahkah anda menulis review pertandingan yang bahkan anda sendiri tidak menontonnya? Dengan modal informasi yang berseliweran di dunia maya dan social media, rasanya hal itu tidak mustahil meskipun bukan tidak mungkin report anda menjadi bias. Ah saya tidak peduli, saya hanya ingin mencobanya. Menulis dengan data dan informasi minim memiliki tantangan tersendiri.

Karena harus menghadiri suatu acara diluar kota, saya tidak bisa menyaksikan pertandingan siaran langsung seri a AC Milan melawan tuan rumah Catania di stadion Angelo Massimino. Saya sampai di kota tujuan ketika pertandingan sudah memasuki menit-menit akhir, dan saya tidak dapat menemukan televisi yang menyiarkan pertandingan ini secara langsung. Streaming? Well, sepintar apapun ponsel smartphone, rasanya tidak ada yang bisa mengakomodasi siaran langsung sepak bola melalui streaming. Akhirnya, saya menyaksikan pertandingan ini melalui live tweet akun-akun penggemar Milan saja lalu melihat highlight-nya beberapa jam kemudian.

Banyak twit sumringah yang mampir di timeline saya, meskipun tidak sedikit juga twit sinis berbalut iri hati dan keisengan galau dini hari yang mencemooh gol offside El Shaarawy yang menyamakan kedudukan dari gol Catania yang dicetak oleh eks Rossoneri, si alim Nicola Legottaglie. Gol offside ini memang sulit diputuskan karena kejadiannya begitu cepat dan sulit dilihat dengan jelas tanpa replay. Dalam tayangan lambat, El Shaarawy memang berada pada posisi offside ketika meneruskan tendangan Robinho yang melenceng hasil crossing dari sayap kanan. Namun sekali lagi, kejadian berlangsung sangat cepat sehingga pengadil pertandingan bisa saja keliru dalam keputusannya. Sudahlah, kemarin tim elu yang diuntungkan wasit kok, masa sih ngeledek aja pas Milan diuntungin. Haha.

Bagaimanapun, kesinisan dan keraguan yang mendahului seakan terbebas dari penampilan trengginas El Shaarawy dan kawan-kawan yang mampu melepas banyak tembakan dan menciptakan banyak peluang emas, yang tentu saya salah satunya diciptakan oleh salah satu pemain paling berbakat dunia sekaligus ber-finishing terburuk dunia, Robinho.

Di partai ini pula Kevin Prince Boateng seperti mematahkan kutukan nomor 10 yang dipilihnya di awal musim yang berakibat nihilnya kontribusi gol maupun assist hingga sebelum pertandingan. Gol cantik berhasil ia ciptakan. Sebuah kombinasi power dan akurasi membawanya ke langit ketujuh setelah membalikkan kedudukan menjadi 2-1 bagi Rossoneri. Namun beberapa menit sesudahnya, ia kembali menambah koleksi …. kartunya. Ok, cukup sudah saya mengomentari pemain ini. Biarkan saya memberinya porsi imbang, sebuah pujian dan sebuah cibiran. Impas kan, Boa?

Lini belakan tetap meninggalkan catatan negatif akibat (lagi-lagi) kebobolan melalui skema set-piece. Milan kini seperti meniru perjalanan setan merah Inggris, Manchester United. United musim ini sangat lemah dalam bertahan dan menghadapi set piece, tetapi memiliki mental kuat dalam mengejar ketertinggalan dari lawan. Hal ini terjustifikasi nyata dari pertandingan babak pertama penuh kejutan di Madjeski Stadium dimana Red Devils tertinggal 0-1 dan 2-3 terlebih dahulu sebelum menyudahi perlawanan anak-anak Berkshire Reading FC dengan skor 4-3. Ini Ferguson atau Zeman sih?

Anyway kembali ke dunia Milan, Stephan El Shaarawy entah untuk keberapa kali menyumbang poin bagi Rossoneri. Jumlah golnya yang berada diangka 12 menjadi yang tertinggi sejauh ini di kompetisi seri a, sekaligus ekuivalen dengan setengah gol yang diciptakan Milan. Ketergantungan klub yang akan berulang tahun ke 113 dua minggu lagi ini kepada seorang bocah 20 tahun yang gajinya masih dipegang orang tua ini sungguh mengkhawatirkan, meskipun sejauh ini melegakan Milanisti.

The Paloschi Rises

Di pekan ke 15 seri a ini tersaji beberapa cerita menarik, namun saya hanya ingin membahas satu cerita yaitu comeback gemilang striker Chievo yang dipinjam dari Rossoneri, Alberto Paloschi. Striker berusia 22 tahun yang sebelumnya dianggap paling berbakat di Italia ini baru kembali ke lapangan setelah menghilang selama tiga bulan karena cedera.

Tentu anda ingat saat empat tahun lalu dirinya baru tujuh belas detik menginjak rumput San Siro dalam debut seri a, sentuhan pertamanya langsung menjebol gawang Siena dan menentukan kemenangan Milan. Kemarin, Paloschi membuat berita setelah mencetak hattrick ke gawang Genoa ketika Chievo Verona melumat Il Grifone dengan skor 4-2.

Konsistensi sahabat Mario Balotelli ini perlu dinantikan, mengingat penyerang muda ini masih menyimpan asa untuk membela Rossoneri dan tim nasional Italia. Jika Paloschi mampu bermain konsisten dan terus mencetak gol setidaknya hingga akhir tahun ini, boleh jadi Rossoneri akan memanggilnya kembali sebagai solusi ketajaman mereka agar tidak terlalu tergantung pada El Shaarawy. Pemain ini memiliki ketajaman dan kecepatan yang boleh jadi akan membantu Rossoneri untuk mengejar target 3 besar di akhir musim.

Jual Pato-Robinho untuk Paloschi-Balotelli? Sound really good, kan?

Kini Rossoneri berada di posisi 7 klasemen sementara, tertinggal 10 poin dari Internazionale yang menghuni posisi 3. Masih ada 69 angka lagi yang bisa diperebutkan. 

Sementara semalam dari partai penutup penyisihan grup Liga Champions yang tidak menentukan lagi, Milan menyerah 0-1 dari lawannya si kaya Zenit St. Petersburg. Kekalahan ini menandai rekor belum pernah menangnya Milan di kandang dalam pertandingan kompetisi Eropa musim ini. Meski tidak menentukan lagi dan Milan memang menyimpan El Shaarawy, namun tetap saja kekalahan ini mengganggu momentum bagus Rossoneri, sekaligus sinyal kurang baik dalam menyongsong babak 16 besar.

Dengan menduduki posisi kedua, kans Rossoneri untuk bertemu tim tangguh seperti Barcelona, Real Madrid atau Paris St. Germain tentu lebih terbuka lebar. 

Setelah kontroversi, kini inkonsistensi mengintip kelegaan anak-anak Milanello. Namun apapun itu, pencapaian ini setelah melalui berbagai performa buruk adalah sesuatu yang patut disyukuri.

No comments:

Post a Comment